Ticker

6/recent/ticker-posts

Al-Qur'an dan Dinamika Kehidupan Manusia (Resensi Buku Memahami Al-Qur'an di Masa Post-Truth)

Judul Buku : Memahami Al-Qur’an di Masa Post-Truth
Penulis : Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A.
Penerbit : Gramedia Widiasarana Indonesia
Tahun Terbit: 2021
Tebal: x + 334 halaman
ISBN: 9786020528250


AL-QUR'AN diyakini sebagai kitab yang shalih li kulli zaman wa makan, selalu relevan di setiap tempat dan waktu. Hal ini karena mengandung dimensi relativitas di mana maknanya didasarkan pada otoritas pemahaman manusia. Sehingga Al-Qur'an dapat didekati dan ditafsirkan dengan menggunakan beragam pendekatan yang relevan sesuai konteks perkembangan zaman. 

Dengan menjadikan Al-Qur'an sebagai pedoman dan petunjuk, umat Islam akan mendapatkan cahaya yang senantiasa menerangi hidupnya. Mampu mengantarkan langkahnya menuju jalan keselamatan dan dapat terhindar dari jurang kesesatan. Berpegang teguh kepada Al-Qur’an akan menjadikan hidup lebih damai ketika dihadapkan dengan dinamika dan problematika.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, bersamaan dengan semakin kompleksnya tantangan zaman, Al-Qur'an tentunya menempati posisi penting. Pasalnya ia bukanlah kitab yang hanya memuat unsur akidah dan ibadah saja, melainkan mengandung berbagai dimensi kehidupan yang kompleks. Sehingga mukjizat terbesar tersebut diharapkan mampu memberikan solusi dan menjawab permasalahan dalam hidup manusia modern.

Buku Memahami Al-Qur'an di Masa Post-Truth karya Nasaruddin Umar menegaskan kembali urgensi mempelajari Al-Qur'an di zaman modern. Apalagi di tengah kemajuan peradaban dunia ini, di mana manusia sudah bergantung pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang secara nyata memberikan pelbagai kemudahan dan kenyamanan. Dengan kondisi ini timbul persepsi bahwa Al-Qur'an dan agama tidak relevan lagi di era sekarang. 

Baca Juga: Meluruskan Kesalahan Orientalis dalam Studi Islam

Namun pada dasarnya Al-Qur'an tidaklah bertentangan dengan kemajuan sains dan teknologi. Pasalnya seiring berjalannya waktu, semakin terbukti bahwa kandungan dalam Al-Qur'an selaras dengan penelitian dan penemuan ilmiah. Bahkan disiplin keilmuan modern seperti biologi, matematika, sejarah, psikologi, dan lain-lain, yang terus berusaha mengungkap fenomena kehidupan dunia banyak yang terinspirasi dari isyarat keilmiahan Al-Qur'an. 

Dalam buku tersebut, penulis yang merupakan Guru Besar Ilmu Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menampilkan berbagai macam permasalahan hidup manusia yang terdapat di dalam Al-Qur'an. Mengulas tentang kisah dan peristiwa sejarah di dalam Al-Qur'an yang pada dasarnya masih menjadi problematika yang dihadapi manusia modern. Dengan mengulas kisah-kisah para umat terdahulu kemudian dipetik hikmah dan pembelajaran untuk dikontekstualisasikan dengan kondisi sekarang. 

Nasib Suatu Bangsa 

Banyak permasalahan dalam kehidupan manusia yang coba dikulik Nasaruddin Umar dalam buku Memahami Al-Qur’an di Masa Post-Truth tersebut. Salah satunya yaitu tentang nasib suatu bangsa yang dijelaskan dalam artikel berjudul “Hidup-Matinya Sebuah Rezim dalam Al-Qur'an”. Di mana dalam artikel itu Nasaruddin meminjam teori Ibnu Khaldun tentang kategori generasi serta mengutip QS. Ibrahim ayat 7. 

Baca Juga: Merawat Optimisme Ala Santri

Menurut Ibnu Khaldun, filsuf Islam terkemuka, suatu bangsa memiliki empat generasi. Yaitu generasi perintis, pembangun, penikmat, dan penghancur. Adapun siklus suatu bangsa ditentukan generasi penikmat. Ketika mampu memelihara sendi-sendi ideal bangsanya dapat dipastikan akan berumur panjang. Sebaliknya, jika generasi penikmat tidak mampu mengelola sendi-sendi tersebut, maka segeralah menjadi generasi penghancur yang mengakhiri nasib suatu bangsa. 

Dengan basis teori tersebut, Nasaruddin menghubungkannya dengan kandungan surat Ibrahim ayat 7. Dia berpendapat bahwa panjang dan pendeknya sebuah rezim atau bangsa ditentukan dengan seberapa besar mensyukuri nikmat Allah. Sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.”

Dalam konteks ini, generasi penikmat cenderung terlena dengan berbagai kemudahan dan kenikmatan yang didapatkan tanpa menyadari bahwa hakikatnya bersumber dari Allah. Sehingga kemajuan teknologi yang membuat segala kebutuhan terpenuhi akhirnya menjadi lalai dan lupa diri. Generasi penikmat hanya cenderung menikmati tanpa menyadari situasi dan memikirkan risiko yang akan terjadi kepada bangsanya di masa depan. 

Baca Juga: Petualangan Mencari Ilmu

Imam besar Masjid Istiqlal Jakarta itu memberikan contoh kisah umat terdahulu yang kufur nikmat sehingga berdampak pada hancurnya komunitas sosial. Seperti gempa bumi zaman Nabi Luth, banjir tsunami masa Nabi Nuh, penularan virus binatang kepada umat Nabi Saleh, serta paceklik dan kekeringan di era Nabi Musa dan Nabi Yusuf. Selain mengingkari nikmat juga dapat menyebabkan rasa cemas dan takut yang ditimbulkan akibat merebaknya kriminalitas, wabah penyakit, serta konflik dan peperangan antarsesama, (halaman 198). 

Menurutnya, mengingkari nikmat Tuhan juga dapat muncul dari pemimpin rezim ataupun rakyat. Dalam konteks ini, suatu pemerintahan yang tidak memenuhi hak dan kewajiban rakyat, serta berbuat zalim dan tirani, dapat dikatakan sebagai kufur nikmat. Sedangkan bagi rakyat yaitu tidak berhenti mengintip kesalahan pemimpin, lalu mendramatisirnya sedemikian rupa sehingga terjadi chaos dan anarkisme. Sehingga kedua sisi tersebut dapat mengakhiri nasib sebuah bangsa. 

Menengok Generasi Kita

Kemajuan peradaban suatu bangsa ditentukan oleh seberapa kualitas para generasinya. Pasalnya generasi mudalah yang berperan sebagai penggerak yang selalu dinantikan gagasannya untuk membawa perubahan dan menentukan arah bangsa di masa depan. Dengan begitu, karakter dan kualitas suatu generasi menjadi modal utama yang harus dibentuk supaya tidak menjadi generasi penikmat bahkan penghancur. 

Baca Juga: Belajar Hidup dari Buku Filosofi Teras

Lalu, pertanyaannya, bagaimana dengan kondisi generasi muda bangsa Indonesia pada saat ini? Di tengah kemajuan zaman, dengan hadirnya smartphone, internet, dan media sosial, tentunya situasi ini menjadi permasalahan serius. Pasalnya segala aktivitas kehidupan yang saat ini sudah terdigitalisasi menjadi jebakan tersendiri ketika generasi muda memilih jalan instan dan praktis.

Pertanyaannya ialah, sudahkah generasi kita memiliki komitmen dan berupaya sungguh-sungguh dalam mewujudkan pembangunan bangsa? Ataukah justru lebih memilih berdiam diri dengan hanya menikmati segala kemudahan dan kenyamanan yang didapatkan dari kemajuan teknologi? Sudahkah menjalankan peran sebagai penggerak dan produsen, ataukah justru menjadi penikmat dan konsumen?

Namun sayangnya jika melihat kondisi yang terjadi saat ini, di tengah efektivitas dan efisiensi akibat canggihnya teknologi modern, para generasi kita justru mudah terbuai dan terlena. Logika pragmatis yang digunakan dalam menyelesaikan suatu aktivitas menempatkannya dalam zona nyaman yang sulit bergerak dan mengaktualisasikan diri. Di sisi lain mudah mengikuti arus dan tren terkini dari budaya asing juga semakin memenjarakannya dalam budaya konsumtif.

Baca Juga: Menyingkap Misteri Corona dari Kacamata Agama

Lalu pertanyaannya, apabila didominasi oleh generasi penikmat, bagaimana nasib bangsa ini ke depan? Akankah sama seperti hancurnya kisah-kisah umat terdahulu yang diceritakan dalam Al-Qur'an? Tentunya hal tersebut bergantung pada arah gerak bangsa ini dalam mengelola dan mengembangkan sumber daya dan potensi generasinya. Kemajuan zaman seyogyanya jangan sampai membuat generasi muda terlena dan berleha-leha. Melainkan menjadikannya fasilitas dan medium untuk terus mengembangkan potensi diri dan beradaptasi dengan kondisi zaman. 

Di tengah kondisi demikian, buku Memahami Al-Qur'an di Masa Post-Truth ini hadir sebagai peringatan tentang urgensi mempelajari dan menghidupkan Al-Qur'an di era modern. Beragan kisah dan peristiwa sejarah dalam buku ini sejatinya merupakan pembelajaran bagi manusia ketika dihadapkan dengan dinamika dan tantangan zaman. Dengan memahami dan mengamalkan kandungan dalam setiap ayat Al-Qur'an niscaya akan menemukan jawaban dari kompleksitas problematika kehidupan.

(Athok Mahfud)
Reactions

Post a Comment

0 Comments