Judul Buku: Filosofi Teras
Penulis: Henry Manampiring
Penerbit: KompasÂ
Tahun Terbit: Jakarta, 2019
Tebal: xxiv = 312 halamanÂ
"Stoisisme adalah filosofi yang sangat pragmatis dengan orientasi manajemen emosi melalui kendali nalar, presepsi, dan pertimbangan," (Henry Manampiring).Â
Ketika membaca judulnya, kita bisa jadi berburuk sangka terlebih dahulu kepada buku Filosofi Teras. Sebagaimana yang kita tahu, filsafat menjadi suatu pembahasan yang berat, penuh teori, rumit, dan membingungkan. Tetapi berbeda dengan filsafat stoisisme di dalam buku ini. Bukan berkisar pada teori dan wacana yang melangit, melainkan lebih kepada hal praktis dan aplikatif dalam kehidupan.Â
Hadirnya buku ini tidak lepas dari pengalaman pribadi sang penulis, Henry Manampiring. Dalam bagian pengantar, ia menjelaskan latar belakang penulisan buku ini. Manampiring datang ke psikiater dan didiagnosis menderita major depressive disorder atau depresi.Â
Sebelumnya ia memang mengalami kemurungan dan sering diganggu dengan pikiran-pikiran negatif. Pekerjaan di kantor dan hal yang ada di sekitarnya membuatnya cemas dan gelisah setiap saat. Kemudian setelah ia mendapatkan vonis tersebut, ia melakukan terapi obat-obatan sehingga kondisinya sedikit membaik
.Â
Selama menjalani masa pengobatan, Manampiring menemukan buku How to Be a Stoic karya Massimo Pigliucci. Buku tersebut berisi ajaran filsafat stoisisme dan penerapannya dalam kehidupan. Setelah mempelajari dan mempraktikkan filsafat stoisisme, akhirnya ia menemukan cara untuk mengendalikan emosi dan mengatasi depresi. Kemudian ia memutuskan untuk berbagi pengalamannya melalui buku Filosofi Teras ini.Â
Filsafat stoisisme atau dalam bahasa Indonesia disebut sebagai filosofi teras, adalah aliran filsafat Yunani-Romawi Kuno yang dipelopori Zeno pada tahun 300 SM. Stoisisme mengarah kepada konsep praktis dalam menjalani kehidupan. Ajaran dalam stoisisme mengantarkan kita hidup sebagaimana seharusnya kita menjadi manusia. Meskipun berusia lebih dari 2.000 tahun, stosisme masih sangat relevan di era sekarang.Â
Mengendalikan Emosi Negatif
Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti sering menghadapi peristiwa yang bisa membuat kita resah, cemas, dan marah. Hal itu bisa datang dari orang lain maupun lingkungan sekitar. Misalnya ketika berada di jalan raya, terjadi kemacetan dan ada seseorang yang mencuri uang kita. Jika tidak bisa mengendalikan emosi, kita pasti akan marah dan kesal.Â
Epictetus, pengikut aliran stoisisme pernah berkata, "Bukan hal-hal atau peristiwa tertentu yang meresahkan kita. Tetapi pikiran atau persepsi akan hal-hal peristiwa tersebut," (halaman 89). Dalam hal ini, akal atau rasio menjadi pijakan penting yang dapat menentukan respon kita. Ketika menghadapi suatu peristiwa, kita harus menggunakan nalar dalam menyikapinya. Sehingga kita dapat terhindar dari emosi negatif berupa perasaan cemas, khawatir, marah dan lain sebagainya.Â
Dalam prinsip hidup stoisisme, kita diajak untuk sepenuhnya menggunakan nalar. Jika emosi negatif yang keluar dari dalam diri kita, sumbernya adalah nalar. Karena pada dasarnya respon kita dipicu oleh penilaian, opini, dan persepsi kita terhadap sesuatu. Jika persepsi kita buruk, maka yang terjadi diri kita dikuasai emosi negatif.
Â
Hidup BijaksanaÂ
Buku Filosofi Teras dapat dijadikan referensi dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Prinsip hidupÂ
stoisisme mengajarkan kita menjadi manusia yang bijaksana. Karena dalam bertindak dan bersikap, kita senantiasa menggunakan rasio.Â
Terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai para penganut filsafat stoisisme. Pertama, hidup bebas dari emosi negatif dan mendapatkan ketenteraman. Rasa tenteram hanya bisa diperoleh dengan memfokuskan diri pada hal-hal yang bisa kita kendalikan, yakni rasio. Sedangkan hal-hal di luar kendali diri kita seperti harta, pangkat, dan jabatan, bukanlah tujuan dari stoisisme.Â
Kedua, mengasah kebajikan utama (virtues) dalam hidup. Antara lain yaitu dengan mengambil keputusan terbaik dalam situasi apa pun serta memperlakukan orang lain dengan adil dan jujur. Selanjutnya kita juga berpegang pada prinsip yang benar dan mengontrol diri dari belenggu emosi atau nafsu.Â
Ketiga yakni hidup selaras dengan alam. Para pengikut mazhab stoisisme percaya bahwa segala sesuatu di alam ini saling terkait. Hal ini termasuk segala peristiwa yang terjadi di dalam hidup kita. Melawan atau mengingkari apa yang terjadi artinya keluar dari keselarasan alam.Â
Prinsip hidup stoisisme dalam buku Filosofi Teras ini sangat relevan jika dipraktikkan semua kalangan.Â
Pasalnya dalam buku ini menawarkan cara-cara untuk mengembangkan sikap mental yang lebih tangguh agar tetap tenang menghadapi persoalan dan terpaan hidup. Bahwa sebagai manusia, sudah sepatutnya kita menggunakan akal sehat atau rasio dalam setiap hal. Sehingga kita bisa hidup dengan tenang dan penuh dengan kebijaksanaan.Â
1 Comments
Buku ini sangat bagus dan direkomendasikan
ReplyDelete