Ticker

6/recent/ticker-posts

Organisasi Kampus di Ujung Tanduk

Ilustrasi aksi mahasiswa. (Foto: Istimewa)

KASAT-KUSUT cara mahasiswa dalam memandang organisasi kampus saat ini berada pada situasi yang memprihatinkan. Organisasi yang selama ini kita kenal sebagai instrumen penting dalam menunjang pengetahuan dan keterampilan mahasiswa selain belajar di kelas perkuliahan kini menghadapi tantangan serius. Semakin hari minat dan keinginan mahasiswa untuk mengikuti organisasi semakin menurun. 

Prof Jabal Tarik Ibrahim, seorang dosen di Universitas Muhammadiyah Malang berpandangan, jika ingin meningkatkan rasa percaya diri, maka mahasiswa harus masuk organisasi. Hal ini karena di organisasi mahasiswa akan digembleng, sehingga muncul dari dalam dirinya sikap optimisme dan komitmen. Dan hal inilah sangat berpengaruh terhadap kesiapan kerja setelah lulus kuliah nanti. 

Jika ditelusuri lebih dalam, menurunnya minat mahasiswa terhadap organisasi kampus disebabkan sejumlah faktor, baik dari mahasiswa itu sendiri, organisasi kemahasiswan, serta dari faktor lain. Sejumlah faktor meliputi padatnya jadwal kuliah atau praktikum, citra organisasi di media sosial yang kurang baik, sikap pragmatisme mahasiswa yang hanya bertumpu pada nilai semata, larangan orang tua, minimnya dorongan dosen, dan kurangnya branding organisasi serta tidak ada prospek menggugah yang ditawarkan dalam organisasi. 


Menengok munduk ke belakang, para reformis dan para pemrakarsa besar di Indonesia sebagian besarnya lahir dari rahim organisasi. Bahkan para politisi ulung, ekonom besar , guru progresif, dan tokoh lainnya didominasi oleh orang yang berlatar belakang dan memiliki rekam jejak organisasi mahasiswa. Berbeda saat ini, di mana organisasi mahasiswa semakin ditinggalkan dan ketinggalan.

Ketika diskusi dengan beberapa fungsionaris maupun anggota organisasi di dalam kampus, semakin banyak persoalan terkait menurunnya minat mahasiswa dalam mengikuti organisasi di berbagai kampus. Lahirnya program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) juga membuat eksistensi organisasi kampus kian redup  Sebab output yang didapatkan lebih minim. MBKM dinilai lebih menguntungkan karena mendapat dukungan lebih, terutama masalah pendanaan. 

Oleh karena itu, eksistensi beberapa organisasi kampus dikalahkan dengan program-program pemerintah yang saat ini lebih menguntungkan. Terlampau banyak program dengan ganjaran yang menggiurkan mahasiswa. Selain pendanaan yang mudah dan besar, bahkan mata kuliah bagi yang mengikuti bisa dikonversikan jika lolos. Ini merujuk pada hasil survei LPM Solidaritas tentang peminat organisasi dan MBKM kian terlampau jauh. Minat organisasi sebanyak 20,5 persen, sedangkan minat MBKM 79,5 persen. 


Organisasi sejatinya membutuhkan regenerasi demi keberlanjutan ke depan berada dalam ancaman. Karena sumber daya manusia menjadi persoalan fundamental. Selain adanya program MBKM, kurangnya minat mahasiswa juga dipengaruhi oleh politisasi perekrutan hingga intervensi eksternal dalam berjalannya kegiatan internal kampus. Maka tidak heran jika operasional organisasi di dalam kampus menjadi barang yang ditakuti oleh mahasiswa awam. Istilahnya, ada ketua di atas ketua dan ada MPO di atas MPO (majelis pengawas organisasi).

Persoalan organisasi saat ini memang semakin kompleks diterpa berbagai problematika tertentu. Namun untuk melanjutkan estafet kepemimpinan dan regenerasi organisasi di kampus perlu langkah-langkah strategis. Fakta saat ini tidak boleh dibiarkan berlarut dengan alasan tanpa solusi. Maka sudah saatnya para fungsionaris organisasi merekonstruksi kembali konsep untuk menarik minat mahasiswa. 

Sejumlah langkah yang perlu ditawarkan yaitu melakukan pembaharuan organisasi yang sejalan dengan situasi dan kondisi mahasiswa saat ini. Memutus rantai feodalisme maupun senioritas dalam organisasi, membangun sinergitas antar lembaga dan otoritas juga perlu. Mengembalikan citra organisasi dalam kampus juga dibutuhkan dengan memberikan reward bagi peserta yang mengikuti kegiatan. Selain itu, organisasi juga dituntut bisa meningkatkan nilai tawar dan menjamin kebutuhan para anggotanya. 


Menurut Eno Bening, seorang social media strategist, ada tiga hal yang dilirik sebelum masuk dalam organisasi. Yaitu pengembangan skill yang ditawarkan, relasi yang didapat, dan prestasi dari organisasi yang akan diikuti. Maka dari itu perubahan tidak hanya tentang konsep menarik minat mahasiswa. Melainkan pemgurusnya juga perlu membangun prestasi dan nilai tawar dalam organisasi yang ada. Para fungsionaris harus lebih progresif  dalam melahirkan aksi nyata berikut rekam jejak prestasi-prestasi positif yang dicapai. 

Moctar Lubis, seorang budayawan Tanah Air dalam bukunya berjudul Manusia Indonesia mengatakan, salah satu ciri orang Indonesia yaitu enggan mengemban tanggung jawab. Maka dengan adanya instrumen perubahan melalui organisasi, hal yang perlu diupayakan mahasiswa saat ini yaitu memutus akar apatisme yang semakin merajalela di kampus-kampus. Pasalnya saat ini banyak organisasi kampus yang stagnan karena apatisme mahasiswa itu sendiri.


Padahal banyak hal yang akan didapatkan mahasiswa ketika akitif berorganisasi. Di antaranya yaitu melatih jiwa kepemimpinan, membangun jiwa sosial dan solidaritas, mampu menyelesaikan problem solving dan manajemen konflik. Selain itu organisasai juga dapat memperluas relasi, mendapat pengalaman berharga dan sebagainya, (Publikasiilmiah.ums.ac.id). Pembelajaran secara teoritis mungkin bisa didapatkan di dalam ruang kelas. Namun praktik dan pengalaman hanya didapatkan di dalam organisasi. 

Maka dari itu nilai kepemimpinan, manajemen, dan organisasi harus lebih dimatangkan guna mendorong wawasan para aktivis kampus. Aktualisasinya harus direvitalisasi kembali. Organisasi yang stagnan perlu mengubah sistem dan tata kelola organisasi, terlebih di era digital saat ini. Selain itu, perlu konsistensi dalam melakukan pembacaan dan kajian untuk arah baru ke depannya. 

Maka sudah selayaknya para aktivis atau pengurus di setiap insitusi organisasi untuk berbenah dalam situasi dan kondisi yang kompleks ini. Sehingga organisasi benar-benar mampu membentuk karakter mahasiswa yang progresif dan adaptif dalam menghadapi tantangan zaman. 

Penulis: Alamsyah Gautama, Ketua Umum HMI Komisariat Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
Reactions

Post a Comment

0 Comments