Ticker

6/recent/ticker-posts

Nuzulul Qur'an dan Spirit Literasi Digital


RAMADAN diyakini sebagai bulan suci nan mulia karena di dalamnya terdapat suatu peristiwa penting yang menjadi tonggak sejarah peradaban Islam. Titik itu dimulai pada malam tanggal 17 Ramadan, ketika Nabi Muhammad pertama kalinya menerima wahyu Al-Qur'an. Bersamaan itu pula, beliau dipilih oleh Allah sebagai utusan yang mengemban tanggung jawab besar untuk membebaskan manusia dari penjara kebodohan (jahiliyah).
 
Peristiwa turunnya Al-Qur'an pertama kali di muka bumi yang terjadi pada malam 17 Ramadan kelak disebut sebagai Nuzulul Qur'an. Adapun prosesnya bermula saat nabi berkhalwat di Gura Hira guna mengasingkan diri dari gemerlapnya kehidupan dunia. Lalu Malaikat Jibril datang membawa wahyu yang suaranya seperti gemerincing lonceng. Di hadapan Muhammad, Jibril membacakan surat Al-Alaq ayat 1 sampai 5. 


Ketika memasuki bulan Ramadan seperti saat ini, umat Islam begitu antusias menantikan malam 17 Ramadan. Pada tahun ini, Nuzulul Qur'an jatuh pada tanggal 19 April 2022. Biasanya masyarakat memperingati peristiwa itu dengan bermacam kegiatan sosial-kegamaan. Banyak lembaga dan organisasi kegamaan yang mengadakan buka bersama, berbagi takjil, pengajian, tadarus dan khataman bersama, dan lain-lain.

Peringatan semacam itu tentunya memiliki nilai positif karena berusaha merawat ingatan kolektif terhadap peristiwa bersejarah. Namun masih belum sempurna jika hanya berupa perayaan seremonal belaka. Padahal di balik turunnya surat Al-Alaq ayat 1 sampai 5 dalam Nuzulul Qur'an memuat pesan utama di mana esensinya yaitu seruan kepada umat Islam untuk menjadikan aktivitas membaca sebagai tradisi yang tidak boleh luput dari kehidupan. 
 
Seperempat surat Al-Alaq yang diterima Nabi Muhammad menegaskan bahwa membaca merupakan perintah pertama yang diserukan Allah kepada umat manusia. Hal ini jelas menunjukkan bahwa Islam ialah agama yang sangat memperhatikan ilmu pengetahuan. Sementara kuatnya tradisi membaca akan membentuk manusia yang berilmu dan berpengetahuan yang nantinya menjadi pondasi dalam membangun peradaban dunia. 


Maka dari itu memperingati malam Nuzulul Qur'an ketika sebatas acara seremonial belaka tentu kurang meraih subtansinya. Pasalnya sejarah bukanlah kisah masa lalu yang terus diperingati dan dikenang dengan tujuan semua dapat mengingatnya. Melainkan lebih dari itu, terdapat pesan penting di balik sebuah peristiwa yang seharusnya dijadikan bahan refleksi dan pembelajaran sehingga nantinya dapat diwujudkan dalam laku dan praktik kehidupan.

Membaca Era Kini

Memperingati malam Nuzulul Qur'an artinya mengingat kembali pesan utama yang disampaikan Allah kepada Nabi Muhammad dalam surat Al-Alaq ayat 1 sampai 5. Kehadiran malam tersebut tentu merupakan suatu momentum penting untuk merefleksikan kembali sampai sejauh mana masing-masing dari kita menjalankan perintah Allah, yaitu berkaitan dengan tradisi membaca dan kecintaan pada ilmu pengetahuan.

Quraish Shihab, pakar tafsir Indonesia berpendapat, perintah membaca dalam surat Al-Alaq menandai bahwa Islam sangat mengutaman ilmu pengetahuan dan intelektualitas. Menurutnya, lafaz Iqra' berasal dari akar kata Qara'a yang bermakna menghimpun. Dari kata tersebut, lahir makna lain, yaitu meneliti, mengamati, menelaah, dan mendalami sesuatu hal. Selain itu, aktivitas membaca juga tidak hanya terbatas tekstual semata, namun juga termasuk membaca fenomena dan realitas sosial.


Apabila melihat konteks dalam realitas sosial saat ini, masyarakat dihadapkan dengan tantangan seiring hadirnya teknologi digital. Di mana gawai, internet, dan media sosial, sudah menjadi kebutuhan utama karena mampu mempermudah aktivitas kehidupan. Namun di sisi lain media digital juga membawa masyarakat hidup di dalam belantara informasi. Tiap detiknya disuguhi ribuan informasi, mulai dari  bentuk teks, gambar, audio, maupun video.

Di tengah kondisi demikian, kita dituntut untuk menyadari pentingnya makna yang terkandung dalam surat Al-Alaq. Ketika ditarik dalam konteks era digital seperti saat ini, wahyu tersebut seolah-olah menyeru masyarakat untuk beradaptasi dan membekali diri dengan literasi digital. Keterampilan literasi digital juga menjadi bekal utama agar seseorang mampu survive dan tidak tersesat di tengah rimba informasi seiring berkembangnya teknologi internet. 


Pasalnya saat ini banyak informasi dan konten di media yang masih belum jelas kebenarannya. Bahkan wajah media sosial yang digadang menjadi ruang diskursus publik justru dikotori oleh banyaknya hoax, fake news, hate speech, cyber-bullying, maupun konten pornografi yang non-edukatif. Ketika tidak memiliki pondasi literasi digital, tentunya akan sangat berbahaya jika membenarkan informasi yang diterima tanpa melakukan seleksi dan verifikasi. 

Urgensi Literasi Digital

Melihat fenomena saat ini, di tengah kemudahan masyarakat dalam berkomunikasi hingga berakibat pada derasnya arus informasi, tuntutan untuk mengaplikasikan pesan subtansial dalam peristiwa Nuzulul Qur'an semakin urgen dan vital. Turunnya surat Al-Alaq sebagai wahyu pertama pada dasarnya memang menuntut manusia untuk sadar akan pentingnya literasi sebagai bekal dan pondasi kehidupan. 

Selanjutnya ketika melihat perkembangan teknologi komunikasi-informasi dalam konteks saat ini, literasi digital yang menjadi bentuk literasi mutakhir ialah keterampilan dasar yang harus dimiliki setiap orang. Pasalnya literasi digital berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam mendayagunakan teknologi sebijak mungkin. Termasuk dalam hal ini supaya dapat menciptakan pola komunikasi dan interaksi yang sehat dan positif di media sosial.


Namun pada dasarnya literasi digital bukan hanya soal kemampuan dan kecakapan dalam penggunaan perangkat teknologi, informasi, dan komunikasi. Menurut UNESCO, literasi digital juga melibatkan kemampuan dalam pembelajaran bersosialisasi, sikap berpikir kritis, kreatif, inovatif, serta inspiratif sebagai kompetisi digital. Selain itu juga sebagai kemampuan membaca, memahami, menulis, dan mengkaryakan sesuatu sebagai produk pengetahuan dan informasi dalam bentuk digital, (Detik.com). 

Dalam upaya meningkatkan kecakapan literasi digital tentu membutuhkan peran dan kontribusi dari berbagai elemen. Mulai dari pemerintah dan lembaga pendidikan dengan menjadikannya sebagai program yang dapat menunjang peserta didik melalui pembelajaran berbasis digital. Di sisi lain keluarga dan komunitas sosial juga perlu terlibat aktif dalam mendampingi generasi muda dalam penggunaan teknologi sesuai dengan target dan tujuan yang ingin diraih bersama. 

Dengan begitu, pada momentum peringatan Nuzulul Qur'an di bulan Ramadan ini, ada hal yang lebih urgen daripada menggelar perayaan yang sifatnya seremonial. Esensi dari Nuzulul Qur'an dengan melihat konteks saat ini yaitu mendorong kesadaran masyarakat untuk meningkatkan kecakapan literasi digital. Selain itu spirit literasi digital juga sebagai wujud dari implementasi wahyu pertama Al-Qur'an dalam kehidupan di tengah kondisi zaman yang serba digital seperti saat ini.

(Athok Mahfud)
Reactions

Post a Comment

0 Comments