Ticker

6/recent/ticker-posts

Berita Bohong (Hoaks) dalam Perspektif Al-Qur'an

Gambar: Kumparan.com

DI dalam Al-Qur’an, istilah berita bohong atau hoaks ditunjukkan dengan kata الإفك (al-ifk). Kata ifk di dalam Al-Qur’an memiliki beberapa makna, di antaranya yaitu memalingkan atau membalikkan sesuatu, dusta, memalingkan dari yang benar ke yang salah, berita bohong, dan lainnya. Segala hal yang dipalingkan dari posisi awalnya disebut ifk. Maka dalam hal ini, hoaks yang marak terjadi di era digital internet ini disebut ifk, lantaran informasinya memalingkan dari yang benar kepada yang salah.

Jauh sebelum memasuki era internet dan media sosial, fenomena tersebarnya berita hoaks sebenarnya sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Ayat yang menyebutkan term ifk ialah Surat An-Nur ayat 11-12, menggambarkan berita bohong yang disebarkan oleh salah seorang munafik yang menuduh istri Rasulullah, Siti Aisyah telah berbuat zina atau berselingkuh ketika akan pulang bersama pasukan muslimin menuju Madinah. Berikut ini ayatnya: 

إِنَّ ٱلَّذِينَ جَآءُو بِٱلْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِّنكُمْ ۚ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَّكُم ۖ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ لِكُلِّ ٱمْرِئٍ مِّنْهُم مَّا ٱكْتَسَبَ مِنَ ٱلْإِثْمِ ۚ وَٱلَّذِى تَوَلَّىٰ كِبْرَهُۥ مِنْهُمْ لَهُۥ عَذَابٌ عَظِيم ٌ لَّوْلَآ إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ ٱلْمُؤْمِنُونَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتُ بِأَنفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا۟ هَٰذَآ إِفْكٌ مُّبِينٌ

Artinya:Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyebaran berita bohong itu baginya azab yang besar. Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.”

Menurut Quraish Shihab, tersebarnya berita bohong dalam ayat tersebut bermula ketika Aisyah tertinggal dari rombongan pasukan muslim saat perjalanan pulang menuju Madinah. Waktu itu Aisyah pergi mencari kalungnya yang terjadi saat ia memenuhi hajat. Namun orang muslim yang bertugas membawa tandu mengira bahwa ia sudah berada di dalam tandu tersebut. Sewaktu Aisyah kembali, ternyata rombongan sudah tidak ada. Lalu ia pun memilih menunggu di tempat semula dan akhirnya tertidur. 


Selanjutnya salah satu sahabat Nabi Muhammad bernama Safwan bin Mu’attal al-Sulami juga tertinggal dari rombongan muslim lainnya. Dia pun menemukan Aisyah dan langsung mengantarnya pulang. Berita tersebut diketahui Abdullah bin Ubay, salah seorang munafik yang berpura-pura setia kepada Rasulullah. 

Tidak sampai di situ, Abdullah bin Ubay kemudian menyebarkan berita bohong bahwa Aisyah telah berbuat maksiat dengan Safwan. Hingga berita itu tersebar luas di kalangan umat Islam. Bahkan keluarga Rasulullah hampir hancur seandainya Allah tidak menurunkan kedua ayat di atas untuk membersihkan Aisyah dari tuduhan orang munafik tersebut.  

Ayat tersebut menjelaskan bahwa ketika berita bohong tersebar, namun sikap kaum muslimin ada yang terdiam, tidak membenarkan ataupun tidak membantah. Ada pula yang membicarakannya sambil bertanya-tanya, dan ada juga yang tidak mempercayainya dan percaya terhadap kesucian Siti Aisyah. 

Sehingga ayat tersebut menjadi peringatan terhadap orang-orang yang diam seakan-akan membenarkan. Allah menganjurkan kaum muslimin untuk berprasangka baik kepada orang-orang yang dicemarkan namanya, dalam hal ini Aisyah dan keluarga Nabi Muhammad. Dan juga berkata “bahwa ini adalah suatu kebohongan yang nyata.”   


Selanjutnya, Al-Qur’an mengancam umat Islam untuk tidak ikut andil dalam menyebarkan berita hoaks. Jangan sampai ketika menerima berita bohong namun tidak mengetahui kebenarannya, tetapi ikut menyebarkannya. Sebagaimana firman Allah dalam Surat An-Nur ayat 14 sampai 15: 

وَلَوْلَا فَضْلُ ٱللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُۥ فِى ٱلدُّنْيَا وَٱلْءَاخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِى مَآ أَفَضْتُمْ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيم ٌ إِذْ تَلَقَّوْنَهُۥ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُم مَّا لَيْسَ لَكُم بِهِۦ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُۥ هَيِّنًا وَهُوَ عِندَ ٱللَّهِ عَظِيمٌ

Artinya: Dan seandainya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu di dunia dan akhirat, niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar, disebabkan oleh pembicaraanmu tentang (berita bohong) itu. Ingatlah ketika kamu menerima (berita bohong) itu dari mulut ke mulut dan kamu katakana dari mulutmu itu apa yang tidak kamu ketahui sedikitpun, dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu suatu perkara yang besar.

Ayat tersebut menjelaskan tentang ancaman Allah yang ditujukan kepada orang-orang yang terlibat dalam menyebarkan hoaks, baik yang sudah mengetahuinya maupun yang belum mengetahuinya. Pesan ini jika dikontekstualisasikan di tengah akses internet dan media sosial seperti sekarang yaitu sebisa mungkin kita tidak ikut membagikan (share) dan memviralkan berita-berita heboh yang belum jelas kebenarannya, maupun kevalidan sumbernya. Pasalnya sebagaimana kasus yang menimpa Aisyah, dari berita bohong tersebut dapat menimbulkan dampak dan kerugian yang besar, bahkan dapat mengganggu hubungan antar sesama umat Islam. 


Hoaks dalam Al-Qur’an ditunjukkan dengan kata ifk, selain terdapat pada QS. An-Nur: 11 dan 12, juga disebutkan sebanyak tujuh kali di surat yang lainnya. Di antaranya terdapat dalam QS. Al-Furqan: 4, QS. Saba’: 43, QS. Al-Ahqaf: 11 dan 28, QS. Al-Ankabut: 17, serta QS. As-Saffat: 86 dan 151. Kata ifk sendiri digunakan untuk mengambarkan beberapa macam kebohongan.

Pertama, yaitu kebohongan yang dibuat orang-orang kafir tentang sesembahan mereka yang dapat memberikan pertolongan (QS. al-Ankabut: 17). Kedua, kebohongan orang-orang kafir yang menyatakan bahwa Allah beranak (QS. Ash-Shaffat: 151). 

Selanjutnya, kebohongan orang-orang kafir yang menyatakan jika Al-Qur’an tidak memberikan petunjuk bagi umat manusia (QS. Al-Ahqaf: 11). Kemudian, kebohongan orang munafik yang menuduh istri Nabi Muhammad, Siti Aisyah telah berbuat maksiat dengan salah seorang sahabat (QS. An- Nur: 11-12).  

Penulis: Mahfud Al-Buchori
Reactions

Post a Comment

0 Comments