Ticker

6/recent/ticker-posts

7 Tradisi Teori Komunikasi Massa, Mulai dari Semiotika Hingga Retorika

Ilustrasi teori komunikasi massa

Pada bagian ketiga The Traditions of Communication Theory dalam bukunya berjudul Theories of Human Communication, Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss menjelaskan tradisi-tradisi teori komunikasi. Littlejohn dan Karen A. Foss menjelasakan berbagai tradisi teori yang digunakan untuk memahami komunikasi yang terjadi dalam individu maupun masyarakat. Pada bagian ini, Littlejohn dan Karen A. Foss menjelaskan tentang model teori komunikasi yang digagas dan dikembangkan oleh Robert Craig, ahli teori komunikasi dari Amerika. 

Robert Craig mengembangkan metamodel (model dari model-model) untuk memberikan bentuk yang sesuai dan dapat membantu mendefenisikan permasalahan-permasalahan dan pembahasan tentang asumsi yang menentukan pendekatan-pendekatan terhadap berbagai teori. Dia membagi teori komunikasi menjadi tujuh tradisi. Yaitu semiotik, fenomenologis, sibernetika, sosio-psikologis, sosio-kultural, tradisi kritis, dan retoris. Setiap tradisi berfokus pada aspek yang berbeda atau bidang komunikasi khusus dengan satu sudut pandang tertentu. 

Tradisi Semiotik

Pertama, tradisi semiotik adalah salah satu disiplin ilmu yang melihat pentingnya tanda dan simbol serta bagaimana tanda dan simbol tersebut mewakili gagasan dan konsep melalui pengalaman dan persepsi manusia. Hal ini muncul untuk memproyeksikan pemikiran bahwa melalui persepsi diri kita sendiri, kita dapat menafsirkan makna objek-objek yang memiliki kehadiran simbolis dan bukan sekedar objek realitas. Dalam konteks ini, tanda berarti stimulus yang menunjukkan atau menunjukkan kondisi lain sementara simbol menunjukkan tanda kompleks dengan banyak makna, termasuk makna yang sangat pribadi.

Baca Juga: Tradisi dan Perkembangan Teori Komunikasi Massa

Makna menurut tradisi ini adalah hubungan terikat dari tiga hal, yaitu objek, orang, dan tanda. Ketiga hal tersebut memiliki hubungan triadik. Untuk memperluas cabang semiotika lebih jauh, ada juga tiga subdivisi yang memisahkan luasnya tradisi ini. Pertama semantik berbicara tentang bagaimana tanda-tanda berhubungan dengan yang ditunjukkannya atau apa yang ditunjukkan oleh tanda-tanda. 

Kedua, sintaksis hubungan antar tanda-tanda. Sintaktik selalu mengacu pada aturan-aturan yang dengannya orang mengombinasikan tanda-tanda dalam sistem makna yang kompleks. Ketiga pragmatik yang mengkaji bagaimana tanda-tanda membuat perbedaan dalam kehidupan manusia atau penggunaan praktis serta berbagai akibat dan pengaruh tanda pada kehidupan sosial.

Tradisi Fenomenologi

Tradisi teori kedua yaitu fenomenologis yang mempunyai fokus yang berbeda dengan tradisi semiotik. Fokusnya lebih pada penafsir individu dibandingkan fungsi dan sifat simbolis dari tanda itu sendiri. Fenomenologis mengasumsikan bahwa orang-orang secara aktif menginterpretasikan pengalaman-pengalamannya dan mencoba memahami dunia dengan pengalaman pribadinya. Tradisi ini melihat pada pengalaman sadar seseorang. Oleh karenanya, pengalaman langsung sangat penting dalam tradisi teori fenomenologis ini. 

Baca Juga: Pengembangan Literasi Digital Berbasis Dongeng Sains

Tradisi fenomenologi terbagi menjadi tiga aliran pemikiran: fenomenologi klasik, fenomenologi persepsi, dan fenomenologi hermeneutik. Fenomenologi klasik memandang bahwa kebenaran dapat diyakinkan melalui kesadaran dalam menangkap pengalaman langsung. Hanya melalui perhatian sadar, kebenaran dapat diketahui. Fenomenologi persepsi menyatakan bahwa pengalaman ialah subjektif, bukan objektif. Aliran ini percaya bahwa subjektivitas merupakan bentuk penting sebuah pengetahuan. Fenomenologi hermeneutik mirip dengan persepsi namun lebih luas dan bentuk penerapannya lebih lengkap pada aspek bahasa dan komunikasi. 

Tradisi Sibernetika 

Selanjutnya tradisi sibernetika yang memiliki sedikit perbedaan dibandingkan dua tradisi sebelumnya. Sibernetika ialah tradisi sistem-sistem kompleks yang di dalamnya banyak orang saling berinteraksi, mempengaruhi satu sama lainnya. Perspektif sibernetika dibutuhkan dalam memahami kedalaman dan kompleksitas dinamika dalam berkomunikasi. Dalam teori sibernetika menjelaskan bagaimana proses fisik, biologis, sosial dan perilaku bekerja. Dalam tradisi sibernetika terdapat empat varasi teori sistem berdasarkan lingkungan nyata, fisik, dan sosial. Yaitu teori sistem dasar (basic system theory), sibernetika (cybernetics), teori sistem umum (general system theory) dan sibernetika tingkat kedua (second order cybernetics).

Teori sistem dasar berfokus pada pengamatan luar terhadap aliran aktual dan struktur sistem. Sibernetika menjadi kajian yang berpusat pada jaringan melingkar dan putaran umpan balik. Adapun teori sistem umum mengaarah pada hubungan kesamaan sistem di platform lain. Sementara sibernetika tingkat kedua lebih melihat bagaimana pengaruh pengamat terhadap suatu sistem serta pengaruhnya terhadap pengamat. Tradisi sibernetika ini memberikan gambaran besar tentang bagaimana sistem bekerja, namun tradisi ini tidak mempertimbangkan bagian-bagian kecil dan pengaruh yang berinteraksi satu sama lain.

Baca Juga: Tantangan Jurnalis dalam Menghadapi Transformasi Teknologi Digital

Sosio-Psikologis

Tradisi teori komunikasi yang keempat yakni sosio-psikologis. Tradisi ini lebih mengkaji pada individu sebagai makhluk sosial. Teori tradisi sosio-psikologis memiliki fokus kajian pada perilaku sosial individu, variabel psikologis, efek individu, kepribadian dan sifat, persepsi serta kognisi. Pendekatan individualis menjadi ciri khas dalam tradisi sosio-psikologis, merupakan hal umum dalam pembahasan komunikasi serta lebih luas dalam ilmu pengetahuan sosial dan perilaku. Konteksnya dengan komunikasi, kepribadian atau pengaruh psikologis seseorang akan mempengaruhi bagaimana cara mereka bereaksi terhadap pesan pesan tertentu, menerima pesanpesan tersebut, atau menjadi bias terhadap pesan-pesan tersebut.

Tradisi sosio-psikologis dapat dibagi menjadi 3 cabang besar, yakni perilaku, kognitif dan biologis. Dalam perspektif perilaku, teori-teori berkonsentrasi pada bagaimana manusia berperilaku dalam situasi-situasi komunikasi. Adapun ersepktif kognitif maka berfokus pada bentuk pemikiran, termasuk konsentrasi pada bagaimana individu memperoleh, menyimpan dan memproses informasi untuk kemudian menghasilkan output berupa perilaku. Jika dilihat dari aspek biologis, psikologis berhubungan dengan genetika. Termasuk fungsi dan struktur otak, neurochemestry dan faktor genetik dalam menjelaskan perilaku manusia.

Sosio-Kultural

Kelima yaitu tradisi sosio-kultural. Jika dibandingkan dengan sosio-psikilogis, sosiokultural merupakan studi tentang hubungan seseorang secara keseluruhan dengan suatu budaya, bukan pada perbedaan individu. Dalam hubungannya dengan komunikasi, tradisi ini menunjukkan cara pemahaman kita terhadap makna, norma, peran, dan peraturan yang dijalankan secara interaktif. Teori ini mengeksplorasi dunia interaksi yang dihuni manusia, menjelaskan bahwa realitas bukanlah seperangkat susunan di luar manusia, tetapi dibentuk melalui proses interaksi dalam kelompok, komunitas, dan budaya.

Dalam tradisi ini, realitas adalah jumlah dari semua bagian ketika memandang orang sebagai komponen dan pengaruh jumlah tersebut terhadap individu. Jika disederhanakan, kita adalah produk dari cara orang memandang dan merepresentasikan diri kita sendiri. Cara kita menampilkan diri adalah cara kita ingin dianggap oleh orang lain dan cara mereka memandang kita, meskipun pandangan awal mungkin stereotip, merupakan pemicu langsung tentang cara mereka bertindak terhadap kita dan dengan demikian menegaskan kembali identitas kita. 

Baca Juga: Media Sosial dan Hasrat Irasional

Tradisi Kritis

Tradisi komunikasi keenam yaitu tradisi kritis. Tradisi ini berpusat pada pandangan yang sangat idealis. Pasalnya untuk terlibat dalam tradisi kritis, memperoleh pengetahuan saja tidak cukup, namun tindakan juga merupakan nilai kunci yang sangat mendasar. Perubahan sosiologis melalui komunikasi sangatlah penting karena kajian dalam variasi ini cenderung berkisar pada kekuasaan, penindasan, kesenjangan, dan hak istimewa yang berbeda secara demografis dalam suatu masyarakat. Di antara disiplin kajian dalam tradisi ini yaitu marxisme, Mazhab Frankfurt, post modernisme, cultural studies, post strukturalisme, post kolonialisme dan kajian feminisme.

Tradisi kritik ini mengandung tiga keunggulan atau kelebihan. Pertama, tradisi kritik mencoba memahami sistem yang sudah dianggap benar, struktur kekuatan dan keyakinan atau ideologi, yang mendominasi masyarakat dengan pandangan tertentu di mana minat-minat disajikan oleh struktur-struktur kekuatan tersebut. Kedua, tradisi ini berusaha untuk mempromosikan emansipasi atau masyarakat yang lebih bebas dan lebih berkecukupan ketika melihat kondisi-kondisi sosial yang menindas. Ketiga, teori kritik menciptakan kesadaran untuk melakukan atau mencapai perubahan dalam kondisi-kondisi yang mempengaruhi masyarakat. 

Tradisi Retorika

Berikutnya tradisi terakhir dalam komunikasi adalah tradisi retorika. Awalnya retorika hanya dimaknai secara sempit yang berhubungan dengan persuasi atau seni penyusunan argumen dan pembuatan naskah pidato. Namu pemahaman menjadi berkembang. Fokus dari retorika semakin luas yang mana mencakup segala cara manusia dalam menggunakan simbol untuk memengaruhi lingkungan di sekitarnya dan untuk membangun dunia tempat mereka tinggal. Pusat dari tradisi retorika adalah 5 hal yang meliputi penemuan, penyusunan, gaya, penyampaian dan daya ingat. 

Baca Juga: Kesiapan Pendidikan Indonesia Menuju Era Society 5.0

Ketujuh tradisi teori tersebut mencoba menguraikan fokus kajian dengan kedalaman dari masing-masing tradisi. Dari ketujuh teori, mereka sendiri saling terhubung dan masing-masing tidak dapat bertahan sendiri untuk menjelaskan seluruh aspek komunikasi. Tradisi-tradisi tertentu berbenturan satu sama lain, misalnya antara semiotik dan sibernetika. Sedangkan tradisi-tradisi lain bekerja sama dan membantu menjelaskan satu sama lain, misalnya sibernetika dan sosiopsikologi. Namun semuanya membentuk teka-teki yang mencoba menyatukan apa yang dimaksud dengan komunikasi.

Ketujuh tradisi teori di atas sangat penting dipelajari dan dikaji dalam ilmu komunikasi. Berger dan Chaffee dalam buku Handbook of Communication Science mendefinisikan ilmu komunikasi sebagai ilmu pengetahuan tentang produksi, proses, dan pengaruh dari sistem-sistemtanda dan lambang melalui pengembangan teori-teori yang dapat diuji dan digeneralisasikan dengan tujuan menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan produksi, proses, dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang. 

Definisi ilmu komunikasi yang dijelaskan oleh Berger dan Chaffeememberikan tiga pokok pikiran. Pertama, objek pengamatan yang jadi fokus perhatian dalam ilmu komunikasi adalah produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang dalam konteks kehidupan manusia. Kedua, ilmu komunikasi bersifat ilmiah-empiris (scientific) dalam artian pokok-pokok pikiran dalam ilmu komunikasi harus berlaku umum. Ketiga, ilmu komunikasi bertujuan menjelaskan fenomena sosial yang berkaitan dengan produksi, proses, dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang. 

Dengan begitu, dapat disebutkan bahwa teori komunikasi pada dasarnya merupakan konseptualisasi atau penjelasan logis tentang fenomena peristiwa komunikasi dalam kehidupan manusia. Peristiwa yang dimaksud tersebut mencakup produksi, proses, dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang yang terjadi dalam kehidupan manusia. 

Adapun dari aspek sifat dan tujuan teori bukan semata untuk menemukan fakta yang tersembunyi, tetapi juga suatu cara melihat fakta, mengorganisasikan, serta mereprentasikan fakta tersebut. Teori yang baik adalah teori yang sesuai dengan realitas kehidupan. Teori yang baik adalah teori yang konseptualisasi dan penjelasannya didukung oleh fakta serta dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.

(Athok Mahfud)

Reactions

Post a Comment

0 Comments