Ticker

6/recent/ticker-posts

Buya Hamka dan Tafsir Al-Azhar

Foto: Republika.co.id

HAJI Abdul Malik Karim Amrulloh atau yang biasa dikenal dengan nama Hamka adalah sastrawan Indonesia, ulama’, dan aktivis politik. Ia lahir pada 17 September 1908 atau 14 Muharram 1326 Hijriyah, di kampong Molek, Maninjau, Sumatera Barat, Indonesia. 

Hamka mendapat pendidikan rendah di sekolah dasar Maninjau sampai kelas dua. Ketika usianya mencapai 10 tahun, ayahnya mendirikan pondok pesantren Sumatera Thawalik di Padang Panjang. Disini Hamka mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. 

Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama’ terkenal seperi Syekh Ibrahim Musa, Syekh Ahmad Rasyid, AR Sutan Mansur, R.M. Surjopranoto dan Ki Bagus Hadi Kusumo. Pada 5 April 1929 dia meikah dengan Siti Raham. Dia sendiri baru berusia 21 tahun dan isterinya 15 tahun. 

Baca Juga: Tafsir Al- Misbah, Karya Terbesar Quraish Shihab

Dari pernikahannya itu, mereka dikaruniai 10 anak, 7 laki-laki dan 3 perempuan. Pada tanggal 1 Januari 1972 isteriya meninggal dunia di Jakarta. 1 tahun 8 bulan setelah isteri pertamanya meninggal, pada tanggal 19 Agustus 1972 Hamka menikah dengan Hj. Siti Khadijah dari Cirebon, Jawa Barat. 

Hamka adalah seorang otodidak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosio dan politik, baik Islam maupun Barat. Ia juga aktif dalam gerakan islam melalui organisasi Muhammadiyah.  

Pada tahun 1945, ia membantu menentang usaha kembalinya penjajah Belanda ke  Indonesia melalui pidato-pidatonya yang menyertai kegiatan geriliya di dalam hutan di Medan. Dari tahun 1964 hingg tahun 1966, Hamka dipenjarakan oleh Presiden Soekarno karena dituduh pro Malaysia. 

Pada waktu di penjaralah ia berhsail menulis kitab tafsir Al-Azhar sampai selesai 30 Juz. Hamka juga menghasilkan karya ilmiah islam dan  karya kreatif seperti novel dan cerpen. Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan atar bangsa seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa Universitas Al- Azhar Kairo pada 1958,  Doctor Honoris Causa Universitas Kebangsaan Malaysia pada 1974, dan gelar Datuk Indono dan Pangeran Wiroguno dari Pemerintah Indonesia. 

Baca Juga: Mengenal Quraish Shihab, Mufasir Kebanggaan Tanah Air

Terdapat beberapa faktor yang mendorong Hamka menulis kitab tafsir. Antara lain yaitu kesadaran menanamkan semangat dan kepercayaan Islam dalam jiwa para pemuda Melayu, khususnya pemuda-pemuda di Indonesia yang berminat memahami AL-Qur’an, akan tetapi terhalang dalam penguasaan Bahasa Arab. 

Kecenderungan  Hamka terhadap penulisan Tafsir Al-Azhar ini juga bertujuan untuk memudahkan pemahaman para mubaligh dan para pendakwah serta meningkatan keberkesanan dalam penyampaian khutbah-khutbah yang diambil dari sumber-sumber bahasa Arab.

Hamka memulai Tafsir Al-Azhar dengan surah Al-Mukminun karena beranggapan bahwa beliau tidak sempat menyempurnakan ulasan lengkap terhadap tafsiran tersebut semasa hayatnya. Penulisan tafsir ini bermula melalui kuliah subuh yang disampaikan oleh Hamka di Masjid Al-Azhar dan diterbitkan dalam majalah ‘Panji Masyarakat’. 

Kuliah tersebut berlanjut sampai terjadi kekacauan politik di mana masjid tersebut telah dituduh menjadi sarang “Neo Masyumi” dan “Hamkaisme”. Akibat dari tuduhan tersebut, penertiban Panji Masyarakat diharamkan. 

Baca Juga: Bijak dalam Memaknai Ayat Poligami

Tafsir Al-Azhar ditulis dalam 30 jilid dan pada bagian akhir setiap jilid, Hamka mencatatkan tempat jilid tersebut ditulis. Penerbitan pertama Tafsir Al-Azhar pada tahun 1968 diterbitkan oleh penerbit Pembimbing Masa yaitu dari juz 30 dan juz 15 sampai juz 29 oleh Pustaka Islam Surabaya pada tahun 1973. Terakhir diterbitkan oleh Yayasan Nurul Islam Jakarta yaitu dari juz 5 sampai juz 14 pada tahun 1975.  

Pelajaran tafsir sehabis salat subuh  di Masjid Al-Azhar telah didengar dimana-mana hingga seluruh Indonesia. Teladan ini pun dituruti orang. Terutama, sejak peluang keluarnya majalah bernama Gema Islam sejak Januari 1962. Segala kegiatan di masjid itu ditulis dalam majalah tersebut kantor redaksi dan administrasi majalah bertempat dalam ruang masjid itu pula. Karena ia diterbitkan oleh perpustakaan Islam Al-Azhar yang telah di dirikan sejak pertengahan tahun 1960.

Atas usul dari tata usaha majalah waktu itu, yaitu saudara H. Yusuf Ahmad, segala pelajaran tafsir waktu subuh, dimuat di  majalah Gema Islam tersebut. Maka dari Hamka memberikan nama tafsirnya Al-Azhar. Sebab tafsir ini timbul di Aasjid Agung Al-Azhar, yang nama itu diberikan oleh Syekh Jami’ Al-Azhar. 

(AM)

Reactions

Post a Comment

0 Comments