Ticker

6/recent/ticker-posts

Miracle

Desain: Faaza Riski Nafiah

GADIS KECIL itu membuka matanya perlahan. Dengan samar-samar ia memandang dinding langit kamarnya. Suara pintu terbuka dengan pelan, sedikit demi sedikit terlihat jelas Ibu yang membawa bubur dan minuman hangat seraya berkata lembut, “Putri kecil Ibu sudah bangun, sekarang waktunya tuan putri untuk sarapan”. 

Gadis kecil bernama Rachel itu duduk di ranjangnya dengan wajah dan kulit putih yang pucat. Ibu meletakkan meja makan di atas ranjang dan duduk di samping ranjang putrinya dengan memandang sendu putrinya yang memakan bubur dikit demi sedikit.  

“Ibu...kenapa rambut Rachel belum tumbuh juga? Kata ibu jika Rachel makan banyak rambut Rachel akan tumbuh cantik”. 

Ibu mengelus lembut topi rajut yang menutupi anak tersebut seraya berkata dengan lembut, “Rambut Rachel akan tumbuh jika Rachel bisa menghabiskan bubur ini.” 

Mendengar kata itu Rachel tersenyum dan melanjutkan makan dengan lahap.

Pagi itu Rachel kecil membuka jendela, terlihat di luar rintik-rintik salju dan halaman sudah dipenuhi salju. Rachel menatap teman-teman seumurannya bisa berlarian dengan melemparkan bola salju. Dengan mata berkaca-kaca hati kecilnya berkata  ingin sekali bisa bermain salju dengan teman-temannya. 

Rachel dengan perlahan keluar kamarnya, terlihat Ibu yang sibuk di dapur untuk memasak makan siang.

“Ibu... apa Rachel boleh keluar bermain?” katanya. 

Ibu terkejut melihat Rachel yang keluar dari kamarnya. “Rachel...Ibu belum bisa membiarkan Rachel untuk bermain dengan yang lain” suara Ibu menahan tangis.

Mendengar hal itu Rachel kecil menangis dengan keras. “Rachel ingin mempunyai teman, ingin bermain salju seperti yang lainnya, setiap hari Rachel hanya berada di kamar atau rumah sakit, Ibu tidak pernah membiarkan Rachel keluar” kata Rachel.

Ibu yang tidak bisa membalas dengan sepatah kata pun hanya bisa memeluk putrinya dan menangis tersedu-sedu karena kondisi putrinya.

Hari demi hari telah berlalu. Rachel hanya bisa berbaring di tempat tidur dengan kondisi yang lebih buruk. Karena hal itu membuat Ibunya semakin khawatir, dengan cepat Ibu membawa Rachel ke rumah sakit. 

Sesampai di rumah sakit, dokter yang menangani Rachel dengan cepat memeriksa kondisi Rachel dan menyarankan agar Rachel dirawat inap karena penyakit leukimia yang diderita Rachel sudah menyebar. 

Mendengar hal itu tangis Ibu Rachel pecah. Malam itu Ibu Rachel memegang tangan putrinya yang terpasang infus. Lalu Ibu berdoa kepada Tuhan untuk putrinya dengan suara yang sesak dan air mata yang tidak berhenti mengalir.

Suara kicauan burung terdengar dari kamar rumah sakit yang berada di lantai lima. Sinar matahari menembus kaca-kaca yang mulai menerangi sudut-sudut kamar. Tangan Rachel yang digenggam Ibunya bergerak sehingga membangunkan Ibunya. 

Rachel mulai sadar dan bisa tersenyum seperti biasanya hingga tiba waktunya untuk makan siang. Ibu tergesa-gesa menuju rumah sakit yang saat itu Ibu sedang dalam waktu istirahat di tempat kerjanya. 

“Brrrakkk” terdengar suara pintu yang terbuka, Rachel terkejut setelah melihat Ibunya yang datang dengan tergesa-gesa.

“Hallo tuan putri, apa ibu melewatkan makan siang ini?” tanya Ibu dengan napas terengah-engah.

Tak berselang lama datang suster yang membawakan makanan untuk Rachel. Ibu menyuapi Rachel dengan pelan dan penuh kasih sayang.

“Ibu... Rachel ingin sembuh, Rachel ingin mempunyai rambut yang panjang dan cantik. Rachel juga ingin bermain salju di luar,” kata Rachel saat ibu akan menyuapi Rachel. 

Ibu tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya tersenyum. Setelah menyelesaikan makan siang Ibu harus kembali lagi ke tempat kerjanya dan Rachel hanya bisa memandang kosong ke arah langit yang mulai turun salju. 

Malam tiba Ibu kembali lagi ke rumah sakit untuk bertemu putri kecilnya. Dia membuka pintu dengan perlahan dan terlihat malaikat kecilnya sudah tertidur. Ibu menatap putri kecilnya dengan air mata yang mengalir deras di pipinya. 

Rachel membuka mata perlahan dan berkata “Ibu sudah datang, Ibu tolong peluk Rachel malam ini, Rachel ingin tidur bersama Ibu.” 

Mendengar hal itu Ibu naik ke ranjang dengan memeluk erat putri kecilnya. 

“Ibu nyanyikan lagu untukku, Rachel ingin mendengar suara Ibu,” bisik Rachel. 

Ibu pun mulai menyanyikan lagu untuk Rachel. Suara Ibu yang lembut dan ringan membuat Rachel tertidur.

Rachel mulai membuka matanya lagi. Dia merasa dia terbangun di ranjang kamarnya. Rachel merasa ada yang aneh dengan dirinya saat dia menyadari mempunyai rambut panjang yang cantik. Lalu dia bergegas menemui Ibunya. 

Rachel turun melalui anak tangga dengan pelan untuk mencari Ibunya. Tetapi di rumah tidak ada siapapun. Di seluruh sudut rumah, dia terus memanggil Ibunya hingga akhirnya terdengar ada yang mengetuk pintu Rachel. 

Rachel dengan hati-hati membuka pintu itu, terlihat seorang laki-laki di depan rumah dengan mantel yang tebal berwarna putih dengan suara lembut laki-laki itu mengulurkan tangannya dan berkata pada Rachel.

“Hai Rachel, Apa Rachel mau melihat salju dengan Ayah?” 

Rachel kebingungan dan saat itu dia hanya memakai piyama. Laki-laki itu sudah membawakan syal dan mantel untuk Rachel. Rachel merasa sangat bahagia ketika bisa menginjakkan kakinya di atas salju. 

Dengan langkah kecil laki-laki itu menggandeng Rachel menuju taman-taman yang dipenuhi salju. Terlihat ada sebuah pintu yang indah dibalik pohon natal. Rachel mulai tersadar bahwa disana tidak ada Ibunya dan Rachel merasa takut, laki- laki itu berkata tidak apa-apa karena laki-laki itu akan menjaga Rachel, dengan langkah yang riang Rachel memasuki pintu dengan laki-laki itu. 

Penulis: Faaza Riski Nafiah 
Reactions

Post a Comment

1 Comments