Ticker

6/recent/ticker-posts

Valentine Bukan Islami, Hanya Hak Pribadi

VALENTINE di Indonesia disebut sebagai hari kasih sayang. Perayaan Valentine biasanya dilakukan pada tanggal 14 Februari dengan perayaan yang beraneka ragam. Siapapun orangnya, memiliki hak untuk merayakannya. Asal dengan tujuan yang positif dan tidak merugikan orang lain.

Walaupun begitu, ada beberapa agama di Indonesia yang mengimbau tidak merayakan valentine. Salah satunya adalah agama Islam. Islam melarang setiap muslim ikut merayakan hari Valentine oleh karena beberapa faktor di dalamnya. Di antaranya adalah untuk menjaga laki-laki dan perempuan agar terhindar dari zina (bagi mereka yang belum menikah). Juga alasan lainnya adalah karena sejarah Valentine itu sendiri.

Sejarah hari Valentine memiliki berbagai macam versi. Salah satu versi yang populer adalah berasal dari kisah tragis pendeta St. Valentine yang menentang kebijakan seorang kaisar bernama Claudius II. Karena sang kaisar sudah ditentang, St. Valentine terpaksa dipukuli dan di akhir hayatnya. Ia dipancung hingga meninggal pada tanggal 14 Februari 278 Masehi.

Baca Juga: Peran Perempuan dalam Politik Indonesia

Apa yang telah ditentang St. Valentine sederhana dan benar. Claudius II saat menjadi kaisar Roma saat itu dikenal kejam. Di antara kekejamannya itu, ia sampai melarang seluruh penduduknya segala bentuk pernikahan ataupun pertunangan. Ia merasa apabila tidak ada yang menikah, seluruh penduduk khususnya tentara menjadi lebih fokus berperang dan berakhir menang. Di sinilah yang membuat St. Valentine tidak sepakat dan menentang keras kebijakan yang telah dibuat oleh sang kaisar.

Bahkan St. Valentine suatu ketika memberanikan diri menikahkan pasangan anak muda secara diam-diam. Namun nasib buruk menimpanya. Ia tertangkap basah oleh sang kaisar, akhirnya St. Valentine ditahan dan dihukum sampai meninggal dunia. Selama di tahanan, St. Valentine sempat menuliskan catatan kepada seorang putri penjaga penjara yang saat itu menjadi temannya, bertuliskan "From Your Valentine." Dari tulisan inilah yang membuat kata-kata Valentine menjadi populer dan dikenal sebagai hari kasih sayang.

Berdasarkan salah satu versi cerita di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa tidak ada sedikitpun unsur Islami di dalam alur kisahnya. Sehingga hal itu menjadi wajar apabila Islam menghimbau setiap muslim untuk tidak merayakannya, apalagi sampai berbuat maksiat di dalamnya. Melarang bukan berarti tidak sepakat dengan perayaannya. Perihal kepercayaan dan adat istiadat, Islam tidak begitu mempermasahkannya karena sudah jelas tertuang di kitab suci Al-Qur'an surat Al-Kafirun yang berbunyi kurang lebihnya, "Untukmu agamamu, untukku agamaku."

Baca Juga: Perempuan dalam Konstruksi Wacana Kecantikan

Adapun di Indonesia hal tersebut masih dapat ditoleransi perihal pro ataupun kontra, selamanya tidak dapat dihilangkan. Karena Indonesia tidak dikenal sebagai negara yang mempunyai satu agama saja. Bukan termasuk negara Islam akan tetapi negara dengan bhineka tunggal ika.

Berbeda apabila di negara Arab Saudi sana yang dikenal dengan sebutan negara Islam. Oleh karena membawa penduduk yang mayoritas Islam, maka apabila Arab Saudi bersentuhan langsung dengan perayaan yang tidak Islami, secara otomatis akan mempertanyakan kredibiltas negaranya.

Hastag #valentinmaksiat saja sempat mengangkat kabar ketidaknyamanan orang-orang atas Arab Saudi yang ikut merayakan hari Valentine di tahun 2022 ini. Semua itu berawal dari beberapa penduduk Arab Saudi yang tahun ini beramai-ramai memajang pakaian dalam (lingerie) berwarna merah di etalase toko mereka, (Cnnindonesia).

Yang menjadi garis bawah adalah bahwa memajang pakaian dalam (lingerie) berwarna merah bukan berarti ikut merayakan hari Valentine. Apalagi disangkutpautkan dengan agama Islam yang membuat masyarakat dunia khususnya Indonesia menjadi tidak nyaman. Tidak ada hubungannya sama sekali.

Baca Juga: Pancasila dalam Bayang Khilafah

Sama arti ketika di Indonesia sedang merayakan puasa bulan Ramadlan lalu banyak masyarakat non-Muslim membuka lapak takjil di sore hari ataupun membuat promo diskon besar-besaran di bulan Ramadlan. Apakah itu termasuk merayakan? Tidak. Mereka hanya memanfaatkan peluang dagang, agar dagangannya laris manis.

Begitupun sama halnya dengan Arab Saudi. Mereka hanya menggunakan strategi dagangnya saja, dari yang awalnya berjualan pakaian, pada hari Valentine ditambah lingerie berwarna merah. Atau yang awalnya menjual lingerie saja, kemudian diperbanyak menjadi warna merah secara keseluruhan agar penduduk Arab ataupun mancanegara tertarik membelinya.

Perihal adanya pro ataupun kontra dari orang yang melihatnya, pasti akan selalu ada. Padahal sudah jelas bahwa ikut ataupun tidaknya merayakan Valentine ada hak dari masing-masing individu. Persoalan agama melarang atau tidaknya itu persoalan lain. Tidak dapat dicampur adukkan dengan prinsip dagang kecuali barang dagangan itu memang dilarang secara agama dan negara.

Penulis: Hilman Najib, Mahasiswa Hubungan Internasion Unwahas Semarang dan Aktivis Griya Riset Indonesia
Reactions

Post a Comment

0 Comments