Bangsa Indonesia terombang-ambing beberapa tahun terakhir. Paham radikalisme semakin berkembang luas, bahkan menyasar lembaga pendidikan. Penelitian Setara Institue mengungkapkan, 10 perguruan tinggi negeri terpapar paham Islam radikal. Contoh nyata, pada Maret 2016, ribuan mahasiswa di Institut Pertanian Bogor mendeklarasikan penegakan negara khilafah di Indonesia, (Tirto.id, 31/05/19).
Pengaruh paham khilafah disebarkan oleh Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Meski Presiden Jokowi telah membubarkan HTI pada 19 Juli 2017, namun ideologinya terus menjalar ke lapisan masyarakat. Tidak sedikit pula masyarakat Indonesia setuju. Data dari Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menyebutkan bahwa 20 juta dari 180 juta penduduk menginginkan ideologi khilafah berdiri.
Pada Pemilu 2019 kemarin, publik dihebohkan dengan isu bangkitnya HTI yang kembali membawa ideologi khilafah. Kondisi demikian menjadi ancaman serius bagi stabilitas NKRI. Pasalnya konsep negara khilafah berusaha menerapkan syariat Islam sebagai sistem pemerintahan. Tentu tidak relevan dengan keadaan Indonesia yang terdiri dari berbagai agama. Bahkan mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto menegaskan bahwa ideologi khilafah yang disusung HTI sangat bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, (Liputan6.com, 09/05/17).
Awal Perumusan Pancasila
Jika kita kembali ke masa awal kemerdekaan, Bung Karno secara tegas telah menolak gagasan negara Islam untuk Indonesia. Hal ini lantaran dapat menuai konflik. Persatuan bangsa akan terpecah. Setelah berdialog dengan beberapa tokoh besar, akhirnya teciptalah Pancasila sebagai dasar ideologi bangsa.
Sejarah perumusan Pancasila memang penuh dengan perdebatan. Terdapat perbedaan pendapat dalam menentukan sila pertama. Berbunyi “Ketuhanan yang berkewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, sila tersebut dinilai lebih mengunggulkan Islam daripada agama lain. Sehingga agar tidak menimbulkan perpecahan, sila tersebut diubah menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa”.
Pancasila adalah pondasi dasar yang menegakkan tiang-tiang perbedaan di Indonesia. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika menjadi wadah untuk menaungi masyarakat yang multikultur. Namun dalam sejarah perjalanannya, berbagai serangan datang mengancam bangsa ini. Misalnya paham radikalisme seperti ideologi khilafah yang kini terus berkembang. Dengan begitu, seluruh elemen masyarakat punya tugas untuk menghentikan ancaman tersebut demi terwujudnya persatuan dan stabilitas negara.
Nilai Luhur
Pancasila dapat dijadikan solusi untuk menumpas ideologi khilafah. Di dalam Pancasila terkandung nilai-nilai luhur yang bersifat humanis. Setiap sila memiliki makna yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Sila pertama berbunyi “Ketuhanan yang Masa Esa” menunjukkan sikap toleransi yang tinggi antar pemeluk agama di Indonsia. Sila ini dapat diimplementasikan dengan cara menggelar dialog lintas iman dan saling mengunjungi rumah-rumah ibadah. Dengan ini, dapat meningkatkan rasa persaudaraan dari masing-masing pemeluk agama.
Selain itu, menghidupkan kembali tradisi dan kearifan lokal sangatlah penting sebagai bentuk implementasi dari sila “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”. Mengingat Indonesia memilki berjuta warisan budaya dari nenek moyang. Warisan berupa kebudayaan lokal seperti gotong royong dan musyawarah mufakat mengajarkan kita menjadi pribadi yang berbudi pekerti luhur. Pelestarian budaya lokal mencoba memperbaiki karakter masyarakat sehingga kekacauan di negeri ini dapat direduksi.
Namun hal yang tidak kalah penting yakni tujuan para pahlawan dalam sila ketiga, “Persatuan Indonesia”. Pada realitanya sila ketiga ini masih sulit untuk diwujudkan. Pasalnya di Indonesia masih terjadi berbagai konflik yang berpotensi mengakibatkan perpecahan. Contoh konflik saat Pemilu 2019 seperti fanatisme SARA, ujaran kebencian, dan politik identitas, merupakan cermin dari belum sempurnanya manifestasi sila ketiga. Belum lagi pesatnya gelombang ideologi khilafah yang mencoba menggantikan Pancasila sebagai dasar negara.
Pada dasarnya ideologi khilafah termasuk ancaman besar bagi kedaulatan Indonesia. Nasib Pancasila menjadi taruhannya. Maka perlu tindakan serius untuk menumpas paham radikalisme ini. Sebagai pondasi dasar, implementasi nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila harus melekat dalam diri masyarakat. Sehingga timbul rasa kesadaran untuk menjaga dan mempertahankan persatuan bangsa Indonesia.
(A.M)
Artikel ini pernah dimuat di Jalandamai.net
0 Comments