Ticker

6/recent/ticker-posts

Masa Depan Sarjana di Masa Corona

Mendekati hari H pelaksanaan wisuda, teman saya dirundung kegelisahan. Baginya, momen wisuda hanyalah euforia sesaat. Pasalnya gelar sarjana yang diperoleh membawanya memasuki babak baru. Setelah ini, ia akan menghadapi dunia baru, menjalani proses kehidupan sebenarnya yang penuh dengan tantangan dan liku-liku.

Dalam suatu perbincangan, teman saya mengaku kebingungan dengan jalan yang akan dipilih pasca lulus. Hal ini karena kondisi wabah corona yang membuat langkah semakin sulit. Sebagai sarjana yang lulus saat corona, dunia kerja yang menjadi arena pertarungan selanjutnya dipenuhi dengan bebatuan terjal dan lintasan berkelok-kelok. Kondisi krisis akibat pandemi ini menjadikan persaingan di dunia kerja semakin ketat.

Kebimbangan yang dirasakan teman saya barangkali juga dialami oleh ribuan sarjana lainnya di Indonesia. Tidak peduli dari kampus mana pun, para sarjana tengah mengkhawatirkan masa depannya di tengah situasi yang menyulitkan ini. Bahkan tuntutan untuk mandiri secara finansial terus membayang-bayangi dan menjadi momok yang menakutkan bagi para sarjana.

Baca Juga: Krisis Pendidikan dan Ekonomi Keluarga di Masa Pandemi

Kecemasan akan masa depan yang dirasakan sarjana tentu tidak lepas dari situasi yang terjadi. Di mana pandemi covid-19 mengakibatkan krisis multidimensi, termasuk ekonomi. Hingga dampaknya, para pegawai terkena PHK serta pekerja lapangan mengalami penurunan penghasilan. Bahkan pandemi juga menyebabkan banyak lapangan pekerjaan yang ditutup. 

Hal tersebut berimbas kepada meningkatnya jumlah pengangguran di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa angka pengangguran meningkat selama pandemi, yang didominasi masyarakat usia produktif. Dengan rincian, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di kelompok usia 20 - 24 tahun tercatat 17,66 pesen pada Februari 2021, naik dibanding 2020 sebesar 14,3 persen. Sementara TPT di kelompok usia 25 - 29 pada Februari 2021 mencapai 9,27 persen, meningkat daripada 2020 yang sebesar 7,01 persen, (Kompas.com). 

Baca Juga: Problematika Pembelajaran Online di Masa Pandemi

Data di atas menunjukkan bahwa pengangguran di Indonesia didominasi oleh pemuda dengan umur 20 - 29 tahun. Masalah ini tentu menjadi pukulan telak bagi para sarjana, yang termasuk dalam kelompok usia tersebut. Kondisi demikian juga mendesak sarjana untuk berpikir dan berusaha lebih keras agar tidak menjadi pengangguran. Namun pertanyaannya, apa yang harus dilakukan sarjana kita agar mampu survive di tengah kondisi ini?

Jadikan Tantangan, Bukan Beban

Sudah menjadi siklus hidup di era industri modern, bahwa setelah lulus kuliah, sarjana akan terjun ke dunia kerja. Bahkan kini mencari pekerjaan bukan lagi hanya sebatas tuntutan, melainkan ajang perlombaan. Terlepas dari itu, jika melihat situasi pandemi covid-19, dampak yang ditimbulkan juga berimbas kepada sulitnya mencari pekerjaan. 

Sementara di sisi lain, perusahaan atau institusi juga akan menyesuaikan dengan situasi. Riset dari Resolution Foundation menyatakan bahwa ketatnya persaingan ekonomi di masa pandemi akan membuat perusahaan lebih selektif dalam perekrutan karyawan. Perusahaan akan lebih berfokus pada calon pegawai berpengalaman daripada berprospek pada lulusan baru. 

Baca Juga: Asa UMKM di Tengah Kebijakan PPKM

Kondisi ini pastinya akan menjadi persoalan serius bagi para sarjana di Indonesia. Karena risiko terburuk di tengah ketatnya persaingan dunia kerja ialah menjadi pengangguran. Selain harus bersaing dengan para lulusan baru lainnya, sarjana juga harus menghadapi para karyawan yang sudah di-PHK yang jelas-jelas sudah memiliki pengalaman lebih di dunia kerja.

Meski begitu, bukan berati menutup peluang para sarjana untuk bersaing. Namun persoalannya ialah bagaimana sarjana memandang hal tersebut. Pasalnya kebanyakan sarjana menjadikan pekerjaan sebagai beban, bukan tantangan. Ketika memandangnya sebagai beban yang harus dijalani, tentu terasa berat. Berbeda jika menjadikannya sebagai tantangan yang harus dihadapi, maka lebih termotivasi dan semakin menguatkan tekad untuk menyiapkan masa depan. 

Dalam konteks ini, langkah utama yang harus dilakukan yaitu mengubah pola pikir (mindset). Persaingan di dunia kerja yang awalnya dijadikan beban, harus diubah dengan menjadikannya sebagai tantangan. Sehingga perubahan pola pikir ini akan menuntut sarjana meningkatkan pengetahuan dan kualitas diri, supaya mampu menaklukkan tantangan yang kompleks dalam dinamika kehidupan. 

Proses Aktualisasi Diri

Menurut Abraham Maslow, filsuf dan ahli psikologi asal Amerika, untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan hidup, seseorang dapat melakukannya melalui proses aktualisasi diri. Yakni menggunakan seluruh kemampuan dan potensi untuk mencapai apapun yang mereka mau dan bisa dilakukan. Seseorang dapat mengaktualisasikan dirinya dengan menyingkirkan rintangan dan hambatan yang ada di dalam pikiran dan lingkungannya. 

Poin penting yang perlu digarisbawahi ialah, seorang sarjana harus mampu membangun kesadaran tentang tujuan hidup serta mampu mengelola pikiran dan emosi. Proses aktualisasi diri seorang sarjana dapat ditunjukkan dengan mengekspresikan serangkaian potensi, kekuatan, dan motivasi. Sehingga kecemasan sekaligus harapan tentang masa depan menjadi stimulus yang mendorongnya untuk berjuang lebih keras dalam menaklukkan rintangan dalam hidup. 

Baca Juga: Manfaaat Berorganisasi bagi Mahasiswa

Sementara jika melihat realita di tengah corona kini, sektor ekonomi perlahan-lahan mulai bangkit dan pulih. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati optimis tingkat pengangguran pada 2022 dapat turun kembali. Keyakinan ini tecermin dalam proyeksi pertumbuhan ekonomi di kisaran angka 5 hingga 5,5 persen, dengan titik tengah 5,2 persen. Dengan asumsi ini, angka pengangguran akan bisa diturunkan menjadi antara 5,5 persen hingga 6,3 persen, (Jawapos.com).

Proyeksi tersebut tentu memberi harapan bagi para sarjana untuk dapat memaksimalkan peluang yang ada. Namun ini semua tetap tergantung pada pribadi masing-masing. Pasalnya, sebagaimana kata Maslow, setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk maju dalam pencapaian misi hidupnya. Tinggal bagaimana berusaha mengupayakan untuk terus membangun dan menghidupkan potensi yang dimiliki. 

Proses aktualisasi diri juga harus disertai orientasi realistik berdasarkan pengamatan terhadap objek. Melihat kondisi di tengah kemajuan teknologi internet ini, sesungguhnya menawarkan banyak peluang bagi sarjana untuk mendapatkan pekerjaan. Banyak pekerjaan baru yang muncul seiring dengan adanya digitalisasi, seperti YouTuber, conten creator, admin media sosial, online shop, ojek online dan lainnya. Justru inilah sisi positif dari pandemi yang menuntut masyarakat beradaptasi dengan dunia digital. 

Kegelisahan para sarjana yang lulus di masa corona pada dasarnya ialah suatu kewajaran. Namun jangan sampai menjadikan hal itu sebagai beban yang justru akan membelenggu langkah ke depan. Perubahan pola pikir menjadi awal untuk bisa menyadari situasi yang ada. Kemudian dilanjutkan dengan mengaktualisasikan diri dengan mengerahkan seluruh potensi, pengetahuan, dan keterampilan. Sehingga para sarjana mampu mengatasi masalah guna menyongsong karir dan masa depan yang cerah.

Penulis: Athok Mahfud

*) Artikel ini pernah dimuat di Kolom Opini Tribun Jateng 9 Februari 2022

Reactions

Post a Comment

0 Comments