Ticker

6/recent/ticker-posts

Asa UMKM di Tengah Kebijakan PPKM

PANDEMI menjadi objek pembahasan hangat yang sudah berjalan selama kurang lebih satu setengah tahun. Berbagai sektor terhambat yang diakibatkan oleh wabah Covid-19. Seperti mobilitas masyarakat harus dibatasi guna menekan angka penyebaran virus. Sektor yang paling dipengaruhi ialah pelaku industri skala UMKM, karena dengan keterbatasan modal harus diadu dengan berkurangnya minat pembeli dan mobilitas yang terbatas. Sementara para pemilik toko harus menaati peraturan maupun jam operasional yang telah ditentukan pemerintah. 

Pandemi datang dengan begitu cepat, sehingga sangat memaksa para pembuat kebijakan untuk membuat peraturan yang dapat menekan laju penyebaran virus Covid-19. Jika menelaah kembali makna kebijakan yang diutarakan oleh Anderson, merupakan serangkaian tindakan yang dijalankan oleh aktor atau sejumlah aktor yang berterkaitan dengan permasalahan yang sedang dihadapi (Eko, 2012: 5). Dalam pembuatan kebijakan sering kali terjadi permasalahan pada kebijakan yang dibuat atau sering disebut sebagai implementation gap dimana dalam proses berjalannya kebijakan berkemungkinan berbeda dengan pelaksanaan kebijakan (Agus, 2014, hlm:1). 

Produk kebijakan yang dibuat guna untuk membatasi kegiatan masyarakat yang dimulai dengan PSBB (pembatasan sosial bersekala besar) yang mempunyai versi nama berbeda pada setiap fasenya hingga PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) darurat yang telah berjalan sampai level 4. Peraturan tersebut dibuat pemerintah dengan membatasi jam operasional para pedagang dan tidak boleh melakukan kegiatan makan di tempat. Kebijakan itu harus ditelaah dan dikaji kembali dengan memperhatikan beberapa aspek agar efektif ketika diaplikasikan masyarakat dan solusi yang diberikan pun dapat mengurai kegundahan yang dirasakan para pedagang. 

Melalui kebijakan PPKM darurat yang telah pemerintah jalankan akhir-akhir ini pada bulan Juli dan Agustus yaitu PPKM level 3 dan 4 yang diaplikasikan selama 2 minggu lebih, dari tanggal 3–20 Juli dan diperpanjang lagi mulai hari senin 26 Juli- 2 Agustus. Kebijakan PPKM darurat di beberapa kota dikombinasikan dengan kebijakan lain seperti di Kudus, menggelapkan penerangan jalan umum (PJU) jika waktu sudah menunjukkan pukul 20.00 WIB, dengan harapan untuk mengurangi mobilitas masyarakat di luar rumah (Medcom.id 14/07/21). 

Dalam mengaplikasikan kebijakan perlu juga melihat keadaan lapangan. Apakah mereka para pedagang yang terdampak PPKM dapat menjalankan hidup dengan layak atau belum.  Pemerintah sudah selayaknya untuk selalu memperhatikan kesejahteraan masyarakat agar roda kehidupan mereka tetap berputar dan kebutuhan pokok mereka dapat terpenuhi. 

Sesuai falsafah negara Indonesia yaitu pancasila dalam sila yang kelima berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kemudian dipertegas lewat Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial. Amanat UUD 1945 berisi “bahwa negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraab umum dalam rangka mewujdukan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” (UU 11 2009). Demi terwujudnya kehidupan yang lebih layak dan pemenuhan hak atas kebutuhan dasar warga negara agar tercapainya kesejahteraan sosial di tengah pandemi.

Asa UMKM di Tengah Pandemi

Di tengah naiknya kasus positif covid-19 membuat pemerintah memperketat tindakan yang dapat menimbulkan kerumunan, dengan harapan dapat menekan penyebaran virus. Ekonomi menjadi sektor yang paling terdampak setelah kesehatan. Perputaran roda perekonomian yang awalnya berjalan tenang dan landai, tetapi sekarang seakan-akan sedang melewati jalan rusak yang penuh dengan gejolak. Sebuah keadaan yang membuat dilema antara menaati kebijakan atau berjuang bekerja di luar demi sesuap nasi.

Pembatasan PPKM untuk pedagang diatur dengan seksama dan diterapkan denda uang yang bervariasi tergantung dengan jenis pelanggaran yang dilakukan. Pedagang yang diperbolehkan hanya mereka yang berjualan kebutuhan pokok seperti makanan dan sembako. Sementara pedagang yang berjualan selain bahan pokok dan makanan tidak diperkenankan untuk membuka kiosnya, meskipun demikian mereka hanya diperkenankan membuka kiosnya sampai pukul 20.00 WIB. 

Sepanjang jalan raya Kudus-Jepara di hari biasa terdapat banyak lapak pedagang kaki lima yang berjualan sampai malam hari dengan aneka ragam masakan yang siap mengalihkan pandangan para warga yang melewati jalan tersebut. Namun, semua berubah ketika pandemi Covid-19 datang, sepanjang jalan itu menjadi trotoar tanpa penghuni. Jalan tersebut semakin sepi ketika PPKM level 3 dan level 4 diberlakukan, penerangan jalan umum (PJU) dimatikan jika waktu sudah memasuki pukul 20.00 WIB, kebijakan tersebut dinilai cukup efektif untuk mengurangi mobilitas masyarakat diluar rumah. 

Dengan adanya kebijakan pembatasan waktu membuat para pedagang kuliner malam harus membuka lapaknya lebih pagi dibanding biasanya, dengan harapan agar penghasilan mereka dapat stabil ditengah pandemi. Pedagang berharap agar pemerintah memberikan dana stimulan yang digunakan untuk menambah modal mereka mengingat penghasilan ditengah pandemi yang semakin turun, atau hanya sekedar untuk membeli makan sehari-hari.  

Bantuan Pemerintah untuk pelaku UMKM

Dalam upaya meningkatkan usaha para pelaku UMKM pemerintah membuat kebijakan melalui Undang-undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 2020 tentang kebijakan keuangan Negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19. Pada bagian keempat yang berisi pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional Pasal 11 Junto 2 dimana berisikan tujuan dalam penyelamatan ekonomi pemerintah menjalankan program pemulihan ekonomi untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha, sektor riil dan sektor keuangan dalam menjalankan usahanya (UU 2 2020). Undang-undang tersebut dibuat untuk mengatasi permasalahan yang dialami oleh pelaku usaha khususnya UMKM, dimana dampak yang signifikan mereka rasakan pada waktu pandemi.

Pemerintah menanggapi kegundahan yang dialami oleh pelaku UMKM dengan memberikan dukungan melalui alokasi anggaran khusus yang dinamakan Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM). Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki mengungkapkan, “Bantuan pada tahap pertama bantuan tersebut diberikan kepada para pelaku UMKM dan pada takap kedua akan cair dalam tiga tahap pada tahun 2021 dimulai pada bulan Juli dengan sasaran 1,5 juta pelaku usaha mikro, Agustus sebanyak 1 juta pelaku usaha mikro dan September berjumlah 500,000 pelaku usaha mikro” (Kompas.com/ 23/07/21).

Dengan adanya bantuan pemerintah kepada pelaku UMKM diharapkan dapat menjadi nafas segar di tengah keterbatasan dan minimnya pemasukan di masa pandemi. Diharapkan para pelaku UMKM tetap menjalankan usahanya dengan membuat terbosan melalui metode yang baru, seperti dalam proses transaksi dan harus tetap mengikuti kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, seperti kebijakan kebijkan jam operasional dan mengurangi jumlah pengunjung agar tidak menimbulkan kerumunan.

Penulis: Dhurun Nafis, Mahasiswa Kelompok 4 KKN MIT-DR ke-12 UIN Walisongo Semarang

Sumber Referensi:

PPKM Darurat di Kudus, Mobilitas Naik Kasus Covid-19 Turun, Medcom.id terbit 14 Juli 2021 diakses pada 27 Juli 2021

Menkop UKM Janjikan Bantuan Tunai Untuk UMKM Tahap 2 Cair Bertahap Tahun ini, Kompas.com terbit 23 Juli 2021 diakses pada 28 Juli 2021

Undang-Undang Republik Indonesia. 2009. N0.11 “Kesejahteraan Sosial”. Jakarta: DPR RI.

Surono, Agus. 2014. Vol 6 “Kebijakan Publik Untuk Kesejahteraan Rakyat”. Malang: Universitas Brawijaya.

Handoyo, Eko. 2012. Kebijakan Publik. Semarang: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.


Reactions

Post a Comment

0 Comments