Ticker

6/recent/ticker-posts

Griya Riset Indonesia Siapkan Generasi Unggul Melalui Riset dan Kepenulisan

Semarang, DARUS.ID – Menulis dan riset merupakan suatu hal yang tidak dapat terlepas dari pembangunan suatu peradaban, bahkan tulisan menjadi salah satu indikator utama dalam sejarah peradaban manusia. Pengamatan, pikiran atau ide yang dituangkan dalam bentuk tulisan akan lebih mudah dipelajari serta bisa menjadi ruang yang bermanfaat bagi orang lain dalam jangka waktu yang lama.

Griya Riset Indonesia (GRI) hadir sebagai wadah yang membangun mental dan nalar ilmiah generasi muda yang memiliki minat atau ketertarikan pada riset, ilmu pengetahuan, dan penulisan karya tulis ilmiah, sekaligus sebagai ruang belajar, diskusi dan kolaborasi bagi peneliti muda Indonesia di bidang pendidikan, sosial, dan humaniora. 

Soft Launcing ditujukan untuk memperkenalkan Griya Riset Indonesia serta mendorong minat meneliti bagi calon peneliti muda melalui riset dan kepenulisan ini digelar pada Sabtu, (18/09/21). Dengan mengambil tema besar “Membumikan Tradisi Riset di Kalangan Generasi Muda”, soft-launching GRI secara virtual melalui Zoom Meeting ini diikuti oleh sekitar  160 peserta. 

Acara ini juga menghadirkan dua narasumber yang berkompeten dalam bidang riset dan kepenulisan, yaitu Achmad Dhofir Zuhri Penulis Buku Peradaban Sarung dan Peneliti Sejarah Kasultanan Demak Bintara, Ali Romdhoni. Hadir pula Founder serta Direktur Griya Riset Indonesia, Ma’as Shobirin dan Amrizarois Ismail.

Baca Juga: Griya Riset Indonesia Siap Bumikan Tradisi Riset di Kalangan Generasi Muda

Dalam sambutannya, Amrizarois mengulas singkat profil Griya Riset Indonesia dan menjelaskan tentang kegiatan GRI mendatang. Sedangkan, Ma’as Shobirin menjelaskan latar belakang berdirinya dan harapan untuk Griya Peradaban dan Griya Riset Indonesia.  

“Dengan keterbatasan saya, dengan ketidakmampuan saya, saya memiliki komitmen dan keinginan besar untuk bisa menggabungkan dua kutub ini agar menjadi sebuah energi yang bermanfaat untuk masyarakat Indonesia. Teman-teman Griya Peradaban berkomitmen lewat soft skillnya, kuliah alternatif. Saya berharap Griya Riset Indonesia harus hidup meskipun pembelajarnya hanya 2 atau 5 tetap harus dijalankan, karena kita mengutamakan kualitas daripada kuantitas”, ujar Founder GRI.

Selanjutnya, Achmad Dhofir Zuhry yang menjadi pemateri pertama, memaparkan tentang tradisi menulis sebagai tonggak peradaban. Ucapan tahniah (selamat) atas berdirinya GRI, membuka penjelasan dari Penulis Buku Filsafat: Tersesat di Jalan yang Benar itu. 

Menurutnya, dengan berdirinya Griya Riset Indonesia, Indonesia yang peradabannya kerapkali dipertanyakan bahkan disepelekan, anggapan tersebut akan pudar. Kemudian, anak muda dari berbagai kalangan yang mulai concern untuk berkarya, kita tidak perlu lagi menunggu peran pemerintah untuk bergerak. 

Baca Juga: Griya Riset Indonesia Berkomitmen Bangun Peradaban Lewat Riset dan Kepenulisan

Ia juga menjelaskan bahwa salah satu cara mencintai ilmu pengetahuan, yaitu dengan melakukan riset. Ia menambahkan dalam penjelasannya, dalam mempertimbangakan kuantitas diri, sebelum bicara, menulis, ceramah atau melakukan apapun, harus terlebih dahulu disertai riset. 

“Perubahan pada hasil dimulai dari mengubah cara. Perubahan itu dimulai dari tiga hal, yaitu dimulai dari diri, dimulai dari hal kecil dan mulai sekarang”, pungkas Pengasuh Pesantren Luhur Baitul Hikmah itu.

Disambung oleh Dosen Unwahas Semarang, Ali Romdhoni yang menjelaskan tentang mendongkrak gairah riset di kalangan generasi muda. Menurutnya, Griya Riset Indonesia ini lahir di era transisi, di mana generasi baru seperti saat ini perlu disambut dengan cara yang baru pula. Ia juga memaparkan bahwa riset ialah kerja-kerja sistematis dengan langkah dan prosedur untuk menemukan jawaban masalah saat ini.

Pria yang menjadi peneliti Sejarah di Kasultanan Demak Bintara ini juga menjelaskan pentingnya penelitian. Di antaranya, menjawab persoalan, menemukan sumberdaya yang kita miliki, memenangkan kompetensi global, dan menyiapkan masa depan yang lebih unggul.

“Bangsa yang memiliki kekuatan masa depan, mampu membaca kebutuhan masa depan, maka akan menjadi bangsa yang unggul, tidak lagi menjadi makmum”, ujarnya

Reporter Afifatun Ni'mah

Reactions

Post a Comment

0 Comments