Ticker

6/recent/ticker-posts

Rekonstruksi Paradigma Pendidikan Masa Pandemi

PANDEMI COVID-19 yang mewabah satu tahun lebih telah mengikis pondasi pendidikan Indonesia. Kondisi ini bermula sejak adanya kebijakan belajar dari rumah yang mengalihkan pembelajaran tatap muka menjadi sistem daring. Langkah yang bertujuan untuk memutus rantai penyebaran covid-19, justru membuat proses pendidikan terbengkalai. Masih dijumpai berbagai kendala dalam sistem pembelajaran daring, seperti kuota dan jaringan internet kurang memadai serta kegagapan dalam pengoperasian teknologi. 

Secara efektivitas dan kualitas, proses pembelajaran daring tentu berbeda dengan tatap muka. Dalam pembelajaran di ruang virtual itu, komunikasi antara guru dan murid tidak berjalan interaktif dan persuasif. Guru tampak kesulitan dalam mengarahkan dan menarik perhatian murid. Sementara itu murid kurang antusias dan kurang responsif terhadap materi yang disampaikan. Sehingga transfer pengetahuan yang begitu krusial tidak sepenuhnya berjalan maksimal.

Memang kita tidak dapat menampik kendala dan keterbatasan sistem pembelajaran daring di masa pandemi ini. Guru dituntut untuk berpikir dan bekerja ekstra keras dalam menjalankan tanggung jawabnya. Kreativitas dan inovasi model pembelajaran sangat penting dimiliki. Namun dalam praktiknya, banyak guru mengajar ala kadarnya, menggunakan media pembelajaran yang kurang efektif serta enggan memaksimalkan pemanfaatan teknologi digital.

Baca Juga: Kesiapan Pendidikan Indonesia Menuju Era Society 5.0

Pembelajaran sebagai salah satu langkah terwujudnya pendidikan ideal seharusnya mampu memberikan trasnfer pengetahuan, penanaman nilai, dan pembentukan karakter peserta didik. Tetapi jika menengok realita di masa pandemi ini, pendidikan tidak beroientasi kepada hal itu, melainkan direduksi sebatas menggugurkan tanggung jawab. Guru memberikan instruksi kepada murid untuk mengerjakan soal, merangkum materi, dan memberikan tugas. Sementara murid cukup mengikuti kelas virtual dan mengerjakan setiap tugas. Tetapi nihil ikhtiar mendalami dan mengkur sebarapa jauh perkembangan dan pemahaman murid terhadap materi pelajaran.

Pola seperti ini tanpa disadari telah berpengaruh kepada kondisi psikis para murid. Banyaknya tugas yang diberikan guru dengan tenggat waktu yang relatif singkat menjadi beban tersendiri. Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tentang pelaksanaan proses belajar daring di 20 provinsi dan 54 kabupaten/kota, menyebutkan bahwa 73,2 persen siswa dari 1.700 responden, atau 1.244 siswa, merasa terbebani tugas dari para guru. Sementara sebanyak 1.323 siswa dari seluruh responden mengaku kesulitan mengumpulkan tugas karena guru meminta mereka mengerjakannya dalam waktu singkat, (Tirto.id, 10/09/20).
 
Di masa pandemi ini, para murid kehilangan aktivitas normal seperti anak-anak pada umumnya. Kebijakan belajar dari rumah membuat mereka lebih akrab dengan gawai, menghabiskan waktu berjam-jam di depan layar untuk mengakses media sosial dan bermain game online. Hal ini karena mereka belum memiliki kemampuan literasi digital serta belum mampu menggunakan teknologi dengan bijak. Padahal banyak konten edukatif yang dapat diakses lewat internet untuk mengembangkan keterampilan dan menambah wawasan sang murid. 


Beragam permasalahan di atas sejatinya telah melunturkan nilai-nilai pendidikan. Pasalnya di masa pandemi ini paradigma pendidikan lebih berorientasi kepada pemenuhan kewajiban atau formalitas belaka. Transfer pengetahuan dan pembentukan karakter peserta didik yang sifatnya esensial pun belum mampu terwujud. Padahal pendidikan merupakan pondasi penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas, yang dapat berguna bagi proses pembangunan bangsa Indonesia.

Praktik pendidikan di masa pandemi tidak sejalan dengan konsep pendidikan yang digagas oleh Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara. Jika kita lihat, proses pembelajaran daring saat ini mengakibatkan guru dan murid merasa tertekan dan terbebani. Kondisi ini membuat mereka frustasi, sehingga kegiatan pembelajaran hanya sekadar formalitas, tanpa mendapatkan makna subtansial. Maka kita perlu merekonstruksi paradigma pendidikan di masa pandemi dengan mengembalikan muruah pendidikan sesuai fungsi dan tujuannya.

Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah alat untuk membebaskan manusia dari sistem yang membelenggu dirinya dengan tujuan tercapainya keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Pendidikan dapat terwujud melalui proses pembelajaran. Pembelajaran lebih dari sekadar transfer pengetahuan (knowledge) semata, melainkan juga transfer keterampilan (skill), hingga transfer nilai-nilai (values), yaitu nilai-nilai kehidupan pada umumnya dan nilai-nilai spiritual. Tahap inilah yang akan mengarah kepada pembentukan karakter (character).


Dalam hal ini, guru memiliki tanggung jawab penting untuk menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman. Harus mampu menjalankan tiga prinsip yang dikenalkan Ki Hajar Dewantara, yaitu menjadi teladan yang baik (Ing Ngarso Sun Tulodho), memuculkan ide dan gagasan kreatif (Ing Madyo Mangun Karso), serta memberikan bimbingan dan motivasi (Tut Wuri Handayani). Bukan malah memberikan peserta didik beban berupa tugas yang sejatinya dapat menghambat proses pengembangan keterampilan dan pengetahuan. Pasalnya tugas hanyalah bentuk penilaian terhadap seseorang, dan hasilnya tidak cukup menjadi bekal yang dapat dimanfaatkan dalam proses kehidupan.  

Melihat permasalahan pendidikan Indonesia di masa pandemi ini, tentunya membutuhkan formula pembelajaran yang tidak membuat murid tidak merasa terbebani. Kreativitas guru sangat dibutuhkan dalam menciptakan metode pembelajaran yang efektif. Memaksimalkan pemanfaatan internet guna mendukung proses pembelajaran, misalnya belajar dari konten video yang kaya akan ilustrasi dan visualisasi, agar murid lebih antusias dan mampu memahami materi dengan mudah. Di sisi lain, pendampingan dan pengawasan dari orang tua juga penting, karena selama belajar daring, orang tualah yang paling sering berinteraksi dengan murid. 

Pandemi covid-19 menjadi ujian yang menghambat proses pendidikan di Indonesia. Namun bukan berarti nasib pendidikan kita berakhir sampai di sini. Kondisi krisis ini justru menjadi tantangan tersendiri, di mana kita dituntut untuk mampu mencari jalan keluar dan beradaptasi dengan perkembangan era digital. Pengoptimalan penggunaan teknologi dapat mengembangkan kreativitas dan menciptakan inovasi metode pembelajaran. Sehingga proses pendidikan dapat berjalan meskipun terjadi di ruang virtual. 

Penulis: Mahfud Al- Buchori
Reactions

Post a Comment

1 Comments

  1. Pendidikan di masa pandemi ini terlihat sebagai formalitas belaka

    ReplyDelete