Ticker

6/recent/ticker-posts

Degradasi Pendidikan Karakter di Indonesia


SEJALAN
dengan perkembangan zaman, generasi muda Indonesia mengalami krisis pendidikan karakter. Dari media-media yang sering beredar, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menangani 1.885 kasus pada tahun pertama 2018. Ada 504 kriminal anak, mulai dari pecandu narkoba, pencurian hingga kasus maksiat, sebagian besar anak masuk Lapas Khusus Anak (LPKA) karena kasus pencurian yang mencapai 23,9%, kasus narkoba 17,8%, dan kasus tidak etis mencapai 13,2%. menurut data Komite Perlindungan Anak, tidak hanya kasus tersebut, 62,7% remaja SMP di Indonesia sudah tidak perawan lagi. Ada hasil lain, seperti 93,7% siswa SMP dan SMA pernah berciuman, 21,2% remaja SMP pernah aborsi, dan 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno. Lantas bagaimana upaya dalam memperbaiki pendidikan karakter di Indonesia?

Dalam upaya membentuk karakter yang perlu diperhatikan adalah sikap, karena sikap seseorang adalah bagian dari karakter seseorang. Bahkan dianggap sebagai cerminan dari karakter orang tersebut. Dalam hal ini, sikap seseorang terhadap hal-hal yang ada di depannya biasanya dapat menunjukkan karakter orang tersebut. Oleh karena itu, semakin baik sikap seseorang maka perilaku dan tutur katanya akan lebih baik juga.

Untuk langkah awal pendidikan karakter harus ditanamkan sejak dini, bukan hanya tugas dari seorang guru yang hanya berlaku pada saat disekolah saja. Mendidik karakter seorang anak perlu adanya partisipasi dari orang tua, harus adanya komunikasi antara anak dan orang tua. Hal ini dilakukan karena memungkinkan terjadinya interaksi yang harmonis, orang tua juga lebih mudah memahami kondisi anak dan membuat anak merasa lebih berkesan. Orang tua juga dapat mengetahui tingkat perkembangan pemikiran, sikap, bahkan permasalahan yang dialami seorang anak. Ketika anak dirasa sudah bisa terbuka perlu adanya nasehat.

Nasehat bisa dilakukan oleh guru ataupun orang tua, nasehat yang diberikan kepada anak atau peserta didik bertujuan untuk menekankan pentingnya konsekuensi setiap perbuatan yang dilakukan. Menasehati tidak harus bermakna menggurui. Untuk itu, penting bagi orang tua atau pendidik untuk memahami psikologi anak dalam memberi nasehat sehingga anak merasa dihargai.

Dalam mendidik karakter seorang anak, pendidikan di atas sangat perlu memperhatikan aspek pertumbuhan dan perkembangan anak didik, sehingga pembelajaran dan masukan yang diberikan dapat dipahami dan tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan. Orang tua dan pendidik seharusnya lebih banyak menguasai atau memahami berbagai macam metode pendidikan sehingga nilai yang diajarkan dapat diterima oleh anak dengan mudah. Penerapan terhadap satu metode saja akan menyebabkan kebosanan pada anak dan pada akhirnya anak akan melampiaskan keinginannya pada hal-hal yang negatif. 

Penulis: Riki Fernanda, Mahasiswa Jurusan Tadris Matematika Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Reactions

Post a Comment

0 Comments