Ticker

6/recent/ticker-posts

Umat Islam dalam Menghadapi Modernisasi


Pergulatan modernitas dan tradisi dalam dunia Islam melahirkan upaya-upaya pembaharuan terhadap tradisi yang ada. Harun Nasution menyebut upaya tersebut sebagai gerakan pembaruan Islam, bukan gerakan modernisme Islam. Menurutnya, modernisme memiliki konteksnya sebagai gerakan yang berawal dari dunia Barat bertujuan menggantikan ajaran agama Katolik dengan sains dan filsafat modern. Gerakan ini berpuncak pada proses sekularisasi dunia Barat.

Memang harus diakui, ekspansi gagasan modern oleh bangsa Barat tidak hanya membawa sains dan teknologi, tetapi juga tata nilai dan pola hidup mereka yang sering kali berbeda dengan tradisi yang dianut masyarakat obyek ekspansi. Baik dalam makna obyektif atau subyektifnya, modernitas yang diimpor dari bangsa Barat membuat perubahan dalam masyarakat muslim, di segala bidang. Pada titik ini umat Islam dipaksa memikirkan kembali tradisi yang pegangnya berkaitan dengan perubahan yang sedang terjadi. Respons ini kemudian melahirkan gerakan-gerakan pembaruan.

Tetapi, pembaruan Islam bukan sekedar reaksi muslim atas perubahan tersebut. Degradasi kehidupan keagamaan masyarakat muslim juga menjadi faktor penting terjadinya gerakan pembaruan. Banyak tokoh-tokoh umat yang menyerukan revitalisasi kehidupan keagamaan dan membersihkan praktek-praktek keagamaan dari tradisi-tradisi yang dianggap tidak islami.

Kemudian, sikap yang diambil oleh sebagian masyarakat lainnya adalah menerima dengan sikap kritis. Ada anggapan bahwa ada budaya barat yang positif dan ada budaya barat yang negatif. Makanya, di dalam tindakan yang diambil adalah dengan mengambil budaya barat yang positif dan membuang budaya barat yang negatif. Handphone adalah produk budaya barat yang lebih banyak positifnya. Dengan HP maka jarak tidak lagi menghalangi orang untuk berkomunikasi satu dengan lainnya. Bisa orang berbicara tentang hal-hal yang santai sampai urusan bisnis internasional.

Namun demikian, tidak selamanya HP itu positif. Kalau yang disimpan di dalam HP adalah perkara kemungkaran, maka yang terjadi adalah kejelekan. Akan tetapi kalau yang disimpan di dalam HP tersebut adalah ayat Al-Quran, dan Al-Quran itu dibaca pastilah HP memiliki sifat menguntungkan atau bermanfaat. Oleh karena itu masyarakat harus memilih mana yang dianggap manfaat dan mana yang dianggap mudarat. Masyarakat Islam harus menjadi modern tetapi harus tetap berada di dalam koridor ajaran Islam yang selalu mengagungkan terhadap penetapan norma-norma yang selalu berguna bagi umat manusia.

Agama Islam, bagi kita, merupakan keyakinan. Bagi bangsa Indonesia, secara empiris, Islam merupakan bagian agama terbesar rakyat. Karena itu, sikap-sikap yang diterbitkan atau disangka diterbitkan oleh agama Islam, akan mempunyai pengaruh besar sekali bagi proses perubahan sosial. Bagi perubahan sosial, peranan Islam akan diwujudkan dalam dua sikap: menopang atau merintangi. 

Penting bagi kita untuk memahami betapa lebarnya kesenjangan antara pendidikan dan pendidikan sekuler di Mesir berikut konsekuensi-konsekuensinya yang sangat jauh jangkauannya. Hal ini tidak hanya menempatkan suatu sekolah dalam posisi berlawanan dengan sekolah lainnya dan suatu universitas-universitas lainnya: tetapi juga, lebih dari pada faktor mana pun, mendorong timbulnya perpecahan dikalangan umat muslim, yang terutama tampak di kota-kota besar, yang menempatkan kelompok ortodoks dalam posisi berlawanan dengan kelompok “yang dibaratkan” dalam hampir semua kegiatan social maupun intlektual, dalam cara berpakaian, sikap hidup, kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat, hiburan, sastra, dan bahkan dalam percakapan mereka.18 

Kenyataan tentang adanya kesenjangan dan perlunya diakhiri kesenjangan inilah yang mendorong timbulnya modernisme dalam Islam. Pada saat yang sama, ia menampilkan pengertian-pengertian dilema kejahatan di mana gerakan pembaharuan itu dipaksa masuk. Di satu pihak, dalam upaya menuju formulasi prinsip-prinsip dan ajaran-ajaran Islam yang modern, para pembaharu itu hanya menjangkau sebagian besar kalangan terpelajar, tidak menyentuh rakyat kebanyakan. 

Karena itu pengaruh mereka jauh lebih besar dikalangan umat Muslim terpelajar di luar kelompok ahli-ahli agama (ulama). Intinya adalah, Islam mengutuk taql³d secara membabi buta (mengikuti pendapat yang tidak kritis) dalam masalah keyakinan dan pengamalan kewajiban-kewajiban agama secara mekanik. 

Islam membangunkan akal dari tidurnya dan menyaringkan suaranya untuk menentang prasangka-prasangka orang yang bodoh, sembari menegaskan bahwa manusia tidak dicipta untuk dibelenggu tetapi secara fitri dia harus membimbing dirinya sendiri dengan menggunakan ilmu dan pengetahuan, yaitu ilmu tentang alam semesta dan pengetahuan tentang hal-hal yang sudah berlalu.

Islam menjauhkan kita dari keterikatan secara eksklusif kepada segala sesuatu. Ia menunjukkan kepada kita bahwa kenyataan yang ada, dari segi waktunya, lebih dulu sampai kepada kita tidak merupakan bukti pengetahuan atau ketinggian akal fikiran, bahwa para nenek moyang dan keturunannya memiliki kemampuan intelektual dan kemampuan-kemampuan alami yang sama.20 Jadi ia melepaskan diri dari semua rantai yang mengikatnya, membebaskannya dari taqlid buta yang telah memperbudaknya, dan mengembalikan kewenangan kepadanya untuk mengambil keputusan sendiri sesuai dengan penilaian dan kebijakannya sendiri, namun demikian, ia wajib berkhidmat dihadapan Allah sendiri dan berhenti pada batas-batas yang ditetapkan agama; tetapi dalam batas-batas ini tidak ada penghalang bagi kegiatannya dan juga tidak ada pembatasan terhadap berbagai macam spekulasi yang dapat dikemukakan atas tanggung jawabnya

(A.M)

 


Reactions

Post a Comment

1 Comments