Ticker

6/recent/ticker-posts

Meningkatkan Solidaritas Masyarakat Melalui Tradisi Nyadran di Dusun Genting Kendal

Tradisi Nyadran di Dusun Genting Desa Getas, Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal

DI TENGAH kesibukan dan dinamika kehidupan modern, beberapa tradisi di masyarakat tetap bertahan dan dipelihara dengan penuh baik, salah satunya adalah tradisi Nyadran yang ada di Dusun Genting, Desa Getas, Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal. 

Setiap tahun, warga menggelar acara ini sebagai wujud penghormatan kepada leluhur, mempererat hubungan antar keluarga dan tetangga, serta memperkokoh rasa kebersamaan. 

Nyadran bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi juga momen penguat ikatan sosial yang telah terjalin sejak lama. Dalam tradisi ini, ada doa yang dipanjatkan bersama makanan yang dibagi secara merata serta kebersamaan yang terasa begitu hangat.

Nyadran adalah tradisi tahunan yang dilakukan oleh masyarakat di Dusun Genting, Desa Getas, Kendal, untuk mengenang para leluhur, berdoa bersama, dan menjaga tali persaudaraan antar warga. 

Tradisi ini ialah wujud penghormatan kepada arwah leluhur yang telah meninggal, serta cara untuk mempererat hubungan sosial di antara sesama warga. Nyadran bukan hanya sekadar acara ritual, tetapi juga simbol dari solidaritas dan kebersamaan yang sudah terjalin sejak lama.

Tradisi Nyadran telah ada sejak zaman dahulu dan telah dilestarikan oleh masyarakat turun-temurun. Tradisi ini memiliki akar yang dalam dalam kehidupan spiritual dan sosial masyarakat. 

Masyarakat Dusun Genting Kabupaten Kendal percaya bahwa dengan melaksanakan Nyadran, mereka bisa mempererat hubungan dengan leluhur dan sesama warga. 

Selain itu, acara ini juga dimaksudkan untuk mendoakan para leluhur agar mendapatkan tempat yang baik di sisi Tuhan, serta agar hidup masyarakat selalu diberkahi dengan kesehatan, rezeki yang lancar, dan kedamaian.

Nyadran dilaksanakan dua kali dalam setahun, dengan waktu yang sudah ditentukan. Biasanya acara ini dilaksanakan pada bulan Sya’ban atau Ruwah. Yang pada tahun ini diperingati pada Jumat 14 Februari 2025. 

Pada satu hari sebelum acara, masyarakat melakukan prosesi ziarah atau nyekar di makam leluhur mereka. Pada hari berikutnya, setelah menggelar doa bersama, mereka berkumpul untuk makan di sepanjang jalan yang telah dihias dengan daun pisang.

Prosesi Nyadran

1. Nyekar (Ziarah ke Makam)

Pada malam hari sebelum Nyadran, keluarga-keluarga di Dusun Genting melakukan prosesi nyekar ke makam para leluhur mereka. 

Setiap keluarga berziarah dengan penuh penghormatan, mendoakan arwah leluhur agar mendapatkan berkah dan keselamatan di akhirat. Ziarah ini biasanya dilakukan dengan membawa bunga dan makanan sebagai simbol penghormatan.

2. Makan Bersama

Pada hari berikutnya, setelah yasinan dan doa bersama, acara dilanjutkan dengan makan bersama. Makanan yang disiapkan oleh setiap rumah terdiri dari nasi putih dan lauk-pauk, yang dimasak dengan penuh kasih. 

Hidangan ini kemudian dibawa ke jalan, yang telah dihias dengan daun pisang. Setiap warga duduk bersama, menikmati hidangan, serta bertukar jajanan dan buah-buahan dengan tetangga mereka. 

Acara makan bersama ini bukan hanya soal menikmati makanan, tetapi juga sebagai bentuk kebersamaan dan rasa syukur.

3. Doa Bersama

Doa dipimpin oleh Pak Modin, seorang tokoh agama setempat, yang mengucapkan doa untuk para leluhur dan masyarakat yang hadir. 

Doa yang dipanjatkan penuh harapan untuk kesehatan, keselamatan, dan keberkahan hidup. Masyarakat mendengarkan doa ini dengan khidmat, kemudian bersama-sama mengucapkan amin.

4. Pembagian Daging Kambing

Setelah doa bersama, daging kambing yang telah dimasak dengan penuh kasih dibagikan ke setiap rumah sebagai simbol berbagi rezeki. 

Pembagian daging ini juga merupakan bentuk solidaritas antar sesama warga, di mana tidak ada yang merasa kekurangan dan semua keluarga bisa merasakan kebahagiaan.

Ketentuan dalam Tradisi Nyadran

Meskipun setiap rumah berhak untuk membawa hidangan sesuai dengan keinginan mereka, ada beberapa ketentuan yang berlaku dalam acara ini.

1. Makanan Wajib

Setiap keluarga membawa nasi putih dan lauk-pauk yang sudah disiapkan dengan penuh kasih. Makanan bisa berupa ayam, ikan, atau olahan tempe, namun yang terpenting adalah berbagi dengan sesama.  

2. Ziarah ke Makam

Masyarakat diwajibkan untuk melakukan ziarah di makam leluhur mereka pada malam sebelum acara. Ini adalah bentuk penghormatan kepada arwah keluarga yang telah meninggal.

3. Penghormatan dan Kebersamaan

Seluruh prosesi Nyadran dilakukan dengan penuh rasa hormat dan kebersamaan. Tidak ada yang merasa lebih atau kurang, semua warga saling berbagi dalam kebahagiaan dan doa.

Solidaritas Masyarakat dalam Kelestarian Tradisi

Salah satu aspek yang sangat menarik dari tradisi Nyadran di Dusun Genting adalah solidaritas yang terjalin di antara masyarakat. Setiap keluarga tidak hanya berpartisipasi dalam acara dengan membawa makanan. 

Tetapi mereka juga bekerja sama untuk memastikan keberlangsungan tradisi ini. Setiap RT memiliki peran bergilir dalam mempersiapkan acara, seperti memotong kambing, memasak, atau melakukan doa bersama di makam.

Selain itu, solidaritas ini juga tercermin dalam semangat kebersamaan yang ditunjukkan dalam acara makan bersama. Semua warga saling berbagi makanan, tanpa memandang status sosial atau latar belakang. 

Hal ini merupakan simbol dari persatuan yang terjaga melalui kebersamaan dan kepedulian antar sesama. Bahkan, masyarakat yang tinggal jauh merasa terpanggil untuk kembali ke kampung halaman demi merayakan Nyadran. 

Ini menunjukkan betapa kuatnya ikatan emosional yang terjalin antara keluarga, tetangga, dan leluhur. Tradisi ini bukan hanya sekadar upacara, tetapi juga ajang untuk mempererat tali silaturahmi dan membangun solidaritas sosial di tingkat lokal.

Nyadran di Dusun Genting Kabupaten Kendal bukan hanya sekadar tradisi belaka, tetapi juga merupakan simbol dari solidaritas dan kebersamaan yang telah terjalin erat dalam kehidupan masyarakat. 

Melalui prosesi yang penuh makna, mulai dari ziarah ke makam leluhur hingga makan bersama, masyarakat Dusun Genting menunjukkan betapa pentingnya menjaga hubungan baik dengan leluhur, keluarga, dan tetangga. 

Tradisi Nyadran bukan hanya sebuah upacara agama, tetapi juga sebuah momen untuk merayakan kebersamaan, berbagi rezeki, dan mempererat solidaritas antar warga. 

Penulis: Iklima Nur Respati, Mahasiswa Pengembangan Masyarakat Islam UIN Walisongo Semarang

Reactions

Post a Comment

0 Comments