![]() |
Foto ilustrasi: Pixabay |
Perihal Rindu
Waktu sudah larut dan semakin malam
Hiruk-pikuknya juga telah mulai terpendam
Di antara dinding marun aku berbaring sendiri
Merebahkan penat dalam heningnya waktu
Menghitung hari demi hari yang telah pergi
Aku dan kamu yang terpisah jarak dan waktu
Di dalam dunia yang sama namun berbeda arahnya
Ada berbagai hal yang sedang kita rajut mimpinya
Yang kini belumlah menjadi satu
Menyempurnakannya menjadi sebuah cerita
Nyanyian dari surga
Di dalam diam sendiri yang aku renungi
Ada rindu yang tak biasa
Menyelimuti malamku yang sepi sendiri akanmu
Dalam lelahnya aku merangkai mimpi
Ada rindu yang tak biasa
Tentang imaji sebuah rasa
Rasa yang kan pertemukan aku dengan mimpimu
Rindu ini terus menyemangati
Menghangatkankun dalam setiap nadinya
Menggenggam hati ini tetap di tempatnya
Menunggu hingga saatmya tiba
Saat imajinya tiba mimpi kita terangkai indah di dalamnya
Menjadi satu dalam ikatan cerita cinta
Yah… masihku menunggumu di sini
Menghitung hari demi hari yang aku lewati
Tak ingin aku sirna dari rindu ini
Rindu yang tak biasa kan terus ku jaga
Hingga nanti saatnya tiba
Ketika aku pulang dan memeluk erat tubuhmu
Melepas semua rindu yang aku punya di sana
Di sisimu yang tak akan pernah menjadi biasa
Cerita Malam
Kidung malam yang mengetuk tidak lagi terdengar
Samar iramanya pergi jauh meninggalkan semesta
Taik tersisa lagi bait-bait indah yang menjadi penyejuk dalam jiwa
Kosong, hampa terperangkap dalam ruang tak bersuara
Malam selalu saja punya cerita
Dalam balutan sepi yang jadi pendengar setia
Ia terisak berurai air mata
Meskipun pahit namun banyak hal tergambarkan di sana
Rasa sakit yang menggores nuraninya
Tak juga hilang meski banyak luka yang tersimpan
Tetap menganga menorehkan sejuta rasa
Jangan Tanya Lagi
Kesedihan hati melalui puisi
Puisi untuk hati yang sedih
Kembali semilir bayu senja
Yang pernah menggerai bahasa rindu
Kini meniti bayang ilusi merejas puisi pilu
Dalam desah nafas disetiap ejaan kataku
Dan sekujur rasa ingin bertandang
Meminta seruan hasrat dalam satu pandang
Saat kelopak senyum menantang
Namun tak apalah
Mungkin aku dapat mengusap ramah di jiwamu
Menghimpun selaksa riuh rindunya di bibir imaji asa
Dengan sebatas sapa yang terpaksa menyapa
Maka jangan tanya lagi
Bila sisanya tiada yang terisi
Adakah rasaku terbagi
Setealah senja lepas pergi
Terbalut dalam awan malam ini
Lalik Kongkar, pemerhati sosial minat kajian politik, sastra, dan filsafat
0 Comments