Ticker

6/recent/ticker-posts

Pesan Al-Qur'an Mengatasi Burnout di Era Modern

Ilustrasi pekerja mengalami burnout. (Foto: Pixabay)

DI TENGAH hiruk-pikuk era digital yang serba cepat, istilah "burnout" telah menjadi bagian dari percakapan sehari-hari. Jadwal meeting virtual yang tak ada habisnya, dering notifikasi yang terus mengganggu, hingga tekanan pekerjaan yang semakin menumpuk, semua ini perlahan tapi pasti menggerus energi dan kesehatan mental kita. 

Tidak mengherankan, jika survei Jobstreet Indonesia melaporkan data tahun 2023 menunjukkan bahwa 43 persen pekerja Indonesia memprioritaskan keseimbangan kerja-hidup dalam memilih pekerjaan. Sementara laporan PPM Manajemen tahun 2024 mencatat bahwa burnout menjadi tantangan utama dalam dunia kerja modern, dengan pekerja global merasa semakin lelah akibat tekanan pekerjaan.

Fenomena ini bahkan semakin mengkhawatirkan di kalangan generasi muda. Tekanan untuk selalu produktif, FOMO (Fear of Missing Out), dan budaya "hustle culture" yang mengagungkan kerja keras tanpa henti, mendorong banyak orang ke jurang kelelahan mental dan fisik yang berbahaya.

Menariknya, jauh sebelum istilah "burnout" menjadi tren, Islam telah memberikan panduan  komprehensif tentang bagaimana menjalani kehidupan yang seimbang. Sebagai agama rahmatan lil alamin dan petunjuk untuk seluruh umat manusia, Alquran telah menetapkan prinsip-prinsip yang tidak hanya mencegah burnout, tetapi juga memastikan kesehatan mental dan spiritual umatnya. 

Panduan ini terlihat dalam surat Al-Qashash ayat 77:

وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ 

“Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 77).

Tafsir Ibnu Katsir (Juz 26/hlm. 226) mengupas ayat ini dengan menggarisbawahi tiga prinsip utama. 

Keseimbangan dunia dan akhirat
Harta yang dianugerahkan Allah harus digunakan dalam ketaatan dan mendekatkan diri kepada-Nya, tetapi manusia juga diperbolehkan menikmati bagian duniawi yang halal, seperti makanan, pakaian, dan tempat tinggal.

Hak yang harus dipenuhi
Setiap muslim memiliki kewajiban terhadap Tuhannya, dirinya sendiri, keluarganya, dan masyarakatnya. Tidak boleh ada hak yang diabaikan demi mengejar kesuksesan duniawi.

Mencegah kerusakan
Ayat ini mengingatkan untuk tidak menggunakan nikmat dunia untuk perbuatan yang merusak, baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan sosial.

Tafsir Ar-Razi (Juz 25/halaman 13–16) memberikan konteks tambahan melalui kisah Qarun, seorang figur dalam sejarah Bani Israil yang menjadi simbol ketidakseimbangan hidup. Qarun adalah kerabat Nabi Musa yang pada awalnya dikenal sebagai seorang alim dan taat, tetapi berubah menjadi sombong karena kekayaannya. Dalam hal ini, tepat kiranya kisah Qarun yang mencerminkan bahaya dari ketidakseimbangan hidup dan fokus berlebihan pada duniawi untuk diambil pelajaran.

Beberapa pelajaran dari kisah Qarun menurut Ar-Razi di antaranya adalah: 

Kesombongan atas nikmat Allah
Qarun berkata, "Aku memperoleh kekayaan ini karena ilmu yang ada padaku," (QS. Al-Qashash [28]: 78). Ia mengabaikan bahwa segala nikmat berasal dari Allah. Sikap ini mencerminkan pola pikir modern dalam bournot, di mana keberhasilan sering dikaitkan hanya dengan usaha pribadi tanpa menyadari peran takdir Allah.

Pengabaian tanggung jawab sosial
Qarun menolak menggunakan hartanya untuk membantu masyarakat. Hal ini mengingatkan kita akan pentingnya berbagi dan memberikan manfaat kepada sesama.

Akibat ketidakseimbangan hidup
Keserakahan Qarun membawanya pada kehancuran. Harta yang ia banggakan akhirnya menjadi penyebab kebinasaan dirinya dan hartanya, sebagaimana diabadikan dalam surat Al Qashah ayat 81 yang berfungsi, "Maka kami benamkan dia bersama rumahnya ke dalam bumi."

Dalam konteks modern, burnout juga menonjolkan pola kerja berlebihan yang sering kali mengorbankan kesehatan mental, hubungan sosial, dan spiritualitas. Islam menekankan pentingnya keseimbangan antara dunia dan akhirat. Ini sebagaimana yang ditegaskan Rasulullah SAW dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Buchori, "Tuhanmu memiliki hak atasmu, dirimu memiliki hak atasmu, dan keluargamu memiliki hak atasmu. Maka, berikanlah hak kepada setiap yang berhak." (HR. Bukhari No. 1832).

Langkah Islami untuk Menghadapi Burnout

Mengutamakan tawakal dan Qana'ah 
Surat Hud ayat 6 menegaskan bahwa rezeki setiap makhluk telah diatur oleh Allah. Tawakal berarti percaya pada ketentuan Allah sambil tetap berusaha, sementara qana'ah (merasa cukup) membantu menghindari ambisi berlebihan yang merusak.

Manajemen waktu Islami
Waktu salat dapat dijadikan jeda alami dalam pekerjaan. Penelitian menunjukkan bahwa istirahat berkala meningkatkan produktivitas. Hal ini sejalan dengan prinsip Islam yang mendorong keseimbangan antara ibadah dan kerja.

Penggunaan harta untuk kebaikan
Islam mendorong penggunaan harta untuk tujuan yang bermanfaat, seperti membantu sesama. Namun, Burnout yang berfokus pada akumulasi materi sering kali bertentangan dengan ajaran ini. Dalam hal ini Islam mendorong penggunaan harta untuk tujuan yang bermanfaat, seperti membantu sesama, karena harta yang kita miliki pada hakikatnya adalah amanah dari Allah. 

Hal ini ditegaskan dalam Surat Al-Hadid ayat 7 yang berbunyi, "Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian dari hartanya), bagi mereka pahala yang besar."

Mencegah kerusakan
Burnout seringkali merusak kesehatan mental dan fisik. Islam melarang tindakan yang merugikan diri sendiri dan orang lain, sebagaimana ditegaskan dalam Surat Al-Baqarah ayat 195, "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan." 

Keseimbangan sebagai prinsip utama
Penting pula kiranya kita cermati apa yang Syekh Muhammad Mutawalli Sya'rawi katakan dalam tafsirnya (Sha’rawi, juz 18/halaman 11015) . Menurut beliau, kenikmatan dunia bersifat fana dan akan lenyap, baik karena kemiskinan, kehilangan, ataupun kematian. Oleh karena itu, ia menyarankan agar nikmat dunia dimanfaatkan untuk amal kebaikan yang mengarah pada kebahagiaan abadi di akhirat. 

Dengan cara ini, harta yang dimiliki tidak hanya memberikan manfaat sementara, tetapi menjadi simpanan kekal yang akan menemani manusia di akhirat.Alhasil, fenomena burnout yang marak di era modern memiliki kesamaan dengan kisah Qarun dalam Al-Qur'an. Fokus berlebihan pada materi dan pengabaian keseimbangan hidup dapat membawa kerusakan, baik secara individu maupun sosial. 

Islam, melalui Al-Qur'an dan tafsir para ulama, menekankan pentingnya menggunakan nikmat dunia untuk mendekatkan diri kepada Allah, memenuhi hak-hak diri dan orang lain, serta mencegah kerusakan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, umat Islam dapat menghadapi tekanan hidup modern dengan bijaksana, tanpa mengorbankan kesehatan mental, hubungan sosial, dan spiritualitas. 

Sumber Rujukan
Fakhr al-Dīn al-Rāzī Fakhr al-Dīn al-Rāzī, A. ʿAbd A. M. ibn ʿUmar ibn al-Ḥasan ibn al-Ḥusayn al-Taymī al-Rāzī. (1420). Mafātīḥ al-Ghayb; Tafsīr al-Kabīr (Vol. 25). Dār Iḥyāʾ al-Turāth
Ibn Kathīr al-Dimashqī, A. al-F. I. ibn ʿUmar. (1998). Tafsīr al-Qurʾān al-ʿAẓīm (Vol. 6). Dār al-Kutub al-ʿIlmiyyah
Sha’rawi, M. M. (1997). Tafsir al-Sha’rawi: Al-Khawatir (Vol. 18). Akhbar al-Youm

Penulis: Muhammad Arsyad, Mahasiswa Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir UIN Antasari Banjarmasin
Reactions

Post a Comment

0 Comments