Ticker

6/recent/ticker-posts

Biografi dan Pemikiran Rasyid Ridha, Pemikir Mesir Pembaharu Islam

Sumber: Istimewa

MUHAMMAD Rasyid Ridha merupakan murid dari Muhammad Abduh. Ia dilahirkan pada tanggal 27 Jumadi Ula tahun 1282 H atau  1865 M di tengah-tengah masyarakat yang akrab dengan gerakan-gerakan tarikat. Namun kondisi  mayarakat yang semacam ini membuatnya turut menyertakan diri dan membuatnya menjadi anggota tarikat Naqsabandiyah. 

Nama lengkapnya ialah Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Muhammad Syamsyuddin Al-Qolamuni yang lahir di Qolamun, yaitu sebuah desa yang terletak di Lebanon, tidak jauh dari kota Tripoli (Syuriah). Menurut sebuah keterangan, Rasyid Ridha ialah keturunan Al-Husaein, cucu Rasulullah SAW. 

Sejak kecil Rasyid Ridha belajar manulis, berhitung, serta membaca Al-Qur’an di sebuah Desa Qolamun. Kemudian meneruskan pendidikannnya di Madrasah Al-Wathoniyah Al-Islamiyah di Tripoli yang didirikan oleh Al-Husain Al-Jisr. Beliau adalah seorang ulama yang pemikiran agamanya dipegaruhi oleh pemikiran modern. 


Selain mendapat bimbingan dari gurunya Syekh Husaein Al-Jisr, ia dipengaruhi oleh ide pembaharuan yang dicetuskan oleh Jamaluddin Al-Afghoni dan Muhammad Abduh melalui majalah Al-Urwad Al-Wutsqa. Kemudian ia berniat menggabungkan diri dengan Al-Afgani di Istanbul, tetapi niat tersebut tidak terwujud. 

Sewaktu Abduh berada dalam pembungan di Bayrud, Rasyid Ridha mempunyai kesempatan baik untuk berjumpa dan berdialog dengan Abduh. Kemudian Rasyid Ridha menjalankan ide pembaharuan ketika ada di Syuriah, tetapi usahanya mendapatkn tantangan dari kerajaan Usmani. Ia merasa terikat tidak bebas sehingga memutusakan untuk pindah ke Mesir pada bulan Januari 1898 M.

Rasyid Ridha dikenal sebagai murid dari Muhammad Abduh. Bahkan beliau adalah pendukung utama pemikiran Muhammad Abduh dan penulis kitab tafsirnya. Kitab tersebut Tafsir Al-Qur’an Al-Hakim atau terkenal dengan tafsir Al-Manar, yang terdapat beberapa bagian pemikiran Muhammad Abduh.

Rasyid Ridha menjadikan prinsip kesatuan Al-Quran sebagai pondasi dalam memahami Al-Qur’an. Ia juga menyatakan bahwa Al-Qur’an mempunyai susunan dan urutan yang berada dalam puncak kekokohan dan kekuatan, walaupun diturunkan secara berangsur-angsur dalam konteks dan latar belakang yang berbeda. Namun, jika dikaji secara cermat semua tema tersebut berkaitan antara satu dengan yang lain serta menimbulkan kenikmatan ketika mengkaji kandungannya.

Ia menegaskan pernyataannya bahwa kesatuan Al-Qur’an yang tampak melalui susunan struktur dan pertautan antara bagian yang satu dengan yang lain merupakan bukti kemukjizatan Al-Qur’an. Ia juga mengatakan bahwa Al-Qur’an disusun secara Tauqifi sehingga ketika menafsirkan surah Al-A’raf, ia menguatkan pendapat Imam Alusi yang mengatakan bahwa susunan dan urutan Al-Qur’an adalah Tauqifi. Ia menolak pemikiran yang manyatakan bahwa susunan Al-Quran  adalah hasil Ijtihadi, yang disandarkan dari pendapat Yazid Al Farisi. 

Ia juga berusaha menjelaskan beberapa rahasia susunan kalimat dalam satu ayat, seperti pembuangan kata, pengulangan, penggunaan huruf dalam kalimat, peng-awalan dan pengakhiran dalam kalimat dan lain sebagaiannya. Ia juga mendiskusikan pendapat para ulama terdahulu kemudian meneguhkan pendapat yang ia anggap benar.

(AM)
Reactions

Post a Comment

0 Comments