KONDISI kesehatan dunia yang belum lepas dari Pandemi Covid-19, termasuk Indonesia menjadi perhatian tersendiri bagi khalayak umum. Bagaimana tidak, dalam kondisi seperti ini masyarakat dituntut untuk bersikap adaptif terhadap tranformasi yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan, tak terkecuali dalam dunia pendidikan.
Terhitung sejak Maret 2020, kondisi pandemi di Indonesia belum juga memperlihatkan kondisi membaik. Pembatasan sosial yang telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 2020 dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19 di Indonesia telah memaksa sekitar 68 juta pelajar dirumahkan dalam proses pembelajaran. Pandemi Covid-19 juga telah merenggut hak dan kebebasan para pelajar dalam mengembangkan potensi diri baik dalam pendidikan formal maupun non-formal.
Perubahan cara belajar masa pandemi atau dikenal dengan istilah pembelajaran daring nyatanya bukan sebuah formula dalam mengatasi permasalahan pendidikan di Indonesia. Perubahan tersebut justru mengakibatkan kegagapan dalam menjawab tantangan di setiap perubahan yang terjadi. Melalui kebijakan pembelajaran daring tersebut banyak pihak terkait yang terlihat belum siap. Ini dapat kita lihat dari sisi penguasaan IT pendidik, ekonomi siswa, jangkauan teknologi menurut letak geografis dan lain-lain
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim mengatakan “Kita harus jujur dalam proses adaptasi ke online learning juga sangat sulit, paling tidak masih ada pembelajaran terjadi daripada sama sekali tidak ada pembelajaran”. Mencermati kondisi pendidikan yang demikian, tidak menutup kemungkinan akan terjadi loss generation atau bahkan education death. Ini berarti bahwa pendidikan selama pandemi sebagai proses yang mengiringi pembelajaran tak hadir secara nyata dan bahkan mengarah pada kepunahan.
Dalam penelitian Afip Miftahul Basar tahun 2021 dengan judul “Problematika Pembelajaran Jarak Jauh Pada Masa Pandemi Covid-19” menyebutkan bahwa siswa kurang mampu dalam mamahami materi yang disampaikan. Hal tersebut random disebabkan oleh kurangnya media pembelajaran, konektivitas serta pengelolaan pembelajaran oleh guru. Hal tersebut akan berdampak pada pribadi siswa dalam menangkap setiap materi pembelajaran. Keterbatasan diri, membuat kita tidak dapat memprediksi akan mampukah generasi selanjutnya berkembang untuk menciptakan Indonesia yang lebih baik lagi dalam 10-20 tahun ke depan.
Kondisi pendidikan yang demikian cenderung melahirkan tanda tanya besar mengenai akar permasalahan yang terkesan kompleks. Perubahan yang diiringi dengan ketidakpastian sebagai sifat dari perubahan, dapat berimplikasi terhadap pendekatan pendidikan secara mendalam. Tak banyak yang dapat dilakukan, kecuali berdamai dengan keadaan dan beradaptasi sebagai momentum menciptakan kebangkitan pendidikan.
Menciptakan kebangkitan pendidikan dalam dunia yang semakin terhubung, perlu adanya mindset (pola pikir) baru, inovasi, serta semangat inklusi yang sejalan dengan kata baru. Yang terpenting dalam kondisi saat ini adalah bagaimana cara kita untuk menyikapi permasalahan terkait “perubahan” era pandemi dengan mindset pendidikan secara terbuka.
Dengan demikian kita diharapkan mampu untuk menghadirkan berbagai inovasi pendidikan yang tercipta dari gabungan atmosfer sosial dan kemampuan intelektual yang kaya akan ilmu pengetahuan teknologi, baik secara konstektual maupun autentik. Sejalan dengan itu, memang secara nasional Indonesia harus mampu untuk menghadapi segala perubahan yang terjadi baik secara tekad maupun cita-cita guna mewujudkan misi keabadian. Kini, bebarengan dengan perayaan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei dan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei, insan manusia hendaknya mampu memaknainya sebagai momentum lahirnya semangat baru untuk lepas kondisi dari keterpurukan kondisi pendidikan masa pandemi.
Bagi siswa dan guru, momentum kebangkitan pendidikan tersebut dimaknai sebagai agen perbaikan. Misalnya pertama, peningkatan kualitas guru berkaitan dengan kemampuan memadukan teknologi dan pedagogi. Singkatnya, guru dituntut untuk mampu merancang strategi, bahan ajar, kurikulum serta mampu mendesain model pembelajaran sesuai dengan perkembangan teknologi dalam pembelajaran. Dengan begitu kinerja pembelajaran dapat maksimal sekaligus mengurangi kebosanan siswa.
Kedua, inovasi pendidikan. Dimula dengan memperbaiki sarana dan prasarana pendidikan. Khususnya berkaitan dengan jaringan internet dan fasilitas telepon seluler atau laptop. Karena kondisi pandemi, segala sesuatunya diakses dengan internet (teknologi digital) yang menjadi infrastruktur penting guna menunjang pengembangan dan inovasi pendidikan.
Ketiga, peningkatan mutu pendidikan. Hal ini dapat dilakukan dengan menjadikan sekolah mampu bersaing dan unggul dalam kegiatan pembelajaran, baik dalam mewujudkan visi maupun misi-nya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Selain itu dapat juga dilakukan dengan inovasi pembelajaran dengan belajar kelompok. Pembelajaran secara kelompok tersebut dimaksudkan untuk pemerataan kemampuan kepemahaman siswa, sebab antara satu dengan lainnya kemampuan dalam belajarnya tidak sama.
Penulis: Yolanda Redita Ika Ning Tiyas, Mahasiswa Jurusan Tadris Matematika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
2 Comments
mantapp
ReplyDeleteSitu juga bund xixixi
Delete