Ticker

6/recent/ticker-posts

Urgensi Pendidikan Seksual dan Kesehatan Mental Remaja



Sebanyak 37 pasangan ABG terjaring razia di kamar hotel daerah Jambi pada Rabu (08/07/20) malam, (Kompas.com). Puluhan remaja terjaring oleh petugas di sejumlah hotel yang ada di Jambi. Dari 37 pasangan yang diamankan, ada yang hendak menggelar ulang tahun dengan pesta seks. Saat ditangkap, petugas juga menemukan barang bukti berupa satu kotak alat kontrasepsi dan obat kuat.
 
Seks bebas saat ini sudah ditingkat yang mengkhawatirkan. Hal ini menjadi sorotan penting bagi remaja, karena tingginya angka delinkuensi. Sejalan dengan perkembangan remaja yang ingin menyelami berbagai kehidupan serta diiringi dengan kondisi mental yang labil, perilaku delikuensi menjadi bagian yang sangat terlihat bagi mereka. Adapun misalnya beberapa problem psikososial yang banyak dialami remaja diantaranya adalah hamil di luar nikah. 

Dalam dunia perfilman, sempat beredar sinetron bertajuk Dari Jendela SMP yang diadaptasi dari cerita novel karya Mira W. Sinetron yang bernuansa asmara remaja yang sampai mengalami kehamilan di luar nikah tersbut mendapat respon dari warganet. Banyak yang menilai bahwa cerita dalam sinetron ini merupakan tontonan yang tidak mengedukasi.
 
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pun menggelar pertemuan dengan perwakilan SCTV selaku stasiun yang menayangkan sinetron tersebut pada 30 Juni 2020. Hal ini guna mendapatkan keterangan lengkap. Setelah melalukan pertemuan, Koordinator bidang Pengawasan Isi Siaran KPI Mimah Susanti mengatakan, penayangan sinetron adaptasi dari novel yang sudah dikenal luas oleh publik harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian.

Dalam hal ini, justru penulis melihat secara umum di balik sinetron drama keluarga ini memiliki tujuan untuk memberikan peringatan kepada orang tua tentang pentingnya pendidikan seksual untuk remaja. Peran orang tua dalam pendidikan seks pada anaknya, sangatlah penting. Sehingga dari situlah remaja dapat mengerti dan memahami tentang identitas seksnya, yang nantinya diimplementasikan dalam sikap dan perilakunya sesuai dengan jenis seks masing-masing dan tata laksana norma kebudayaan yang dapat diterima oleh masyarakat.


Seharusnya pemerintah dan masyarakat mencari cara terbaik untuk mengupayakan pendidikan seks remaja yang efektif dalam penyampaiannya, agar tidak terjadi kekeliruan dalam pemahaman anak remaja. Karena dari pengertian seksual itu sendiri dapat diartikan sangat luas. Seksual tidak terbatas hanya pada masalah reproduksi, regenerasi, perkembangan jenis dalam pengertian biologis maupun eksistensi speciesnya dan dikatakan umum karena menyangkut banyak hal mengenai proses sikap dan perilaku dalam pergaulannya. 

Pada dasarnya tujuan pendidikan seksual pada remaja adalah menghindari dari penyimpangan-penyimpangan baik dilakukan pada saat masa remaja ataupun akibat yang terbawa sampai masa dewasa dan tuanya kelak yang disebabkan karena kesalahan dalam pemahaman, sikap, dan perilaku seksualnya semasa remaja (Latipun & Notosoedirjo, 2014).

Erich fromm mengatakan "from the standpoint of function in society one can all a person normal or healthy if the he is able tu fulfill his social roles- if he is able to participate in the reproduction of society". Dengan demikian, remaja dapat merasakan kesesuaian diri pribadinya dengan kehidupan lingkungannya. Jadi, perlu ditekankan bahwa pendidikan seksual bukan semata-mata langsung terfokus pada hubungan genetalia pria dan wanita saja.


Sangat disayangkan jika pendidikan seksual ini gagal, karena akan berakibat buruk bagi kehidupan remaja. Di sisi lain ada akibat sekunder yang tidak diharapkan dari sisi sosial dan mentalnya. Diantaranya mereka tidak dapat belajar sebagaimana remaja lain yang seusianya, mereka terlalu cepat berperan sebagai orang tua tanpa persiapan yang matang dan bagi kesehatan remaja yang hamil diusia terlalu muda jauh lebih rentan mengalami keguguran.

Kesehatan Mental Remaja

Ilustrasi: Detik.com

Kesehatan mental masyarakat pada dasarnya tercermin di antaranya dari segi kesehatan mental remajanya. Makin tinggi angka delikuensi, bunuh diri, penggunaan obat dan ketergantungan pada zat adiktif pada remaja, berarti kesehatan mental masyarakat semakin rendah.

Berdasarkan hasil data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi penderita skizofrenia atau psikosis sebesar 7 per 1000 dengan cakupan pengobatan 84,9%. Sementara itu, prevalensi gangguan mental emosional pada remaja berumur lebih dari 15 tahun sebesar 9,8%. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2013 yaitu sebesar 6%. WHO menyebutkan, anak muda alias generasi milenial saat ini lebih rentan terkena gangguan mental. Terlebih masa muda merupakan waktu dimana banyak perubahan dan penyesuaian terjadi baik secara psikologis, emosional, maupun finansial. 

Di sini penulis menemukan faktor paling mendominasi yang menyebabkan terganggunya kesehatan mental pada remaja, yaitu terletak pada masalah psikologisnya. Pasalnya latar belakang keluarga yang broken home, orang tua yang apatis dan tekanan dari orang tua yang toxic. Implikasinya terlihat dari pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada remaja saat ini tidak dapat tertangani secara baik. 


Fase remaja masih menunjukan sifat kekanak-kanakan. Namun di sisi lain remaja dituntut bersikap dewasa oleh lingkungannya. Sejalan dengan perkembangan sosialnya, pada masa remaja mereka lebih konformitas pada kelompoknya dan mulai melepas dari ikatan serta ketergantungan kepada orang tuanya.

Usaha-usaha pencegahan kesehatan mental sangat penting dilakukan di kalangan remaja untuk mengurangi tingkat pergaulan bebas yang menyebabkan terganggunya kesehatan mental. Caranya bisa dengan membentuk program-program khusus seperti, peningkatan kesadaran terhadap kesehatan mental, penyuluhan tentang kehidupan berumah tangga, hidup secara sehat, pencegahan penggunaan zat-zat adiktif, pencegahan HIV/AIDS dan lain-lain.
 
Program kesehatan mental remaja ini, dapat dilakukan melalui institusi-institusi formal remaja seperti sekolah. Selain itu melalui intervensi lain seperti program-program kemasyarakatan, atau yang dibuat untuk kelompok-kelompok remaja. Orang yang dikatakan mentalnya sehat bukan berarti tidak punya masalah. Akan tetapi orang yang dikatakan mentalnya sehat adalah bagaimana seseorang itu dapat menyikapi berbagai masalah dengan bijaksana dan kedewasaan. Dimana hal tersebut bukan dilihat dari usia melainkan kematangan berpikir dan bertindak.

Penulis: Efa Retna Mulyani
Mahasiswa Psikologi UIN Walisongo & anggota aktif di Centre for Democracy and Islamic Studies (CDIS) Semarang
Reactions

Post a Comment

1 Comments

  1. Pendidikan seksual untuk remaja memang sangat penting, agar mereka tidak kaku dan lebih waspada

    ReplyDelete