Ticker

6/recent/ticker-posts

Bercermin pada Sosok Chairil Anwar


            
Presiden Penyair Indonesia, Sutardji Calzoum Bachri, mendeklarasikan tanggal kelahiran Chairil Anwar yang jatuh pada 26 Juli sebagai Hari Puisi Indonesia. Deklarasi itu ditetapkan pada puncak Pertemuan Penyair Indonesia I di Riau, 22 November 2012 silam. Dalam acara itu, sebanyak 32 penyair menghadiri pertemuan yang digelar di Gedung Teater Tertutup Anjung Seni Idrus, Pekanbaru, Riau.  
            
Penetapan Hari Puisi Indonesia yang diperingati setiap tanggal 26 Juli tentunya tidak lepas dari peran dan kontribusi Chairil Anwar. Penyair yang dijuluki ‘Binatang Jalang’ ini menjadi pelopor puisi modern Indonesia. Kehadiran Chairil dengan karya-karyanya memberikan perubahan dan genre baru dalam sejarah perkembangan bahasa dan sastra Indonesia. 
            
Jika kita membaca puisi-puisi Chairil, tentunya sangat berbeda dengan puisi-puisi para sastrawan sebelumnya. Perbedaan itu bisa dilihat dari keterikatan rima, gaya bahasa yang digunakan, serta bentuk dari puisi tersebut. Dengan datangnya Chairil, sastra yang awalnya terikat oleh bentuk aturan baku dan lebih condong menggunakan bahasa Melayu yang mendayu-dayu, berubah menjadi sastra yang bebas, tegas, dan lugas, serta mulai menggunakan bahasa Indonesia yang merepresentasikan jati diri bangsa yang sesungguhnya. 

Pembaca yang Rakus
            
Menjadi seorang penyair terkenal dengan sejumlah karya yang luar biasa tentunya memerlukan bahan bacaan yang sangat banyak. Begitulah yang dilakukan Chairil semasa hidupnya. Dia adalah seorang pembaca yang rakus. Bahkan buku sudah menjadi teman akrab yang menemaninya ketika pergi kemana pun.  
            

Meskipun Chairil berhenti sekolah sebelum lulus SMP, kegemarannya membaca masih terus berlanjut. Dia mengisi hari-harinya dengan membaca dan mempelajari karya-karya para sastrawan Barat, seperti Slauerhoff, Marsman, Rilke, dan lain sebagainya. Para sastrawan tersebut pula yang mempengaruhi gaya kepenyairan Chairil dan secara tidak langsung mempengaruhi tatanan kesusastraan Indonesia. Selain itu, berkat kegemarannya membaca banyak buku, Chairil bisa menguasai empat bahasa asing, yaitu Belanda, Inggris, Jerman, dan Prancis.    
            
Sungguh besar sekali manfaat yang dapat diperoleh dari membaca buku. Peribahasa Indonesia mengatakan bahwa membaca adalah jembatan ilmu. Artinya, jika seseorang rajin membaca, maka semakin banyak ilmu dan pengetahuan yang akan ia dapatkan. Namun sayang, para generasi Indonesia di era sekarang tidak memiliki minat baca yang tinggi seperti Chairil Anwar.             
            
Memasuki era digital ini, minat baca masyarakat Indonesia sangatlah rendah. Berdasarkan penelitian yang diadakan oleh Central Connecticut State University pada tahun 2016 lalu, Indonesia menempati urutan ke-60 dari 61 negara soal minat baca. Hal itulah yang menyebabkan Indonesia tertinggal jauh dari negara lain dalam bidang pendidikan dan perkembangan sumber daya manusia. 
            
Penggunaan internet yang tidak baik menjadi salah satu faktor terjadinya hal tersebut. Generasi sekarang lebih suka menggunakan internet untuk bermain sosial media daripada belajar dan menambah pengetahuan. Mereka lebih sering melihat dan menonton postingan yang tidak penting di media sosial daripada membaca buku yang memuat banyak wawasan. 
 
           
Andai saja generasi sekarang mempunyai minat baca yang tinggi seperti Chairil Anwar, pastinya Indonesia akan lebih maju dalam pendidikan dan sumber daya manusia. Namun sayang sekali, semakin maju teknologi malah membuat generasi muda lalai dalam tugasnya. Padahal banyak sekali ilmu pengetahuan dan informasi yang bersifat edukatif dapat diakses dari internet.

Masa untuk Berkarya
            
Perkembangan teknologi yang semakin canggih seharusnya dapat dimanfaatkan dengan baik bagi para generasi muda. Ini adalah suatu hal yang sangat menguntungkan bagi mereka dalam peningkatan kreativitas dan potensi diri. Terutama bagi yang sedang berada dalam usia produktif. 
            
Survei dari Badan Pusat Statistik mengungkapkan, usia produktif seseorang terjadi pada usia 15-49 tahun. Dalam hal ini, generasi muda mempunyai peluang besar dan daya cipta yang tinggi untuk menghasilkan suatu hal yang bermanfaat. Di masa-masa inilah mereka bisa menemukan pemikiran-pemikiran baru, menciptakan karya, menemukan inovasi sehingga penuh dengan prestasi yang bisa membanggakan bangsa ini. 
             
Sudah saatnya para generasi muda mulai membuka mata dan berpikir lebih dewasa. Dengan media dan sarana yang semakin canggih, seharusnya bisa mendukung kreativitas para generasi muda untuk menjadi orang yang besar seperti Chairil Anwar. Karena pada uisa produktif seperti inilah saat yang tepat untuk berkarya dan merintis masa depan.  
            
Kelahiran Chairil Anwar yang diperingati sebagai Hari Puisi Indonesia dapat dijadikan pelajaran bagi para generasi muda. Tentu kita semua mengharapkan agar mereka segera membuka mata. Kegemaran Chairil dalam membaca dan kreativitasnya dalam menciptakan suatu karya layak dijadikan teladan yang baik. Namun jika generasi muda tidak mempunyai minat baca dan tidak mau mengembangkan potensi yang ada pada dirinya, bagaimana nasib bangsa Indonesia di masa depan? 
 
(A.M)
Reactions

Post a Comment

0 Comments