Banyak pula di antara tabi’in Irak yang terkemuka dalam bidang tafsir seperti Masruq bin Al- Ajda’. Beliau salah seorang yang waro’ dan zahid, salah seorang dari sahabat Ibnu Mas’ud. Beliau diakui seorang kepercayaan oleh Ibnu Ma’in. Dan sering Al- Qadhi Syuraih meminta pendapatnya dalam menghadapi masalah yang sulit.
Di Irak, berdiri perguruan Ibnu Mas’ud yang dipandang oleh para ulama sebagai cikal bakal madzhab ahli ra’yi. Dan banyak pula tabi’in di Irak yang dikenal dalam bidang tafsir. Yang masyhur di antaranya ialah Alqamah bin Qais, Masruq, Al- Aswad bin Yazid, Murah al- Hazani, Amir Asy- Sya’by, Hasan Al- Basri dan Qatadah ibnu Dhammah as- Sadusi.
Itulah para mufasir terkenal dari kalangan tabi’in yang ada di berbagai wilayah Islam, dan dari mereka pulalah generasi setelah tabi’in belajar. Mereka telah mewariskan warisan ilmiah yang abadi pada kita.
Madrasah yang didirikan Ibnu Mas’ud ini juga memiliki keistimewaan. Pertama, Semaikin banyak ahli ra’yi. Kedua, banyak masalah khilafiyah dalam penafsiran al-Quran diakibatkan warna ra’yi tersebut. Ketiga, timbullah metode istid-lal sebagai kelanjutan dari adanya khilafiyah penafsiran al-Qur’an.
Segolongan ulama berpendapat tafsir mereka tidak harus dijadikan pegangan, sebab mereka tidak menyaksikan persitiwa-peristiwa, situasi, atau kondisi yang berkenaan dengan turunnya ayat-ayat Al-Qur’an sehingga mereka dapat saja berbuat salah dalam memahami apa yang dimaksud. Sebaliknya, banyak mufasir berpendapat tafsir mereka da[at dipegangi sebab pada umumnya mereka menerimanya dari para sahabat.
Pada masa tabi’in ini tafsir tetap konsisten dengan metode talaqqi wa talqin (penerimaan periwayatan). Tetapi setelah banyak ahli kitab masuk Islam, para tabi’in banyak menukil dari mereka cerita-cerita Israiliyyat yang kemudian ke dalam tafsir. Misalnya, yang diriwayatkan dari Abdullah bin Salam, Ka’ab Al- Ahbar, Wahab bin Munabbih dan Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij. Di sampin itu, pada masa ini, mulai timbul silang pendapat mengenai status tafsir yang diriwayatkan dari mereka karena banyaknya pendapat mereka.
Namun demikian pendapat tersebut sebenarnya hanya bersifat keberagaman pendapat, berdekatanan satu dengan yang lain. Dan perbedaan itu hanya dari sisi redaksional, bukan perbedaan yang bersifat kontradiktif.
(A.M)
Referensi:
Syeh Manna Al- Qathan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an,
0 Comments