![]() |
ilustrasi komunikasi |
DALAM BUKU berjudul Philosophy of Communication, pada bagian ketujuh "A Semiotic and a Phenomenological Discourse of Communication: The Author Should Die", Garry Radford mengemukakan tentang konsep lain dari komunikasi. Di mana dalam pembahasan sebelumnya, komunikasi dimaknai sebagai proses transmisi atau pengiriman pesan berisi ide komunikator kepada komunikan.Â
Premis dari rezim komunikasi ini mengisyaratkan bahwa pesan yang dibentuk dalam pikiran pengirim (sender) akan sama ketika diterima oleh pikiran si penerima pesan (receiver). Namun konsep itu berbeda dalam pembahasan pada bagian ini. Garry Radford menjelaskan gagasan tentang semiotika Umberto Eco dan fenomenologi Edmund Husserl.Â
Wacana semiotika dalam komunikasi menjelaskan hubungan antara teks dan pembaca, yang bertentangan dengan hubungan antara pengirim dan penerima.Dalam gagasannya tentang semiotika, Umberto Eco percaya bahwa penulis tidak terlalu penting dalam proses untuk membuat sebuah pemahaman kepada pembaca.Â
Filsuf asal Italia menilai bahwa pengarang seharusnya telah mati setelah dia menyelesaikan karya tulisannya, sehingga tidak lagi mengganggu laju teks. Oleh karena itu, hal yang penting yaitu mengidentifikasi atau membuat wacana di mana kita dapat mengartikulasikan hubungan antara teks dan pembaca, daripada penulis dan pembaca.Â
Menurut pemikiran Eco, setiap tanda yang ada di sekitar manusia membutuhkan intrepretasi. Relasi antara tanda dan proses intrepretasi ini ingin menegaskan bahwa proses komunikasi bukan sebagai proses transmisi ala John Locke. Bagi Eco, komunikasi adalah proses yang menghubungkan antara pembaca teks (reader) dan teks yang ditulis oleh seseorang.Â
Relasi ini mengakibatkan titik perhatian bergeser bukan pada kesamaan ide, tetapi pada latar belakang pembaca teks tersebut. Dengan begitu, sangat dimungkinkan adanya perbedaan antara satu pembaca dengan pembaca lain dikarenakan latar belakang yang beragam. Latar belakang individu dalam hal ini sering diistilahkan sebagai social treasury.
Social treasury merupakan seluruh ensiklopedia yang ada dalam diri seseorang dan bahwa tata bahasa telah menghasilkan sangat banyak sejarah dan interpretasi sebelumnya. Dapat dijelaskan bahwa terdapat perjalanan tekstual yang diambil untuk mencapai titik di mana ketika membaca suatu buku, proses interpretatif seseorang dipengaruhi oleh: pengetahuan bahasa, ensiklopedia pengetahuan, konvensi budaya, dan riwayat interpretasi sebelumnya mengenai teks-teks lain. Setiap orang dalam membaca teks, pasti memiliki ide-ide yang muncul tanpa perlu merenungkan ide dari penulis. Semua yang bisa dilihat pembaca adalah teks. Agar memahami teks, maka harus membuat dugaan yang berdasar (hipotesis).Â
Eco kemudian membagi dua karakter seseorang dilihat dari caranya membaca teks. Pertama empirical reader, yaitu orang yang membaca dalam banyak cara dan tidak ada hukum yang memberi tahu mereka cara membaca karena mereka sering menggunakan teks untuk alasannya sendiri. Empirical reader memiliki kebebasan untuk memposisikan teks dan dapat dimaknai sebagai keadaan di mana berbagai konvensi dan budaya tempat pembaca berada bersentuhan.Â
Selanjutnya tipe model reader, di mana memahami suatu teks mengikuti aturan-aturan yang membimbing pembaca untuk mengerti logika yang ada pada teks itu. Seorang model reader dapat dikatakan mampu bekerja sama dalam mengaktualisasikan dan menginterpretasikan teks dengan cara yang sama seperti yang dilakukan penulis secara generatif.
Sementara dalam literatur lainnya, Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss dalam buku Theories of Human Communication, memasukkan semiotika dalam tujuh tradisi teori komunikasi. Semiotika merupakan salah satu disiplin ilmu yang melihat pentingnya tanda dan simbol serta bagaimana keduanya mewakili konsep melalui pengalaman dan persepsi manusia.Â
Hal ini muncul untuk memproyeksikan pemikiran bahwa melalui persepsi diri sendiri, kita dapat menafsirkan makna objek-objek yang memiliki kehadiran simbolis dan bukan sekedar objek realitas. Dalam konteks ini, tanda berarti stimulus yang menunjukkan kondisi lain sementara simbol menunjukkan tanda kompleks dengan banyak makna.Â
Makna menurut tradisi ini adalah hubungan terikat dari tiga hal, yaitu objek, orang, dan tanda. Ketiga hal tersebut memiliki hubungan triadik. Untuk memperluas cabang semiotika lebih jauh, ada juga tiga subdivisi yang memisahkan luasnya tradisi ini. Pertama semantik berbicara tentang bagaimana tanda-tanda berhubungan dengan yang ditunjukkannya atau apa yang ditunjukkan oleh tanda-tanda.Â
Kedua, sintaksis hubungan antar tanda-tanda. Sintaktik selalumengacu pada aturan-aturan yang dengannya orang mengombinasikan tanda-tanda dalam sistem makna yang kompleks. Ketiga pragmatik yang mengkaji bagaimana tanda-tanda membuat perbedaan dalam kehidupan manusia atau penggunaan praktis serta berbagai akibat dan pengaruh tanda pada kehidupan sosial.
Setelah semiotika, Garry Radford juga menjelaskan tentang diskursus fenomenologi yang digagas oleh Edmund Husserl. Filsuf asal Ceko ini melengkapi pandangan penolakan psikologism yang menyatakan bahwa komunikasi cerminan dari pikiran-pikiran dan mental individu. Husserl juga mengembangkan mengenai komunikasi yang tidak bergantung pada premis bahwa meaning (makna) tergantung pada ide-ide di dalam pikiran.Â
Sama seperti Umberco Eco, Husserl memandang komunikasi bukan sebagai proses transmisi ide-ide. Dia menjelaskan perbedaan antara sign (tanda) dan expression (ekspresi). Menurut Husserl, Sign (tanda) ialah sesuatu yang berpijak/berlaku untuk sesuatu lainnya, seperti asap yang menjadi tanda dari api/kebakaran, juga bendera-bendera tanda dari kebangsaan sebuah negara.Â
Sign juga dimaksudkan sebagai penanda atau menunjuk pada hal lainnya. Pada intinya tanda tidak hanya sekedar tanda dan maksudnya, namun di dalamnya juga menyangkut indication (menandakan adanya). Indication di sini selalu berhubungan dengan probability (kemungkinan) atau of contingency (peristiwa yang mungkin terjadi). Indication (indikasi) berhubungan dengan dugaan, dan sikap-sikap menduga biasa disebut sebagai hipotesis.
Bagi Husserl, komunikasi juga ada kemiripan dengan pengalaman psikis (mental) seseorang, yaitu apa yang ada dipikiran pendengar memiliki kesesuaian dari pikiran si pembicara. Hal ini bermaksud semata-mata ketika kita menangkap tanda atau maksud yang seseorang ekspresikan, kita sebagai pendengar/penerima secara intuitif akan menangkapnya sebagai bentuk untuk mengekspresikan hal itu atau hal lainnya.Â
Kesimpulannya, sebuah maksud atau arti atau makna dapat didapatkan tanpa harus terhitung sebuah benda atau suatu hal punya keterkaitan dan hubungan dari sebuah tanda dan hal yang melekat di benda tersebut. Dari hal ini, Husserl mengembangkan teori meaning miliknya tidak bergantung pada premis bahwa tanda-tanda mendapatkan maksud dari rumusan pikiran atau psikis yang diduga-duga.
Pendekatan Husserl mengenai komunikasi melebihi aspek fisik dari pesan untuk memahami struktur penalaran dan struktur makna dengan menggunakan metode bracketing. Metode bracketing ini mengharuskan seluruh asumsi mengenai alam dan fenomena empiris, dalam berbagai realitas, harus diletakkan dalam parenthesis dan disingkirkan karena dianggap tidak relevan dalam pengalaman.Â
Dengan begitu, berbagai macam asumsi John Locke mengenai komunikasi sebagai proses transmisi harus dikesampingkan. Hal ini termasuk berbagai bentuk fisik dari pesan dan penampilannya, mental empiris dari penerima serta pengirim pesan harus dikesampingkan dalam parenthesis. Metode bracketing menekankan pada esensi, di mana suatu wilayah bersifat absolut yang tidak bergantung sama sekali dengan manifestasi fisik, karena manifestasi fisik itu berubah secara konstan (secara terus-menerus).Â
Konsep esensi melebihi empiris ini digunakan untuk membentuk pengalaman seseorang mengenai sesuatu. Esensi sesuatu bersifat membantu memahami berbagai pengalaman. Dengan bracketing, yang tersisa adalah pandangan esensial. Fakta dengan begitu bersifat bergantung pada suatu hal lain, di mana pandangan eksperiental dalam kontingensi itu bersifat esensial. Saat berkomunikasi seringkali kita tidak ditunjukkan objek yang kita komunikasikan.Â
Meskipun begitu, kita dapat berkomunikasi dengan orang lain. Hal ini terjadi karena kita memiliki pandangan mengenai esensi dari type. Esensi bukan menyatu dalam pengalaman subjek, tetapi objek pengalaman, serta juga tidak terikat oleh ruang dan waktu dan merupakan kebutuhan fundamental dari proses komunikasi.
Pada bagian ini, Husserl telah membuka kesadaran bahwa komunikasi merupakan perhatian dari esensi eksperimental dari objek secara luas. Dalam hal ini, esensi dari pengalaman tidak dapat direduksi pada fenomena empiris. Ini bukanlah hal yang dapat kita temukan atau kita lihat. Sebagaimana gagasan Eco di awal bagian ini, bahwa penulis harus mati setelah selesai menulis, sehingga laju teks tidak akan ada masalah di tataran pembaca teks.Â
Husserl mengartikan bahwa kematian penulis bukan berarti mengurangi makna dalam teks, melainkan malah membebaskan teks dari kepercayaan penulis, sehingga pembaca teks memiliki interpretasi dan bisa menemukan maknanya masing-masing. Dalam literatur lainnya, gagasan Husserl tentang fenomenologi juga termasuk ke dalam tujuh teori tradisi komunikasi.Â
Littlejohn dan Karen A. Foss dalam Theories of Human Communication menyebutkan bahwa tradisi fenomenologi memiliki fokus berbeda dengan tradisi semiotik. Fokusnya lebih pada penafsir individu dibandingkan fungsi dan sifat simbolis dari tanda itu sendiri.Â
Fenomenologis mengasumsikan bahwa orang-orang secara aktif menginterpretasikan pengalaman-pengalamannya dan mencoba memahami dunia dengan pengalaman pribadinya. Tradisi ini melihat pada pengalaman sadar seseorang. Oleh karenanya, pengalaman langsung sangat penting dalam tradisi teori fenomenologis ini.Â
Tradisi fenomenologi terbagi menjadi tiga aliran pemikiran: fenomenologi klasik, fenomenologi persepsi, dan fenomenologi hermeneutik. Fenomenologi klasik memandang bahwa kebenaran dapat diyakinkan melalui kesadaran dalam menangkap pengalaman langsung. Hanya melalui perhatian sadar, kebenaran dapat diketahui.Â
Fenomenologi persepsi menyatakan bahwa pengalaman ialah subjektif, bukan objektif. Aliran ini percaya bahwa subjektivitas merupakan bentuk penting sebuah pengetahuan. Fenomenologi hermeneutik mirip dengan persepsi namun lebih luas dan bentuk penerapannya lebih lengkap pada aspek bahasa dan komunikasi.
Sumber Rujukan:
Garry Radford. Philosophy of Communication
0 Comments