Ticker

6/recent/ticker-posts

Logika Anak, Jangan Diambil Pusing

Ilustrasi: istimewa

Waktu kian mengkis zaman, tapi masih ada saja orang yang merasa dirinya lebih baik, lebih pintar, lebih segalanya dari semua orang. Orang-orang yang seperti ini hanya akan menganggap gurunya saja yang bisa menduduki derajat di atasnya, selain itu minggir dulu. 

Bahkan, mirisnya ada juga orang yang tak pernah bisa ta'dhim sama gurunya, apalagi sampai menghormati orang lain. Naudzubillah, semoga kita dijauhkan dari hal-hal negatif ini.

Perlu diakui bahwa setiap sesuatu memiliki kesombongannya masing-masing. Tak hanya dengan uang, orang bisa sombong. Pada hal semulia ilmu, juga ada sombongnya, yaitu dengan menganggap diri mengetahui segalanya. Memandang orang lain bodoh dan tidak memahami apa-apa.

Merasa diri lebih unggul dibanding orang lain adalah pikiran anak-anak. Setidaksukanya seseorang pada anak-anak, mereka pernah menjadi anak-anak. Sehingga ini lebih bisa dipahami.

Anak kecil, ketika mereka sedang mendapatkan, mengetahui, atau memahami hal baru akan sangat bahagia dan terus menerus menceritakannya. Mereka takkan bosan, meski topik pembicaraan mereka hanya sebatas lato-lato misalnya. Padahal, ada banyak mainan di sekitar mereka. 

Sehingga, anak yang tidak memainkan lato-lato dianggap kuno, katrok, dan ketinggalan zaman. Di sisi lain, ternyata mereka tidak mengerti, lato-lato sudah ada sejak dulu dan segala sesuatu yang berkaitan dengan waktu adalah pola yang berulang. 

Selain itu, ketika di sekolah dia mengerti satu penjelasan dari gurunya dan kebetulan mendapat nilai seratus di mata pelajaran tertentu, ia bisa langsung bertanya pada teman sebangkunya, "Kamu dapet nilai berapa?" jika temannya mendapat nilai lebih rendah, ia akan menimpali, "Padahal itu mudah loh." Namun, jika sebaliknya, ia akan berkomentar, "Ah, kamu hanya beruntung saja itu."

Hai, apa kabar hati kita?

Adakah perasaan sakit saat orang lain menerima kebahagiaan atau perasaan seperti sengatan yang menghujam saat tahu ada orang lain yang lebih unggul dari kita?

Hati-hati, perasaan tersebut bisa menjeratmu pada hal-hal yang buruk.

Sebelum terlanjur dalam, mari lihat ke dalam diri, masih adakah pola pikir, perasaan, dan laku kita yang seperti anak-anak, di mana mereka belum mengerti sepenuhnya tentang kehidupan. 

Dalam bersosialisasi, logika anak yang seperti ini sangat menciderai perasaan, bagi diri sendiri dan sesama manusia.

Maka sebagai penawarnya, kita yang direndahkan atau dianggap tidak tahu apa-apa, harus memposisikan diri sebagai orang yang lebih dewasa, yang hanya bisa maklum dan menebar senyum. 

Penulis: Afifatun Ni'mah

Reactions

Post a Comment

0 Comments