Ticker

6/recent/ticker-posts

Sejarah Goa Kreo dan Sepotong Cerita Sunan Kalijaga

(Dok. AM)

KOTA SEMARANG seolah tidak pernah kehabisan cerita. Selalu ada kisah sejarah di balik tempat yang kini menjadi destinasi wisata andalan di Kota Atlas ini. Salah satu wisata di Semarang yang memiliki sejarah tersembunyi di dalamnya yaitu Goa Kreo.  

Sejarah keberadaan Goa Kreo tidak dapat dilepaskan dari misi dakwah Sunan Kalijaga. Wali yang terkenal karena berhasil mengakulturasikan budaya Jawa dengan nilai-nilai Islam itu berperan dalam terbentuknya ekosistem alam di goa yang terletak di Desa Kandri, Kecamatan Gunungpati ini.

Di mana saat berkunjung ke Goa Kreo, wisatawan akan disambut dengan kera-kera yang memenuhi sepanjang tempat wisata. Kera-kera yang menghampiri pengunjung ini bukanlah sembarang kera. Konon keberadaan kera di sana karena ditugaskan Sunan Kalijaga untuk menjaga kawasan tersebut.  

Hariyadi Dwi Prasetyo, Pemangku Budaya Goa Kreo dan Kepala Seksi Sejarah dan Cagar Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Semarang menceritakan sejarah di balik Goa Kreo yang memiliki keterkaitan dengan cerita perjalanan Sunan Kalijaga. 

Cerita bermula pada sekitar abad ke-15 atau tahun 1400-an M, di mana waktu itu Walisongo sedang menjalankan misi dakwah atau proses islamisasi. Sunan Kalijaga mendapatkan tugas untuk mencari kayu yang akan digunakan untuk pembangunan Masjid Agung Demak.  

“Dalam suatu perjalanan Sunan Kalijaga dari Demak akhirnya ke Jatingaleh, Mijen, Pesaden, dalam rangka mencari soko jati. Pada saat pulang kayu jati yang dihanyutkan di sungai tertambat oleh bebatuan,” ceritanya, Sabtu (21/05/22). 

Dalam kondisi kebingungan karena kayunya tersangkut di bebatuan, Sunan Kalijaga bertafakur dan berdoa di dalam goa supaya mendapatkan petunjuk Tuhan. Selang beberapa saat, empat kera mendatanginya dan membantu mengangkat kayu jati itu.  

Setelah itu, empat kera yang berwarna merah, kuning, putih, dan hitam tersebut hendak mengikuti langkah Sunan Kalijaga pulang ke Demak. 

“Tapi Kanjeng Sunan berpesan kepada para kera tadi bahwa tidak usah lanjut mengikutinya ke Demak. Kera-kera itu ditugaskan untuk menjaga goa ini, sunan berucap 'mangreo' artinya perihalalah tempat ini. Jadi inilah goa kreo,” tuturnya melanjutkan cerita. 

Kera-kera yang pernah membantu Sunan Kalijaga dalam misinya mencari kayu jati itulah yang diyakini masyarakat sekitar Semarang sebagai induk yang mana keturunannya saat ini memenuhi kawasan wisata Goa Kreo.

Kehidupan kera di kawasan Goa Kreo ini juga menunjukkan bahwa sesama mahluk dapat hidup berdampingan. Keharmonisan alam inilah yang juga ditekankan oleh Sunan Kalijaga.   

Tradisi Sesaji Rewanda

(Dok. AM)

Hariyadi melanjutkan bahwa pesan yang dapat diambil dari peristiwa tersebut yaitu tuntunan untuk memelihara kelestarian alam sekitar. Kawasan Goa Kreo yang memuat kisah sejarah perjalanan Sunan Kalijaga sampai saat ini tetap dijaga dan dirawat masyarakat setempat.

Jejak Kanjeng Sunan itu pulalah yang mendorong warga Desa Kandri secara rutin mengadakan tradisi Sesaji Rewanda tiap tahun. Tradisi ini diperingai setelah Hari Raya Idulfitri atau di bulan Syawal. Sementara pada tahun ini Sesaji Rewanda digelar pada hari Sabtu (21/05/22).  

“Sebagai wujud syukur masyarakat menjaga harmoni alam dan budaya sampai saat ini melestarikan Sesaji Rewanda. Makanya dua kata kunci, harmoni alam dan budaya,” ujar Hariyadi. 

Adapun Sesaji Rewanda berasal dari bahasa Jawa. Sesaji artinya persembahan atau hadiah, sementara Rewanda artinya kera. Dalam perayaan ini, masyarakat setempat memberikan persembahan berupa buah-buahan kepada kera yang menghuni Goa Kreo.  

Sebelum tahun ini, yaitu dua tahun selama pandemi covid-19 mewabah, Sesaji Rewanda sempat ditiadakan karena adanya kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat. Namun pada tahun ini dengan kasus corona yang mulai menurun, tradisi ini kembali digelar. 

Danu Kasno, sesepuh Desa Kandri sekaligus pengelola Goa Kreo menjelaskan bahwa tradisi Sesaji Rewanda biasanya diperingati dengan pawai atau arak-arakan dari warga dengan membawa empat jenis gunungan. 

Tiga jenis gunungan, yaitu hasil bumi atau sayuran, ketupat dan lepet, serta nasi kethek diperuntukkan untuk para pengunjung yang hadir dalam acara tersebut. Sementara gunungan berupa buah-buahan disajikan khusus untuk para kera di Goa Kreo.  

Selain itu, pawai yang pusatnya berada di pelataran Goa Kreo juga menampilkan pertunjukan seni dari warga Desa Kandri. Ada anak-anak yang mengenakan kostum kera, warga yang menggotong replika kayu jati, serta sembilan orang mengenakan pakaian Jawa dan blankon. 

“Kalau acara tradisi ini memang mengambil tema dari perjalanan Sunan Kalijaga. Istilahnya kalau difilmkan ataupun dimainkan dalam bentuk drama, ya seperti ini. Ada keliling sebanyak sembilan kali,” katanya menunjuk sembilan orang yang berpakaian dengan gaya khas Sunan Kalijaga. 

Tingkatkan Ekonomi Masyarakat 

Tradisi Sesaji Rewanda yang digelar pada pekan lalu dinilai dapat meingkatkan perekonomian masyarakat yang sempat terdampak Covid-19. Pengunjung yang hadir membawa berkah bagi para penjual yang merupakan warga setempat karena menjadi penghasil pundi-pundi rupiah. 

“Sebagai warga Goa Kreo kami mengharap sekali setelah adanya karnaval sesaji ini, baik dari dulu maupun sampai sekarang supaya perekonomian di wilayah bisa meningkat,” kata Danu Kasno.  

Berjualan di tempat wisata memang salah satu cara untuk memperoleh penghasilan dan memenuhi kebutuhan finansial. Seperti Ani Listiyani yang sudah berjualan puluhan tahun dimulai sejak SD waktu membantu ibunya. Kini ia memiliki warung sendiri yang dikelola bersama suaminya. 

Pandemi covid-19 yang mewabah selama dua tahun lalu sedikit mengganggu pengasilan Ani. Pasalnya kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat berpengaruh terhadap sepinya pengunjung yang mendatangi tempat tersebut.  

“Kalau ramainya pas hari Minggu sama tanggal merah, itu bisa Rp. 500.000 lebih. Kalau perharinya tidak pasti. Meskipun ada even, ini juga menyesuaikan pengunjung mau beli makan apa enggak,” kata warga asli Desa Kandri itu. 

Sekretaris Daerah Kota Semarang, Iswar Aminuddin saat menghadiri tradisi Sesaji Rewanda di Goa Kreo, Sabtu (21/05/22) mengatakan bahwa momentum seperti ini mampu menggeliatkan sektor ekonomi dan pariwisata di Semarang.  

“Pada saat pandemi tidak pernah PSBB tapi dengan pembatasan kegiatan. Ide gagasan dari Pak Wali ini membuat perekonomian di Semarang pada tahun 2021 meningkat 5 persen. Semarang adalah kota/ kabupaten tertinggi ekonomi pasca pandemi,” ujarnya. 

Saat ini pemerintah memang tengah fokus mengangkat sektor pariwisata yang menjadi langkah strategis untuk menarik pengunjung atau wisatawan dari luar kota Lumpia. 

“Acara ini bagian kegiatan masyarakat yang mampu menggeliatkan kembali sektor ekonomi dan pariwisata agar kesejahteraan semakin meningkat. Mudah-mudah ini memberikan nilai tambah bagi kita semuanya,” tegasnya. 

Harapkan Inovasi

Salah satu hal yang mampu menarik pengunjung untuk datang ke tempat wisata yaitu wahana dan item yang tersedia di dalamnya. Tidak terkecuali Goa Kreo sendiri yang dinilai masih perlu inovasi dan pengembangan. 

Seperti dikatakan Kasyanto, suami dari Ani Listiyani. Menurutnya, wahana yang disediakan perlu ditambah supaya pengunjung tidak bosan dan semakin banyak yang tertarik berwisata di Goa Kreo.  

Lebih lanjut, Danu Kasno menilai bahwa Goa Kreo berpotensi besar menjadi destinasi wisata favorit di Semarang. Namun ia mensyaratkan, harus ada inovasi baru terkait wahana yang dapat menunjang ketertarikan wisatawan. 

“Apabila pemerintah serius fokus di wisata ini, kita harus melihat wahana apa yang belum ada. Itu harus ditambah dan dibuat sebagai penunjang destinasi,” kata sesepuh desa tersebut.  

Diharapkan, dengan adanya inovasi nantinya Goa Kreo dapat menyusul prestasi Kota Lama Semarang yang menjadi destinasi wisata terfavorit di Jawa Tengah pada saat libur lebaran 2022 yang berhasil mengalahkan Candi Borobudur.

(Reporter: AM)

Reactions

Post a Comment

0 Comments