Ticker

6/recent/ticker-posts

Fakta dan Sejarah di Balik Resolusi Tahun Baru

KITA baru saja melewati tahun 2021. Dan kini tengah menginjakkan kaki memasuki tahun baru 2022. 

Selain pesta dan pertunjukan kembang api, orang-orang menyambut tahun baru dengan membuat resolusi. Di mana sebelumnya telah melakukan introspeksi diri dengan menengok kesalahan dan kegagalan di tahun sebelumnya. Kemudian bertekad mengevaluasi dan memperbaikinya di tahun depan. 

Tahun baru menjadi pijakan awal bagi seseorang untuk melangkahkan kaki memulai lembaran baru. Setiap orang tentunya memiliki resolusi berbeda-beda dengan harapan dan target yang akan diwujudkan pada tahun berikutnya. Bagaimana menjadikan masa depan lebih baik lagi daripada masa lalu dengan meningkatkan kualitas diri dan meraih banyak prestasi. 

Membuat resolusi di setiap tahun baru pada dasarnya bersifat personal. Maksudnya resolusi itu dikembalikan kepada orang-orangnya, apakah akan mewujudkannya atau hanya menjadikannya sebagai angan belaka. Meskipun begitu, membuat resolusi sudah menjadi tradisi masyarakat modern ketika memasuki tahun baru. 

Bahkan tradisi ini sebenarnya sudah ada lebih dari 4.000 tahun lalu. Bangsa Babilonia kuno menjadi kelompok orang pertama yang membuat resolusi tahun baru. Resolusi dibuat bukan pada bulan Januari, melainkan Maret, saat musim semi tiba. Di mana selama 12 hari orang Babilonia melakukan festival musim semi yang diberi nama Akitu. 

Pada momen ini, resolusi yang dibuat bukanlah sebuah komitmen untuk memperbaiki diri. Akan tetapi penobatan raja baru atau penegasan kembali kesetiaan kepada raja lama yang masih menduduki singgasana. Tradisi itu juga menegaskan perjanjian umat manusia dengan para dewa agar bersedia membayar hutang mereka dan mengembalikan semua benda yang telah mereka pinjam. 

Berabad-abad pun berlalu, bangsa Romawi kuno kemudian mempunyai tradisi yang hampir mirip dengan perayaan tahun baru orang Babilonia yang juga dilakukan pada 1 Maret. Hal ini lantaran kalender Romawi semula terusun dari 10 bulan atau 304 hari, yang setiap tahunnya dimulai dari vernal equinox (Maret). Seorang raja bernama Numa Pompilius yang menggantikan Romulus, pendiri Roma, kemudian menambahkan bulan Januarius dan Februarius.

Selanjutnya, barulah pada pada 46 SM, Kaisar Romawi Julius Caesar menetapkan kalender baru yang akan dijadikan acuan berikutnya. Hingga tahun baru yang mulanya diperingati bulan Maret diganti menjadi 1 Januari. Pembaruan ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap dewa bernama Janus, yang namanya diabadikan menjadi nama bulan (Januari). 

Diceritakan bahwa Janus ialah dewa permulaan Romawi berwajah dua yang diyakini sebagai dewa segala pintu gerbang. Satu wajah menghadap ke depan dan satu wajah lagi melihat ke belakang, sehingga memungkinkannya menengok kembali masa lalu serta menatap sebuah masa depan. 

Pada setiap tanggal 31 Desember, penduduk Romawi membayangkan bahwa Janus menengok ke belakang yang artinya melihat tahun lalu serta melihat ke depan menuju tahun baru. Hal tersebut yang melatarbelakangi orang Romawi membuat resolusi tahun baru dengan memaafkan musuh atas konflik di masa lalu.

Bangsa Romawi meyakini bahwa Janus dapat memaafkan mereka atas kesalahan yang dilakukan pada tahun sebelumnya. Pada momen peringatan tahun baru, bangsa Romawi akan membagi-bagikan hadiah kepada orang-orang terdekat serta membuat janji atau resolusi. Mereka percaya bahwa Janus akan melihat perbuatan itu dan memberkatinya di tahun berikutnya. 

Ulasan Resolusi Tahun Baru

Live Science menulis, sebenarnya tidak ada hubungan langsung antara tradisi Romawi kuno dengan resolusi tahun baru yang dilakukan orang-orang di masa modern seperti saat ini. Namun keinginan untuk memulai kembali pembuatan resolusi ini muncul berulang-ulang dalam peradaban Barat. 

Sementara itu, John Wesley, pendiri Methodism, pada tahun 1740 menciptakan jenis baru dalam pelayanan gereja yang disebut sebagai Covenant Renewal Services atau layanan malam hari. Di mana pelayanan tersebut digelar selama Natal dan tahun baru sebagai alternatif liburan. Di sana, orang-orang akan bernyanyi, berdoa, merenungkan kehidupan di tahun itu serta memperbaiki perjanjian dengan Tuhan. 

Selanjutnya, dalam sebuah artikel di Majalah Hibernian Walker pada tahun 1802 menyebutkan bahwa orang-orang telah membuat resolusi dengan sungguh-sungguh dan hati-hati. Namun dalam artikel itu juga menyatakan, resolusi tersebut hanyalah resolusi fiktif jika dibandingkan dengan para negawarawan yang pada saat itu membuat resolusi demi kebaikan negara. 

Adapun para dokter memiliki resolusi dengan menjadikan dirinya lebih tekun dalam mengikuti alam dalam proses operasi yang dijalankan. Juga memberikan resep obat yang hanya dibutuhkan pasien saja dan tidak menarik biaya berlebihan. 

"Resolusi tahun baru" muncul pertama kali sebagai ungkapan dalam koran Boston yang terbit pada 1 Januari 1813. Di dalamnya menunjukkan bahwa banyak orang yang telah merasa melakukan kesalahan di tahun lalu dan terbiasa membuat resolusi di awal tahun. 

"Dengan tekad serius untuk memulai tahun baru dengan resolusi dan perilaku baru, dan dengan penuh keyakinan bahwa mereka akan melaksanakan resolusi tersebut demi menghapus semua bekas kesalahan mereka," demikian tulis artikel tersebut.

Dari fakta dan sejarah di balik resolusi tahun baru, pada prinsipnya manusia dituntut untuk belajar dan terus memperbaiki diri serta melakukan hal-hal positif yang dapat meningkatkan kualitas. Sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang selama ribuan tahun. Dan kita memiliki tanggung jawab untuk terus menyempurnakannya sebagai bagian dari sejarah perdaban manusia. 

Kesimpulannya ialah, tahun baru merupakan sebuah titik di mana kita berada dalam masa transisi dari satu tahun yang telah lewat dan satu tahun yang akan datang. Di titik ini sangat tepat dijadikan sebagai momen untuk melakukan instrospeksi dan evaluasi. Yang di mana dalam prosesnya membutuhkan sebuah perencanaan yang matang, pengambilan keputusan yang tepat, serta komintmen dan konsistensi yang tinggi untuk dapat mewujudkan resolusi tersebut. 

Berjanjilah kepada diri masing-masing, untuk menjadikan kekurangan, kesalahan, dan kegagalan yang pernah kita lakukan sebelumnya sebagai ajang pembelajaran supaya lebih baik lagi. Yakinlah bahwa kita masih dan selalu memiliki kesempatan untuk memperbaiki dan terus meningkatkan kualitas diri. Percayalah bahwa kita pasti mampu mewujudkan impian dan harapan di masa depan. 

Selamat tahun baru 2022. Apa saja resolusimu di tahun ini?

(Mahfud)

Reactions

Post a Comment

0 Comments