Ticker

6/recent/ticker-posts

Tradisi Keagamaan Sebagai Bentuk Modal Sosial Masyarakat di Masa PPKM

Pandemi Covid 19 akan memasuki tahun kedua sejak kemunculanya. Dampak yang dirasakan akibat adanya pendemi ini di antaranya banyaknya korban jiwa, penurunan kemampuan ekonomi masyarakat, serta banyaknya sektor pada kehidupan masyarakat yang terkena imbasnya, termasuk salah satunya adalah kegiatan keagamaan.

Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) memberikan dampak yang besar pada sektor keagamaan. Penentuan kebijakan yang diambil oleh pemerintah, mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), New Normal, sampai pada PPKM berlevel terus dicanangkan. Meskipun sejauh ini cukup berpengaruh efektif di masyarakat. 

Hal tersebut terbukti dengan semakin longarnya pembatasan kegiatan keagamaan bersamaan dengan turunnya kasus positif serta penanganan Covid-19 yang semakin terkendali. Akan tetapi, kegiatan keagamaan masih belum dapat dilakukan sepenuhnya, seperti saat sebelum pandemi Covid-19. 

Misalnya pembatasan kapasitas peserta pengajian, penggunaan protokoler kesehatan, pembatasan pengiklanan kegiatan, serta pembatasan mengenai volume atau cakupan kegiatan masih diberlakukan. Hal semacam ini tentu saja akan berpengaruh pada kondisi keagamaan seseorang,

Agama bukan hanya diangap sebatas seperangkat nilai dan norma dalam masyarakat. Selain sebagai pedoman hidup agama juga mengambil peran sebagai pelipur lara bagi penderitaan yang dialami masyarakat.

Seperti pada kutipan terkenal “Agama adalah candu” yang merupakan penggalan kalimat yang ditulis oleh Karl Marx, yang memiliki arti serapan sebagai peringan beban pikiran (opium) bagi masyarakat melalui pemberian harapan serta merangsang imajinasi akan kebahagiaan akhirat.

Agama juga hadir melalui konsep dan nilai mengenai kesabaran, menerima keadaan atau biasa disebut takdir Tuhan. Selain itu, adanya konsep ganjaran berupa kebahagiaan kehidupan setelah kematian yang diberikan apabila seseorang dapat melewati suatu cobaan dan penderitaan didunia.

Agama juga memberikan harapan mengenai bagaimana segala urusan dapat diselesaikan melalui kuasa Tuhan, serta konsep mengenai hidup dunia itu sementara, suka duka sebagai salah satu fase yang yang harus dilewati untuk menuju kebahagiaan di surga.

Modal Sosial

Tahukah kamu apa itu modal sosial? Modal sosial sering kali dianggap sama dengan modal manusia, ataupun modal ekonomi. Gagasan inti modal sosial sendiri adalah ikatan sosial sebagai asset yang sangat bernilai yang dapat mendorong orang-orang saling bekerjasama tidak hanya kepada orang yang dikenal secara langsung, tetapi, juga orang-orang dengan ikatan sosial dan struktural yang sama.

Adanya kerjasama antar individu dalam satu hubungan sosial kemudian memunculkan tindakan timbal-balik. Dalam keadaan pandemi, yang memaksa masyarakat untuk beradaptasi mengunakan seluruh potensi yang dimiliki oleh masyarakat, khusunya keadaan pada masyarakat golongan menengah, dan bawah, salah satu asset yang dimiliki oleh masyarakat yaitu modal sosial.

Setiap masyarakat memiliki modal sosialnya tersendiri, baik masyarakat perkotaan dengan segala kehidupan sosial yang dinamis maupun masyarakat pedesaan dengan kehidupan yang bercorak lebih tradisional. Perwujutan modal sosial sendiri dapat dianggap sebagai suatu barang yang bekerja dimasyarakat. 

Berperan sebagai “alat” untuk mempermudah, mempersingkat, memperlancar ataupun menghilangkan batasan, serta alur yang dibuat birokrasi yang sering dilakukan dalam institusi struktur masyarakat. Hal yang luar biasa dari modal sosial adalah selain modal sosial sendiri dapat ditemui di berbagai tingkatan kelas sosial masyarakat, modal sosial juga dapat bekerja di seluruh bidang yang diperlukan oleh masyarakat.

Secara fundamental, pembentuk modal sosial dalam masyarakat, terdiri atas lima unsur. Pertama, partisipasi dalam suatu jaringan, yakni sebagai proses kerjasama, yang dilatarbelakangi oleh adanya identitas bersama, pertukaran moral dan juga proses interaksi yang telah terulang-ulang. 

Kedua, resiprositas, diartikan sebagai hubungan timbal balik yang terjadi di masyarakat, dalam upaya membentuk modal sosial hubungan timbal balik dilakukan secara ikhlas, tingkat kepedulian yang tinggi, saling membantu, dan adanya perhatian yang besar terhadap kondisi masyarakat disekitarnya. 

Ketiga, kepercayaan, berfungsi untuk menumbuhkan kerja sama yang lebih intens, memungkinkan seseorang untuk memberikan sumber daya lebih. Keempat, nilai sosial, artinya sebagai pembentuk persepsi seseorang berkaitan dengan penerimaan terhadap orang lain, keputusan mempercayai orang lain semua bergantung pada nilai. Kelima, norma masyarakat, berfungsi sebagai pengatur atau mencegah tindakan semena-mena dari orang lain. 

Relevansi Modal Sosial dengan Tradisi Keagamaan di Masa PPKM

Agama berkaitan dengan nilai dan norma yang dapat dilihat pada agama itu sendiri yang merupakan kumpulan nilai dan aturan, yang bertujuan dalam mengontrol dan menciptakan keteraturan dalam masyarakat. Nilai dan norma yang terbentuk melalui penghayatan dan penerimaan terhadap adanya keyakinan terhadap Tuhan. 

Dalam pandangan sosiologi melalui teori fungsionalisme struktural menyatakan bahwa agama dipandang sebagai tata nilai yang menjadi acuan bagi masyarakat untuk berperilaku dalam kehidupan masyarakat, untuk melihat hal ini kita dapat melihat kebudayaan keagamaan yang dianut oleh masyarakat.

Setiap daerah memiliki tata caranya sendiri, serta ragam bentuk kaitanya dengan pemaknaan keagamaan. Keragaman penghayatan keagamaan yang dapat dilihat pada masyarakat Indonesia baik dari Sabang sampai Merauke, dapat dilihat dari adanya tradisi Tahlilan, Maulidan, Yasinan, maupun tradisi keagamaan yang bersifat kedaerahan seperti pada masyarakat Jawa.

Misalnya masyarakat Jawa dengan upacara Daur Hidup, Bersih Desa dan lain-lain. Sehingga terlihat bagaimana nilai agama memberikan pengaruh bagi masyarakat dalam memunculkan gagasan, dan pengambilan sikap tetang apa yang harus dilakukan di masyarakat, tentunya sejalan dengan masing-masing budaya keagamaan yang ada.

Pada masa PPKM saat ini kegiatan keagamaan sudah dapat dilakukan sedikit-demi sedikit dengan mengunakan protokol kesehatan, Sehingga nilai-nilai keagamaan yang melahirkan modal sosial dapat dilihat dari taradisi keagamaan masyarakat, seperti, Syukuran, Sholawat, Dibaan, Tahlilan, Upacara Daur Hidup, Simaan, dan lain sebagainya. 

Tradisi tersebut memberikan dampak dan makna yang besar bagi masyarakat, baik itu saling berbagi kebahagiaan, bersimpati terhadap musibah yang dialami (takziah), nilai saling berbagi (dengan membagikan Berkat/bingkisan pada jemaat yang hadir) yang secara tidak langsung merupakan perwujudan dari saling tolong-menolong, memupuk solidaritas, menumbuhkan harapan, serta menguatkan jiwa spiritual masyarakat melalui penghayatan terhadap Ketuhanan, 

Sehingga dapat ditarik benang merah bahwa nilai keagamaan berkaitan dengan modal social yang dapat digunakan sebagai salah satu solusi bagi masyarakat  dalam upaya melewati masalah yang dihadapai pada masa pendemi, karena dengan modal sosial masalah dan tantangan tidak dipandang sebagai masalah yang dihadapi secara tunggal seorang diri. Akan tetapi, masalah dan tantangan tersebut diupayakan dan diselesaikan melalui jejaring sosial dalam suatu masyarakat.

Penulis : Yuli Kurniawan, Mahasiswa Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Walisongo Semarang

Reactions

Post a Comment

0 Comments