Ticker

6/recent/ticker-posts

Pandemi Covid-19, Anak Putus Sekolah Hingga Menikah Dini

PANDEMI COVID-19 telah membuat dunia berubah total, terlebih dalam bidang pendidikan. Sudah satu tahun lebih pembelajaran daring dilaksanakan dengan segala keterbatasan teknologi. Sejak adanya peraturan pemerintah yang mengharuskan semua sekolah untuk melakukan pembelajaran secara daring menyebabkan berbagai permasalahan muncul dan menuai pro dan kontra di masyarakat.  

Salah satunya adalah putus sekolah yang berujung menikah di usia muda. Tidak sedikit pelajar yang putus sekolah dan berujung pengangguran, ada juga yang memutuskan untuk langsung bekerja. Menurut data dari UNICEF pada Deseber 2020,  terdapat sebanyak 983 anak yang putus sekolah akibat PJJ dan hampir 70% lebih dari anak tersebut tidak bisa melanjutkan sekolahnya. KPAI juga menerima aduan dari masyarakat mengenai pembelajaran jarak jauh ini, mulai dari bosannya anak-anak untuk belajar sehingga mereka tidak mau mengerjakan tugas yang diberikan, keterbatasan teknologi bagi orang tua yang memiliki tingkat ekonomi rendah, serta tidak adanya pengurangan pembayaran SPP sekolah setiap bulannya. 

Pandemi ini juga membuat banyak pekerja terkena PHK sehingga untuk memenuhi kehidupan sehari-hari pun tak cukup apalagi untuk membayar sekolah anak. Banyak dari orang tua yang menikahkan anaknya karena sudah tidak mampu lagi untuk membayar sekolahnya dengan tujuan beban anak tersebut sudah berpindah ketika si anak tersebut menikah. 

Namun, ada juga pernikahan yang memang keinginan anaknya sendiri. Setelah ditanya penyebab mereka memutuskan untuk menikah di usia dini adalah karena sudah bosan untuk belajar di rumah yang mengharuskan menggunakan gadget sedangkan kuota internet mahal. Meskipun ada bantuan kuota internet mereka harus mencari sinyal yang bagus untuk bisa mengikuti pembelajaran dengan lancar belum lagi tugas untuk membantu orang tua dirumah sehingga mereka merasa lelah dan bosan yang berujung putus sekolah. 

Belum lagi jika pembelajaran yang diajarkan tidak sesuai prosedur yang ada seperti " Hanya sekedar memberi tugas tanpa ada penjelasan materi yang jelas, tetap membayar uang pendidikan dengan utuh tanpa adanya fasilitas." Hal-hal demikian yang membuat anak lebih memilih untuk mengarah kepada hal negatif contohnya pernikahan. Ada penelitian yang menyebutkan bahwa pembelajaran dirumah membuat remaja leluasa dalam bergaul dilingkungannya, seperti untuk berpacaran. 

Bagi orang tua yang kurang perhatian terhadap anak, mereka tidak tahu apa yang dilakukan anak-anak ketika berpacaran bisa saja sampai melewati batas dan menyebabkan kehamilan diluar nikah. Kehamilan ini membuat orang tua terpaksa menikahkan dan meminta dispensasi kawin. Permintaan dispensasi kawin di pengadilan agama meningkat saat pandemi ini seperti di Provinsi D.I. Yogyakarta ada sekitar 700 dispensasi kawin selama pandemi dan hampir 80% dari jumlah tersebut disebabkan oleh kehamilan diluar nikah.

Satu persatu upaya pemerintah untuk menekan angka perkawinan anak sudah berkembang dengan meningkatkan batas usia minimal anak yang awalnya 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk laki-laki menjadi 19 tahun untuk wanita dan laki-laki. Meskipun sekarang terdapat penyuluhan tentang pra nikah tetapi tetap saja dispensasi kawin masih terus meningkat sehingga perlu adanya penguatan dalam pelaksanaaan UU Perkawinan. Pemerintah dalam hal ini bekerja sama dengan Kementerian PPPA, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional serta yang terpenting adalah dengan Kemendikbud. 

Sayangnya, sampai saat ini permasalahan perkawinan anak belum menjadi sorotan Kemendikbud. Peran pendidikan adalah nomor satu sebagai pembentukan kognitif dan motorik anak sehingga jika menikah tanpa adanya pendidikan yang cukup akan berdampak buruk bagi perkawinan itu. Pendidikan disini bukan sebatas pengetahuan eksak saja tetapi pengetahuam tentang pendidikan berkehidupan bermasyarakat, serta pendidikan kesehatan reproduksi sehingga anak akan lebih bisa berpikir ulang bahaya dari perkawinan dini. 

Untuk menekan angka perkawinan anak di masa pandemi ini peran guru dan orang tua sangat dibutuhkan, dengan selalu menjalin komunikasi dan konsultasi mengenai permasalahan anak di rumah. Sehingga dalam pembelajaran di rumah orang tua sudah diarahkan sebelumnya oleh guru mengenai bagaimana aktivitas belajar anak nantinya. Komunikasi ini tak lepas lagi dari akses internet sehingga perlunya pemerintah untuk menggandeng Kominfo dalam penguatan sinyal-sinyal di daerah terpencil yang susah untuk diakses internet. 

Dalam jangka yang panjang, pemerintah perlu mengevaluasi program belajar wajib 12 tahun dengan kehidupan yang akan selalu berdampingan dengan Covid-19. Tidak hanya itu, perlunya pengawasan agar anak tetap mendapatkan akses pendidikan yang layak sehingga tidak ada lagi aduan dari orang tua tentang sekolah anaknya.

Penulis: Anindya Adilah Syahirah Shofi, Mahasiswi Jurusan Tadris Matematika UIN Maulana Malik Ibarahim Malang
Reactions

Post a Comment

0 Comments