Gambar: Qureta.com |
PADA MULANYA orientalis berdiri di atas pendeta-pendeta, kemudian mereka berhubungan dengan kolinalis dan imperialis. Saat ini tetap bersandar pada mereka, walaupun realitas yang mereka tunjukkan seolah hanya risalah keagamaan dan urusan sosial semata. Namun dibalik layarnya, mereka pantau keadaan golongan-golongan yang ada di masyarakat sebagai data guna mengatur strata untuk mempermudah realisasi program-progrmnya.
Orientalisme mempunyai tujuan utama untuk mengungkap dan menyingkap signifikansi simbolik ungkapan kultural Islam yang dalam dengan menjadikan bahasa Arab sebagai wahana utamanya. Harus kita akui dengan terus terang bahwa beberapa orang diantara para orientalis telah menghabiskan sebagian umur, kekuatan atau kemampuan mereka mempelajari agama Islam.Â
Mereka bentuk organisasi untuk menyelidiki dan mempelajari masalah-masalah ketimuran dan keislaman tanpa pengaruh-pengaruh politik, ekonomi, atau agama, tetapi semata-mata kedoyanan atau kegemaran mereka mendapatkan ilmu pengetahuan.Â
Orientalis selalu mencari kelemahan-kelemahan Islam, baik itu dari kacamata sejarah, agama, kebudayaan, maupun disiplin ilmu lainnya. Kemudian mereka membeberkan hal itu dalam karya-karya mereka dengan tujuan tertentu.Â
Adapun orientalis memiliki beberapa tujuan yang ingin diwujudkan. Pertama, membuat keraguan terhadap keabsahan Al- Qur’an sebagai firman Allah. Para Orientalis mengatakan tentang humanismenya Al- Qur’an sehingga mereka berkesimpulan bahwa ia bukan besumber dari Allah, tapi merupakan ungkapan tentang lingkungan Arab yang dikarang oleh seorang Rasul.
Kedua, membuat keraguan terhadap kebenaran ajaran nabi Muhammad. Upaya peraguan yang mereka lakukan mencakup masalah keabsahan hadist-hadist Nabi Muhammad, mereka mencari-cari alasan bahwa hadist Rasulullah mengandung dusta tanpa menghiraukan usaha keras yang dilakukan ulama-ulama kita dalam menyeleksi hadist-hadist yang sahih atau tidak.
Ketiga, membuat keraguan terhadap urgensi bahasa Arab sebagai bahasa yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Tidak hayal lagi, bahwa bahasa Arab termasuk salah satu bahasa dunia yang paling kaya kosa katanya, istilah-istilah didalamnya, dan ia mampu berjalan seiring dengan kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan
Keempat, membuat keraguan terhadap nilai fikih Islami yang asasi. Para orientalis benar-benar membuat kekeliruan ketika menelaah tentang kebebasan undang-undang fikih tersebut. jadi mereka langsung saja menduga bahwa fikih yang luar biasa ini bersumber dari undang-undang Romawi (Eropa).
Kelima, membuat keraguan terhadap nilai peninggalan kebudayaan Islam dan ilmu pengetahuan yang ditemukan oleh cendikiawan muslim. Dalam pandangan mereka, Islam hanya bisa berdiri terbengong dihadapan kemajuan manusia dan mencekik perjalanan hidup ini. Padahal, sebagaimana kita ketahui Islam bukanlah agama yang mencekik nilai-nilai akal dan Islam selalu mengajak orang untuk menggunakan akalnya
Keenam, melemahkan jiwa ukhuwah Islamiyah antara sesama umat Islam diberbagi negara. Mereka menghembus isu-isu yang dapat mengakibatkan perang saudara. Demikian juga yang mereka lakukan di negara-negara Islam dan secara terang-terangan menghalangi persatuan dan kekompakan umat Islam dengan metode jahat yang ada pada pikiran mereka
Mereka pertama-tama menentukan objek yang akan mereka kritik, lalu dengan segala kepandaian dan kecerdikan berfikir mereka, mereka tetapkan cara-cara membeberkannya. Kemudian tujuan akhirnya adalah untuk menggantikan fenomena-fenomena dan pemahaman-pemahaman yang membantu Islam, juga mengecilkan peran penting Islam serta efeknya dalam kehidupan perorangan, maupun masyarakat. Dalam waktu yang sama, pemikiran Barat, aturan-aturannya,dan kebudayaannya semakin mengental dan mengkristal dalam pemikiran umat Islam itu sendiri.
(A.M)
Referensi:
Abul Hasan Ali An Nadwi, Islam dan Para Orientalis
0 Comments