Ticker

6/recent/ticker-posts

Media Sosial; Tantangan Media Massa di Era Digital



MEDIA massa mempunyai kedudukan yang sangat penting di tengah-tengah kehidupan masyarkat. Media massa berperan untuk menyebarkan berita secara cepat dan luas serta memberikan informasi yang dapat mencerdaskan masyarakat. Dengan adanya media massa, semua orang dapat mengetahui berbagai peristiwa yang terjadi di seluruh penjuru dunia. 

Akan tetapi, media massa mendapatkan tantangan besar akibat perkembangan arus globalisasi. Di era digital seperti sekarang ini, majunya teknologi menjadi kekhawatiran bagi peran media massa yang selalu bersentuhan dengan publik setiap harinya. Saat ini, masyarakat bisa mengakses berita maupun informasi lain dari internet dengan mudah.

Perubahan zaman yang semakin canggih memang tidak bisa dibendung. Menurut survei dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2016, pengguna internet di Indonesia mencapai 31,3 juta orang. Sedangkan jenis konten internet yang paling banyak diakses yaitu media sosial, dengan angka 129,2 juta orang, disusul berita dengan angka 127,9 juta orang.

Dari data di atas kita bisa menilai bahwa masyarakat tidak bisa melepaskan diri dari fitur internet yang tersedia di smartphone-nya. Sekarang, hampir semua orang mempunyai akun media sosial. Kedatangan media sosial pun mengalihkan peran media massa dalam menyebarkan berita. Pasalnya, penggunaan internet yang berlebihan dapat mempengaruhi cara kerja para jurnalis.

Awal Kedatangan Media Sosial

Media sosial muncul pertama kali pada awal tahun 2000-an. Pada saat itu, masyarakat masih menggunakan media sosial seperti Friendster, Flickr, Myspace, dan YouTube hanya untuk berkomunikasi dan berbagai konten. Akan tetapi, perkembangan teknologi yan g semakin maju membawa gebrakan baru. Perusahaan-perusahaan media sosial memperbarui fitur dan layanannya.

Pada tahun 2004 hingga 2010, muncullah Facebook, Twitter, dan Instagram dengan fitur baru yang semakin menarik. Hal itu pun membuat media sosial pendahulunya tertinggal jauh, bahkan tenggelam.  Dan kini, Facebook, Twitter, dan Instagram, sudah menjadi konsumsi sehari-hari yang dibutuhkan oleh masyarakat, termasuk mengakses informasi.

Selain itu juga ada aplikasi internet yang banyak digunakan, yaitu Line. Line tidak hanya digunakan untuk berkirim pesan. Akan tetapi, di dalamnya terdapat layanan agregasi konten berita yang bernama Line News. Dalam konten tersebut, banyak berita yang bertebaran dan mudah untuk diakses setiap waktu.

Akses Berita dari Media Sosial 

Kecenderungan memakai internet dapat menyebabkan masyarakat lebih suka mengakses berita dari media sosialnya. Kecepatan akses menjadi faktor utama yang mempengaruhi. Berita di media sosial lebih mudah diakses dibandingkan media massa yang membutuhkan waktu lama dalam pengolahan dan penyajiannya. Selain itu, berita di media sosial juga disajikan dalam bentuk yang menarik.  

Budaya yang instan dan praktis seperti ini tentu menimbulkan dampak buruk. Tanpa adanya verifikasi terlebih dahulu, kebanyakan orang langsung mempercayai isi konten yang terdapat pada berita. Hal seperti inilah yang menyebabkan banyaknya berita hoax beredar di mana-mana.

Bukan banya pengguna media sosial saja, akan tetapi perusahaan media massa juga menerima akibatnya. Perkembangan internet yang semakin maju membuat eksistensi media massa terancam. Kecenderungan masyarakat dalam mengonsumsi berita dari media sosial membuat peran media massa menjadi terpinggirkan. 

Data dari Reuters Institute menunjukkan bahwa khalayak yang mengakses berita dari media sosial lebih banyak daripada khalayak yang langsung membuka situs web media. Media sosial terkadang dijadikan sumber utama untuk mengakses berita oleh 25% lebih responden di Singapura dan Malaysia. Tanpa verifikasi atau pun perlu pengkajian, berita yang didapatkan itu langsung dikonsimsi dengan lahap.  

Jika dikaitkan dengan hasil survei APJII sebelumnya, data menunjukkan, 89,9 juta (67,8%) orang menggunakan smartphone untuk mengakses internet. Tingginya angka penggunaan smartphone barangkali menjadi salah satu faktor besarnya jumlah pengguna media sosial. Dan akibatnya, kebutuhan masyarakat terhadap informasi menjadikan media sosial sebagai rujukan utama dalam memperoleh berita. 

Merambah Jejaring Sosial

Peran media massa yang tergantikan oleh media sosial memunculkan beragam inovasi dan penyajian konten. Tidak mau tertinggal jauh, perusahaan media massa kini pun mulai merambah jejaring sosial.  Bahkan hampir semua perusahaan memiliki akun resmi di berbagai jejaring sosial.  Sebagai contoh yaitu akun Twitter Kompas.com yang kini memiliki lebih dari 6 juta pengikut serta akun Instagram Tribunnews.com dengan lebih dari 500 ribu pengikut. 

Karakter khalayak di jejaring media juga turut mempengaruhi produksi konten berita. Pada dasarnya, masyarakat akan bosan ketika disuguhkan informasi yang panjang dan bertele-tele. Karena karakter itu, kerap kali konten berita yang dimuat di dalamnya berisi informasi yang singkat dan padat saja.  

Jurnalisme jejaring sosial pada umumnya mengejar faktor kecepatan dan aktualitas. Karena faktor karakter pembaca seperti yang disebutkan di atas, jurnalis memproduksi konten yang cenderung singkat. Untuk itu, jurnalis dituntut serba bisa agar dapat memproduksi berita yang aktual, akurat, dan menarik. Namun, karena kebutuhan bisnis dan ingin konten beritanya dibaca oleh banyak orang, tak jarang jurnalis mengabaikan prinsip-prinsip jurnalisme. 

Pentingnya Verifikasi

Inti dari jurnalisme adalah disiplin untuk melakukan verifikasi (Ishwara, 2005). Namun dalam prinsip kerja jurnalisme media sosial, para jurnalis terkadang mengabaikan akurasi berita dengan tujuan mengejar kecepatan. Sebagai contoh yaitu JawaPos.com, media yang pernah meenerbitkan artikel yang membuat kegaduhan terkait Muslim Cyer Army (MCA) dan mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahok. Dalam proses produksi, artikel tersebut tidak memenuhi standar dan tidak cover both side. Merujuk pada anonim, aspek yang ditekankan hanyalah kecepatan saja. 

Dalam mengatasi kesalahan seperti ini, jurnalis perlu mencari banyak saksi. Komentar narasumber dari berbagai pihak sangatlah dibutuhkan. Tertibnya proses verifikasi mengindikasikan bahwa adanya kejelian sebelum berita atau artikel dipublikasi.

Dewan Pers sendiri mengatakan, informasi yang didapatkan dari media sosial harus dilengkapi dengan kerja jurnalisme. Hal ini bertujuan agar proses produksi berita tetap berpegang teguh pada kode etik jurnalistik. Sehingga, kesahalan yang merugikan sebelah pihak tidak akan terjadi lagi. 

Melimpahnya informasi di media sosial memanglah mematikan peran media massa. Kini, ruang informasi bukan hanya milik jurnalis dan media massa saja. Akan tetapi, semua orang bisa menghadirkan informasi apapun di media sosial. Jurnalis perlu menerima fakta bahwa mereka bukan lagi pelaku utama yang selalu memberikan berita maupun informasi lainnya kepada khalayak umum. 

Semua orang bisa saja bertindak sebagai jurnalis. Berita dan informasi yang muncul di beranda media sosial terkadang tidak murni berasal dari para jurnalis. Betapa banyak tangan jahil yang memanfaatkan media sosial sebagai untuk menyebarkan berita bohong yang tujuannya hanyalah kepentingan individu. 
Perkembangan teknologi yang semakin maju memang menjadi tantangan bagi media massa. Masyarakat lebih menyukai kecepatan akses berita di internet. Sementara itu, kecenderungan penggunaan media sosial membuat berbagai pihak tertentu memanfaatkan situasi ini demi kepentingan pribadi. Jika sudah seperti ini, bagaimana eksistensi media massa dalam menyebarkan berita maupun informasi yang diharapkan bisa mencerdaskan masyarakat? 

Reactions

Post a Comment

0 Comments