MEMBACA Al- Qur’an menjadi nilai ibadah tersendiri. Karena Al- Qur’an adalah kitab suci yang di dalamnya berisi kalam Tuhan. Sementara orang yang sedang membaca atau menghafalkan Al-Qur’an ibarat berdialog dengan Allah, zat yang maha tinggi. Maka sudah semestinya dalam menghafalkannya, seorang muslim harus memperhatikan etika.
Apa saja yang perlu diperhatikan ketika menghafal Al- Qur’an? Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Tibyan fi Adab Hamalat Al-Qur’an menyebutkan beberapa poin penting tentang etika dalam menghafal Al-Qur’an.
Usahakan Selalu Suci
Bagi orang yang menghafalkan Al- Qur’an, disunnahkan untuk selalu dalam keadaan suci. Maka mereka yang sedang menghafalkannya dalam keadaan hadats (tidak suci) berarti telah kehilangan keutamaannya, bahkan makruh menurut Imam Haramin.
Sedangkan orang yang junub dan sedang haid diharamkan baginya memegang dan membaca Al-Qur’an, baik satu ayat atau setengahnya. Tetapi diperbolehkan baginya mengulang hafalannya atau membaca dalam hati tanpa melafalkannya.
Tidak ada larangan bagi orang yang junub atau haid untuk melafalkan ayat Al-Qur’an selama itu dimaksudkan tidak membaca AL-Qur’an. Seperti halnya membaca “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un” ketika sedang ada musibah. Sebagaimana diperbolehkan melafalkan ayat Al-Qur’an di dalam hati selama dimaksudkan untuk berdzikir (mengingat). Terlebih, bagi penghafal Al-Qur’an yang memiliki tanggungan.
Menghadap Kiblat
Alangkah eloknya jika orang membaca atau sedang menghafal Al-Qur’an dengan menghadap kiblat, yang mana itu merupakan kesunnahan. Sebagaimana dalam riwayat Hakim dan Thabrani, Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik majelis adalah yang menghadap kiblat.”
Tentu saja menghafal Al-Qur’an dengan menghadap kiblat harus disertai dengan rasa khusyuk., tenang, seraya duduk memantaskan diri, tunduk, dan menjaga tata krama meskipun sendirian. Seolah-olah dia sedang berada di depan gurunya, orang yang mengajarnya. Itulah adab yang paling utama, meskipun tidak ada larangan membaca Al-Qur’an dengan cara berdiri, tidur-tiduran atau dalam keadaan lainnya.
Memulai dengan Ta’awudz dan Basmalah
Allah SWT menyunnahkan membaca ta’awudz setiap hendak membaca Al-Qur’an. Sebagaimana firman- Nya, “Apabila kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.”
Sebagaimana ulama salaf berpendapat bahwa pembacaan ta’awudz ini dilakukan setelah selesai membaca Al-Qur’an. Akan tetapi mayoritas ulama berpendapat bahwa ta’awudz dibaca ketika hendak membaca Al-Qur’an.
Selain ta’awudz, hendaknya orang yang membaca atau sedang menghafal Al-Qur’an juga membaca basmalah di setiap awal surat kecuali surat Baro’ah (At-taubah). Mayoritas ulama berpendapat bahwa basmalah merupakan bagian dari ayat Al-Qur’an. Karenanya, jika ia tidak membacanya berarti telah meninggalkan sebagian ayat Al-Qur’an.
Menartilkan Bacaan Al- Qur’an
Menghafal Al-Qur’an dengan tartil merupakan anjuran bagi siapa saja. Rasulullah SAW sendiri, sebagaimana diungkapkan oleh oleh Ummu Salamah, setiap membaca Al-Qur’an, beliau membacanya secara jelas huruf demi huruf (tartil). Salah seorang sahabat, Ibnu Abbas berkata, “Membaca satu surat secara tartil lebih aku sukai daripada membaca satu Al-Qur’an penuh (tanpa tartil).
Para ulama’ berpandangan bahwa melafalkan Al-Qur’an secara tartil akan memudahkannya dalam mentadabburinya. Si penghafal dapat menghadirkan dirinya dan merenungi kandungannya. Ketika melafalkan ayat-ayat rahmat ia akan berdoa untuk meraihnya, dan ketika melafalkan ayat-ayat azab ia akan berlindung darinya. Kalaupun si penghafal tidak mengetahui maksud kandungannya, itu menjadi sebuah penghormatan darinya atas Al-Qur’an.
Lebih dari itu, melafalkan Al-Qur’an secara tartil akan menjadikan ayat-ayat yang dibaca membekas dan menempel dalam ingatan dam hati. Sehingga memudahkan bagi orang yang menghafalkannya. Selain itu dengan seringnya membaca secara tartil, tanpa disadari akan menjadikannya sebagai sebuah kebiasaan. Maka sebisa mungkin bagi para pengahafal Al-Qur’an agar membacanya dengan tartil.
0 Comments