Ilustrasi: Unsplas.com |
Lima Puluh Hari
—Ka’ab bin Malik
tabuk tidak sepenggalah; daun kering tersapu badai gurun
bekal telah disarungkan ketika jejak rombongan kavaleri
—bergerak semakin menjauh dari kota penuh cahaya itu
ia yang gelisah dan murung tercatat dalam pertanyaan
sebuah dusta yang urung tiada dapat menyelamatkan
         —kesalahannya sungguh tak terampunkan
adakah sebuah kejujuran menerbitkan kebahagiaan
yang tak pernah dirasakan sejak pertama dilahirkan
—setelah lima puluh hari terasing tanpa bicara
(2023)
Melarikan Diri
—Abdullah bin Al-Za’bari
tak tanggal dari ingatan selain dendam amarah
di batas mata air, bukit batu serta parit besar itu
masih terkenang darah—luka menyebar di sana
lembah itu telah tunduk sebelum ia melarikan diri ke najran
kelam yang lain menariknya dalam keterasingan—rasa takut
sebuah puisi menyelamatkan—berhari-bulan dalam kelindan
meski usia kepalang uzur; kebun surga telah terbit dari timur
(2023)
Menakwil Mimpi
—Thufail bin Amr
setelah ini tidak ada puisi, helai rambut tiada lagi
seekor burung bersarang—terbang dari mulutku
seorang perempuan bukan ibuku memasukkan
daging dan tulangku ke dalam perutnya.
anakku benar anakku, meminta turut
tetapi sebuah dinding tiada mematut
         —bagi takwil dan rasa takut
tangan kanannya tertinggal di sana
         —apakah hidup masih ada
barangkali aku akan gugur
pergi setelah baris puisi ini
(2023)
Imam Budiman, lahir di Samarinda, Kalimantan Timur. Mengabdikan diri sebagai Guru Bahasa dan Sastra Indonesia serta Ketua Tim Perpustakaan—Literasi Pesantren Madrasah Darus-Sunnah Jakarta. Beberapa karyanya tersebar di berbagai media cetak nasional seperti Tempo, Media Indonesia, Republika, Pikiran Rakyat,Kedaulatan Rakyat, Nusa Bali, Majalah Sastra Kandaga, dan lain lain. Merupakan Pemenang terbaik pertama dalam sayembara cerita pendek pada perhelatan Aruh Sastra 2015 dan Sabana Pustaka 2016. Buku kumpulan puisinya: Kampung Halaman (2016) serta Pelajaran Sederhana Mencintai Buku Fiksi (2021).
0 Comments