Ticker

6/recent/ticker-posts

Menilik Laguna Green House Semarang, Budidaya Melon Hidroponik Optimalkan Teknologi Modern

Arvin Wijaya, salah perintis Laguna Green House Semarang (Foto: AM)

HAMPARAN pepohonan dengan dominasi warna hijau terbentang luas di kompleks Graha Padma, Jrakah, Kecamatan Tugu, Kota Semarang. Di tengah-tengah area hijau pepohonan, berdiri bangunan menarik yang terbuat dari plastik. Bangunan laiknya rumah itu bernama Laguna Green House, tempat budidaya melon dengan sistem hidroponik. 

Laguna Green House ini sudah ada lebih dulu di Kabupaten Kudus, tepatnya pada 2015. Perkebunan yang memanfaatkan teknik hidropinik tersebut kemudian berkembang di Kota Semarang pada 2021 lalu. Tidak hanya hidroponiknya saja, desain rumah dengan konsep tropical green house juga membuat tempat ini semakin menarik. 

Di atas tanah seluas 1,7 hektare inilah tanaman melon tumbuh dan berbuah. Tanaman itu hidup di dalam ember yang di dalamnya sudah berisi air dan nutrisi. Di atasnya, terpasang atap dari plastik yang berfungsi sebagai pelindung dari panas matahari. Disertai pula lubang-lubang kecil atau fentilasi sebagai tempat keluar masuknya udara. 

Tanah seluas 1,7 hektar yang menjadi tempat budidaya melon tersebut terbagi menjadi empat green house atau rumah tanam. Setiap rumah ditanami sebanyak 6000 tanaman melon. Artinya, Laguna Green House Semarang ini memiliki 24.000 tanaman melon yang dapat dipanen setiap enam puluh hari. 

Namun Laguna Green House tidak perlu menunggu waktu enam puluh hari untuk memanennya. Hal ini lantaran melon di masing-masing rumah ditanam dengan jeda waktu yang berbeda-beda. Umur tanaman di rumah berjarak 16 hari, sehingga setiap 16 hari sekali ada satu rumah tanam yang siap panen. 

Ide Bertani Hidroponik

Budidaya Melon Laguna Green House (Foto: AM)

Berdasarkan penuturan Arvin Wijaya, salah satu perintis Laguna Green House Semarang, sebelum membuat budidaya hidroponik dirinya lebih dulu bertani secara konvensional atau dengan media tanah sebagaimana umumnya. Namun dalam prosesnya banyak kendala dan kegagalan yang didapatkan. 

Dari sana ia berpikir bahwa jika tetap menggunakan cara-cara klasik, melon yang ditanamnya tidak akan berbuah. Sehingga terbersitlah ide untuk mencoba melakukan budidaya melon dengan sistem pertanian hidroponik. 

"Cerita awal mulanya dari pertanian konvensional di lahan tapi kalau di lahan itu masalahnya banyak banget hampir tidak bisa diselesaikan kalau gak pakai teknologi. Dan kita lihat sekarang sudah ada teknologi maju greenhouse hidroponik," tutur Arvin. 

Lelaki berusia 27 tahun itu menjelaskan, alasan memilih buah melon karena termasuk tanaman dengan pertumbuhan paling sulit, terutama jika musim hujan. Di sisi lain, pola pertanian di Indonesia juga masih mengandalkan satu musim untuk satu jenis buah.

"Sedangkan kita pertanian di Indonesia kan ada di satu musim. Misal cabe di musim kemarau, semua orang panen dan setor, tapi harganya hancur karena semuanya menjual. Nah belum lagi jika banyak yang gagal, maka harganya pada naik," ujarnya belum lama ini.  

Selain itu, alasan memilih melon dengan sistem pertanian hidroponik juga karena ia merasa tertantang dengan kesulitan yang didapatkan. Selain itu ia juga ingin mencoba merintis bisnis di bidang pertanian dengan memanfaatkan teknologi modern. 

"Kita pilih melon karena yang paling susah. yang paling sering gagal dan banyak maasalah. Kita mau menyelesaikan masalah dengan praktik teknologi," imbuh Arvin. 

Teknologi Luar Negeri

Arvin melanjutkan, seluruh proses budidaya melon di Laguna Green House ini menggunakan konsep precision agriculture berbasiskan teknologi modern. Artinya, semua komposisi harus presisi dan terukur. Mulai dari fertigasi, proses irigasi, rasio air dan nutrisi, yang terus berjalan hingga panen. 

Bahkan ia menyebut bahwa teknologi yang digunakan dalam menunjang hal tersebut berasal dari luar negeri, seperti Australia, Amerika, Eropa, dan Israel. Jika menggunakan teknologi canggih, ia yakin bahwa proses budidaya hidroponik ini dapat berjalan tepat dan terukur. 

Misalnya dalam proses irigasi, Laguna Green House memiliki mesin tersendiri yang dapat menyalurkan air ke masing-masing rumah. Dengan menggunakan mesin berupa tangki besar buatan Israel, irigasi untuk tanaman melon dapat disesuaikan sesuai dengan kadar dan perhitungan air. 

"Irigasi untuk rumah greenhouse yang mana, kapan waktunya, jumlah air yang dikeluarkan berapa, durasi berapa lama, kecepatan kilometer air berapa, bisa sampai situ. Kadar air juga bisa disesuaikan tanaman kan beda-beda, nanti kita sesuaikan umur dan kebutuhannya," ujarnya sambil memegang sebuah tangki besar. 

Sistem Ducth Backet

Laguna Green House Semarang (Foto: Kompas)

Salah satu perbedaan Laguna House yang berada di Kudus dengan di Semarang yaitu media penanaman yang digunakan. Di Kudus tanaman masih ditanam di poly bag atau pot. Berbeda, di Semarang ini menggunakan sistem ducth bucket. Sehingga tanaman melon tumbuh di dalam ember yang berisi subtrat media kering hydroton. 

Sistem ducht bucket sangat mendukung vertigasi, di mana nutrisi dari ember akan membasahi media hydroton melalui saluran pipa yang dibenamkan. Setelah seluruh media basah, kelebihan larutan akan mengalir keluar melalui pipa lain di bagian bawah ducht bucket menuju bak nutrisi. 

"Di dalam ember ini akarnya langsung berendam. Dengan teknik ducht bucket ini memungkinkan terjadinya sirkulasi air, ada  pembuangan dan pemasukan di sini. Ada pipa pembuangan air yang meluap balik ke tangki yang ada di bawah. Jadi dengan ini ga ada air yang terbuang satu tetes pun," kata Arvin. 

Arvin melanjutkan, kebanyakan sistem ducht bucket dipakai untuk budidaya hidroponik, namun masih dalam tataran hobi. Sedangkan ia menggunakan teknik ini dalam bisnis atau industri pertanian. Bahkan ia mengklaim, budidaya melon miliknya merupakan industri pertanian pertama di Asia Tenggara yang memanfaatkan teknik tersebut. 

"Yang bikin beda, ini kan kita untuk skala industri, bukan hobi. Untuk yang skala industri pakainya ini, ini pertama di Asia Tenggara. Soalnya kalau skala industri belum ada yang seperti ini," ungkap lulusan Ekonomi Unika Soegijapranata Semarang ini. 

Keunggulan Laguna Green House

Avin Wijaya (Foto: AM)

Tidak hanya unggul dalam bidang teknologi, proses pembuahan tanaman melon di sini juga diperhatikan. Adapun proses fertilasi atau pembuahan dilakukan secara manual, di mana para karyawan Laguna Green House akan mengambil serbuk sari dan menaruhnya di kepala putik. 

"Kalau pembuahannya dengan melibatkan binatang nanti malah jadinya ga teratur. Sengaja melakukannya secara manual karena kami pengennya satu tanaman hanya menghasilkan satu buah. Karena akan membuat buahnya semakin berkualitas," kata Arvin. 

Ia mengatakan, budidaya melon menggunakan teknologi modern, dalam hal ini sistem hidroponik dengan teknik ducht bucket, memiliki keunggulan tersendiri. Tingkat keberhasilannya, mulai dari proses penanaman hingga masa panen, bisa mencapai hampir 100 persen. 

Setiap panen, Laguna Green House bisa menghasilkan sebanyak tujuh ton. Ada dua varietas melon yang dihasilkan. Pertama, melon Honey White dengan kulit putih, berasa manis, dan bertekstur empuk. Kedua, melon Hamigua yang memiliki rasa manis, namun bertekstur lebih crunchy. 

Masa panen yang terjadwal pasti setiap 16 hari sekali membuat Laguna Green House ini dijadikan langganan suplier dari berbagai pasar di kota-kota besar. Selain Semarang, melon tersebut juga menembus sampai ke Jogjakarta, Jakarta, Bandung, Surabaya, dan bahkan luar Jawa. 

"Kita suplai terus setiap saat, karena kita konsisten selalu panen dan kualitasnya juga konsisten. Sebelum panen kita infokan ke supermarket dulu, mau pesan berapa, jadi saat dikirimkan tetap fresh," ungkap Arvin. 

Selain sebagai tempat budidaya, Alvin Wijaya juga ingin menjadikan Laguna Green House sebagai tempat pembelajaran bagi anak-anak muda agar mau menjadi petani. Saat ini ada sebanyak 20 petani atau pegawai yang semuanya berusia di bawah 30 tahun. 

Arvin berharap, di tangan merekalah industri pertanian di Indonesia dapat lebih bangkit dan semakin maju. Terlebih, Indonesia memiliki potensi dan SDA yang bisa terus dikembangkan. Dengan memanfaatkan teknologi modern, industri pertanian diharap lebih maju dan dapat mendukung ketahahan pangan. 

"Mindset tentang petani sekarang itu ga harus kaya dulu yang pakai cangkul, kotor-kotoran, dan capek. Kita dorong mereka menjadi petani modern, karena peluang pertanian ke depan semakin berkembang dan bisa mendukung ketahanan pangan nasional," pungkas Arvin Wijaya. 

Reporter: AM

Reactions

Post a Comment

0 Comments