Ticker

6/recent/ticker-posts

Jiwa Merdeka di Tanah Merdeka

Gambar: Kompas.com

PAGI 17 Agustus 2022, kami merayakan hari kemerdekaan Bangsa kami yang ke 77 tahun. Meski perayaan sederhana dengan secangkir kopi, roti bakar, rokok beberapa batang sembari iringan lagu nasional, masih saja tidak berkurang rasa khidmadnya.

Sambil scrol YouTube, tanpa sengaja tangan memainkan short video dari sebuah channel. Meski paham betul tujuan video hanya ingin mendulang simpatisan warganet, tetap saja rasa penasaran membuat video itu diputar. Isi video hanyalah sepenggal pidato anggota parlemen negeri jiran Malaysia yang menghaturkan apresiasi terhadap kemajuan Bangsa Indonesia dan berharap Malaysia dapat mengambil contoh atasnya.

Satu hal yang menarik, yaitu ungkapannya akan semangat merdeka yang tertanam dalam setiap jiwa anak bangsa Indonesia. Jiwa merdeka tersebut terus bergelora dan mampu mendorong terciptanya kemerdekaan, mempertahankanya dari rongrongan kolinial, bahkan hingga kini semangatnya terus mendorong bangsa Indonesia dalam mencapai segala perbaikan dan kemajuan dari berbagai sendi kehidupan.

Secara reaktif, sontak pikiran mencoba berangan-angan dengan satu pertanyaan, benarkah? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, sepontan pikiran melakukan refleksi dan menghadapkan asumsi-asumsi dengan realita probematika yang telah dan tengah terjadi. Apakah benar jiwa merdeka Bangsa kami menjadikan prolematika tersebut terbenahi atau setidaknya terungkap?

Dari Sumkuning, Marsinah, Munir, hingga Brigadir Joshua

Kejadian kasus Polisi tembak polisi yang tengah menerpa kesatuan Divpropam Polri menjadi kajian refleksi pertama. Kasus yang menyeruak ke publik di awal Agustus 2022 ini hingga saat ini masih belum terpecahkan sepenuhnya. Meski demikian yang perlu digarisbawahi adalah besarnya dorongan publik hingga mampu memaksa pihak berwenang untuk membuka kasus ini secara terbuka dan tidak tebang pilih, meski pada awalnya ada kesan menutupi dan upaya melindungi pihak tertentu.

Berbeda dengan polemik tersebut, jauh sebelum itu kita tentu tahu kasus Sumkuning era 70-an, Marsinah era 90-an, dan Munir era 2000-an. Tiga kasus ikonik yang melibatkan beberapa institusi negara ini menurut asumsi publik mungkin bernasib lain dengan ketidaktuntasan. Namun setidaknya sejarah telah mencatatnya sebagai nohta merah yang menjadi pelajaran berharga untuk bangsa ini.

Pembangunan Nasional, Pembarantasan Korupsi, dan Perdamaian Dunia

Dalam hal pembangunan, perjalanan bangsa ini juga mengalami pasang surut. Tentu persoalan penegakan hukum dan pembarantasan korupsi menjadi faktor penting yang turut mempengaruhinya.

Setelah sempat ambruk di penghujung era Orde Baru oleh hantaman krisis dan maraknya aksi rasuah, kembali dorongan publik mempu mendorong pemangku kepentingan untuk mengambil langkah perbaikan dalam berbagai hal. Mulai dari menata struktural negara, mendirikan instrumen penegakan hukum dan upaya pemberantasan korupsi. 

Meski pasang surut, setidaknya upaya tersebut hingga kini tetap menjadi tren positif yang dibangun oleh asumsi-asumsi dari masyarakat yang merdeka dan berani bersuara terhadap berbagai hal yang tidak ideal. Tren tersebut kini seolah menjadi indikator paten yang harus dipenuhi oleh kelompok kepentingan yang berhasrat menjadi pemimpin di negeri yang merdeka ini. Kini hasilnya Indonesia menjadi satu dari beberapa negara yang memiliki tingkat pembangunan dan ketahanan terhadap krisis yang cukup baik. 

Hasil tersebut sejatinya tidak hanya pencapaian dari era Pemerintahan Presiden Joko Widodo saja. Melainkan juga andil dari era-era sebelumnya yang turut meletakan batu fondasi pembangunan sebagai perwujudan semangat bangsa Indonesia yang tidak padam di sepanjang zaman.

Kemerdekaan dan keberanian mencapai kearifan dengan jalan yang arif layaknya buah manis dari perjuangan jiwa jiwa merdeka kini semakin termashur dan bukan tidak mungkin akan menjadi teladan bagi bangsa lain di seluruh penjuru dunia di tengah krisis kearifan global yang mulai mengikis perdamaian. Terbukti dengan kepemimpinan Indonesia di forum G20, dan inisiatif-inisiatif penting yang dilakukan Indonesia sebagai upaya mendorong perdamaian di beberapa konflik dunia seperti Rusia-Ukraina.

Patutlah jika negeri ini dianggap sebagai tanah bagi tiap-tiap jiwa yang merdeka. Tidak berlebihan jika kami meminjam intisari dari Surat Ar-Rahman "Maka nikmat Tuhan mana lagi yang engkau dustakan?" Sudah selayaknya bersyukur bagi setiap insan yang diberkahi Tuhan dengan terlahir di atas tanah yang merdeka ini. Karena sejatinya tanah merdeka ini melahirkan jiwa-jiwa merdeka yang akan terus menjaga kemerdekaan bagi tanah ini.

Hiduplah Jiwa yang merdeka di atas bumi yang merdeka. Bangunlah jiwanya, bangunlah raganya, untuk Indonesia raya.

Merdeka!

Penulis: Amrizarois Ismail, S. Pd., M. Ling, Dosen Prodi RIL UNIKA Soegijapranata Semarang dan Direktur Griya Riset Indonesia

Reactions

Post a Comment

0 Comments