Ticker

6/recent/ticker-posts

Biografi dan Karakteristik Tafsir Al-Maraghi

NAMA lengkapnya yaitu Ahmad Musthofa Ibn Musthofa Ibn Muhammad Ibn Abd Al Mun‟in Al-Maragahi. Lahir pada tahun 130 H atau 1883 M di Kota Al Maraghah, Provinsi Suhaj, kira-kira 700 meter dari arah selatan kota Kairo. Ahmad Musthofa Al-Maraghi  berasal dari keluarga ulama yang taat dan menguasai berbagai ilmu agama.  

Ketika Al-Maraghi  menginjak usia sekolah, orang tuanya berinisiatif mendaftarkannya ke madrasah desanya untuk mendalami Al-Qur’an. Dengan kecerdasannya, ia berhasil menghafal Al-Qur’an sebelum usianya genap 10 tahun. Ada sumber lain mengatakan bahwa sebelum umur 13 tahun. 

Setelah menamatkan tingkat madrasah, Al-Maraghi  mendapat anjuran dan perintah dari ayahnya untuk melanjutkan pendidikan ke Universitas Al-Azhar, tepatnya pada tahun 1314 H atau 1897 M. Di Al-Azhar, Al-Maraghi  belajar banyak cabang ilmu pengetahuan seperti bahasa Arab, balaghah, tafsir, ilmu Al-Qur’an, ilmu hadist, hadist, ushul fiqih, akhlak, ilmu falak, dan sebagainya. 

Selain itu dia juga merangkap kuliah di Dar al Ulum Kairo yang dulu merupakan perguruan tinggi tersendiri dan kini menjadi bagian dari Cairo University. Ia berhasil menyelesaikan studinya di dua universitas tersebut pada tahun 1909. Salah satu guru yang paling dibanggakan yaitu Muhammad Abduh, Muhammad Hasan Al-Adawi, Muhammad Bahis Al-Mu’ti, dan Syaikh Muhammad Rifai Al Fayumi. 

Setelah lulus dari dua universitas bergengsi di Mesir tersebut, ia pun mengawali karir dengan menjadi utusan di sekolah menengah, dan menjadi direktur di salah satu daerah tersebut, tepatnya di daerah Fayumi, kira-kira 300 km di sebelah barat daya kota Kairo. Dan pada tahun berikutnya tepatnya pada tahun 1916 beliau diangkat menjadi dosen utusan Universitas Al-Azhar untuk mengajar ilmu-ilmu syariah Islam di Universitas Ghirdun di Sudan. Di Sudan, selain mengajar, Al-Maraghi  giat menulis buku, salah satunya buku yang dikarang ketika beliau mengajar di Sudan adalah Ulum al Balaghah.  

Selanjutnya, tepatnya pada tahun 1920 beliau kembali ke Kairo dan diangkat menjadi dosen bahasa Arab dan ilmu-ilmu syariah Islam di Dar al Ulum sampai tahun 1940. Selain itu, beliau juga mengajar ilmu balaghah dan sejarah kebudayaan Islam di Fakultas Adab Universitas Al-Azhar dan Dar Ulum. Sekaligus menetap sampai akhir hayatnya di daerah al Huwwa, sehingga setelah wafat, namanya diabadikan sebagai nama salah satu jalan menuju kota itu, jalan Al-Maraghi . 

Ahmad Mustofa Al-Maraghi adalah seorang ulama yang sangat produktif dengan menyampaikan gagasannya lewat karya yang terbilang banyak. Tafsir Al-Maraghi terkenal sebagai sebuah kitab tafsir yang mudah dipahami dan enak dibaca. Hal ini sesuai tujuan pengarangnya, seperti yang diceritakan dalam muqaddimahnya yaitu untuk menyajikan sebuah buku tafsir yang mudah dipahami oleh masyarakat muslim secara umum. 

Latar Belakang Penulisan Tafsir Al-Maraghi 

Latar belakang penulisan kitab Tafsir Al-Maraghi bisa dilihat di mukadimahnya, “Suatu kenyataan yang sempat kami saksikan, bahwa kebanyakan orang enggan membaca kitab-kitab tafsir yang ada di tangan kita sendiri. Alasannya karena kitab-kitab tafsir yang ada sulit bahkan diwarnai dengan istilah-istilah yang hanya bisa dipahami oleh orang-orang yang membidangi ilmu tersebut. Karenanya sengaja kami mengubah gaya bahasanya dan menyajikannya dalam bentuk sederhana dan mudah dipahami”. Dengan latar belakang itulah maka Al-Maraghi merintis kitab Tafsir Al Maraghi.  

Dari segi sumber yang digunakan selain menggunakan ayat dan atsar, Al-Maraghi juga menggunakan bil ra’yi sebagai sumber dalam menafsirkan ayat-ayat, penafsiran yang bersumber dari riwayat (relatif) dan didukung oleh bukti-bukti secara ilmiah, dan ini juga diungkapkan oleh beliau dalam mukadimahnya: 

Maka dari itu kami tidak perlu menghadirkan riwayat-riwayat kecuali riwayat tersebut dapat diterima dan dibenarkan oleh ilmu pengetahuan, dan kami tidak melihat di sana hal-hal yang menyimpang dari permasalahan agama yang tidak diperselisihkan lagi oleh para ahli, dan menurut kami, yang demikian itu lebih selamat untuk menafsirkan kitabullah sera lebih menarik hati orang yang berkebudayaan ilmiah yang tidak puas kecuali dengan bukti-bukti dan dalil-dalil, serta cahaya pengetahuan yang benar”. 

Ungkapan Al-Maraghi di atas menegaskan bahwa riwayat-riwayat yang dijadikan sebagai penjelas terhadap ayat-ayat Al-Quran adalah riwayat yang sahih, dalam arti yang dapat digunakan sebagai hujah, di samping menggunakan kaidah bahasa Arab dengan analisis ilmiah yang didukung oleh pengalaman pribadi sebagai insan akademis dan pandangan para cendekiawan dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Ini berarti dari sumbernya Al-Maraghi menggunakan dalil naqli dan aqli secara berimbang dalam menyusun tafsirnya. 

Dengan konteks modern rasanya penulisan tafsir dengan melibatkan dua sumber (naqli dan aqli) merupakan sebuah keniscayaan. Sebab sungguh tidak mungkin menyusun tafsir hanya mengandalkan riwayat semata, selain karena jumlah riwayat yang terbatas juga karena kasus-kasus yang muncul membutuhkan penjelasan yang semakin komprehensif seiring dengan perkembangan problematika sosial, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang berkembang pesat. 

Sebaliknya, melakukan penafsiran dengan mengandalkan akal semata juga tidak mungkin. Karena dikhawatirkan rentan akan penyimpangan-penyimpangan, sehingga justru tidak dapat diterima. Barangkali dengan alasan inilah, sejak memasuki masa muta’akhirin sampai sekarang banyak penafsiran Al-Qur’an yang mengombinasikan rasio dan riwayat. 

Tujuan dari penulisan tafsir Al-Maraghi yaitu ingin menjadi obor pengetahuan Islam, terutama bidang tafsir. Dari situlah ia terus menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan gayanya sendiri. Tafsir Al-Maraghi sangat dipengaruhi oleh tafsir-tafsir yang ada sebelumnya, terutama Tafsir Al-Manar. Hal ini karena dua penulis tafsir tersebut, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, adalah guru yang paling banyak memberikan bimbingan kepada Al-Maraghi di bidang Tafsir. Bahkan sebagian berpendapat bahwa tafsir Al-Maraghi adalah penyempurnaan terhadap tafsir Al-Manar yang sudah ada sebelumnya. 

Metode Penafsiran Tafsir Al-Maraghi

Dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an, Al-Maraghi menghadirkan satu, dua, atau sekelompok ayat yang akan ditafsirkan. Pengelompokan ini dilakukan dengan melihat kesatuan inti atau pokok bahasan. Ayat-ayat ini diurutkan sesuai tertib ayat mulai dari surat Al-Fatihah hingga An-Nas (metode tahlili). 

Kemudian Al-Maraghi melanjutkannya dengan menjelaskan beberapa kosa kata yang sukar menurut ukurannya. Dengan demikian, tidak samua kosa kata dalam sebuah ayat dijelaskan, melainkan dipilih beberapa kata yang bersifat konotatif atau sulit bagi pembaca. 

Al-Maraghi juga berusaha menggambarkan maksud ayat secara global. Agar pembaca melangkah kepada penafsiran yang lebih rinci dan luas. Sehingga ia sudah memiliki pandangan umum yang dapat digunakan sebagai asumsi dasar dalam memahami maksud ayat tersebut. 

Corak Penafsiran Tafsir Al-Maraghi

Tafsir Al-Maraghi  dapat dikatakan kitab tafsir yang bercorak Adabi Ijtima‟i. Yaitu corak penafsiran yang menekankan pada penjelasan tentang aspek-aspek yang terkait dengan ketinggian gaya bahasa Al-Qur’an. Sehingga mudah dipahami dan dibaca oleh masyarakat secara umum. 

Mufassir mengaitkan sekaligus menerangkan makna ayat-ayat Al-Qur’an dengan keadaan sosial kemasyarakatan. Sehingga beliau dapat memberikan jalan keluar bagi persoalan kaum muslimin secara khusus, dan persoalan umat manusia secara universal sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh Al-Qur’an. 

Ciri-ciri penafsiran adabi ijtima'i yaitu: 

Pertama, meninggalkan istilah-istilah yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan. Al-Maraghi sengaja meninggalkan istilah-istilah yang berhubungan dengan ilmu-ilmu yang lain, yang diperkirakan bisa menghambat para pembaca dalam memahami isi Al-Qur’an. Misal ilmu nahwu, sharaf, ilmu balaghah, dan sebagainya. 

Kedua, gaya bahasa yang mudah dicerna oleh alam pikiran saat ini. Setiap orang harus diajak bicara sesuai dengan kemampuan akal mereka. Hal tersebut dilakukan supaya pesan atau makna yang ingin disampaikan bisa ditangkap dengan baik oleh pembaca. Dalam kitab tafsirnya, Al-Maraghi sangat menekankan aspek ini.  

Ketiga, seleksi terhadap kisah-kisah yang dicantumkan. Seleksi ini merupakan salah satu usaha yang dilakukan Al-Maraghi dalam menyaring kisah-kisah israilliyat yang ada. Dia berpandangan bahwa salah satu kelemahan kitab-kitab tafsir terdahulu adalah dimuatkan cerita-cerita yang berasal dari ahli kitab (israilliyat), padahal cerita tersebut belum tentu benar. 

Keempat, Memperbincangkan integrasi Al-Quran dan sains. Untuk membuktikan kemujizatan Al-Quran dari aspek ilmiah, di dalam tafsirnya, Al-Maraghi menyinggung perihal sains agar dapat memberikan alasan yang logis guna mempertegas kebenaran Al-Quran.

(AM)

Reactions

Post a Comment

0 Comments