Ticker

6/recent/ticker-posts

Menilik Potensi Nyatnyono Sebagai Desa Wisata Unggulan di Kabupaten Semarang

DESA NYATNYONO merupakan salah satu desa yang terletak di wilayah Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. Terletak di lereng puncak Suroloyo, yang merupakan bagian dari Gunung Ungaran, kawasan Nyatnyono terbilang cukup dingin. Dengan ketinggian berkisar 600-800 MDPL, Desa Nyatnyono  menjadi destinasi bagi para ‘turis pencari kabut’.

Dengan kekayaan sumber daya alam dan wisata yang dimiliki Desa Nyatnyono , menjadikan desa ini sebagai desa wisata religi di Kabupaten Semarang. Nyatnyono terkenal dengan makam dari Waliyullah Mbah Hasan Munadi dan Mbah Hasan Dipuro, kedua tokoh tersebut merupakan wali penyebar agama Islam di wilayah Ungaran, khususnya Desa Nyatnyono .

Menurut beberapa informasi dari pengakuan warga setempat, Mbah Hasan Dipuro merupakan putra dari Mbah Hasan Munadi. Sementara Mbah Hasan Munadi merupakan putra atau keturunan dari Prabu Brawijaya V, Raja atau penguasa dari Kerajaan Majapahit.

Destinasi Wisata di Desa Nyatnyono  

Selain itu, di dekat lokasi makam, terdapat Masjid Subulussalam yang konon merupakan peninggalan dari Mbah Wali. Meskipun begitu, sampai sekarang masjid tersebut masih ramai dikunjungi oleh para peziarah untuk sekadar melaksanakan salat maupun berdoa. Konon masjid ini usianya lebih tua dari Masjid Agung Demak, karena sudah ada sebelum pembangunan Masjid Demak, apalagi melihat dari usia Syekh Hasan Munadi sendiri.

Makam Syekh Hasan Munadi dan Hasan Dipuro kerapkali ramai didatangi oleh para peziarah. Makam yang terletak diatas dusun Krajan ini biasanya banyak didatangi warga lokal pun untuk melaksanakan kegiatan keagamaan, seperti tahlilan, yasinan, pengajian, dan sebagainya. Tradisi-tradisi keagamaan yang dilakukan oleh masyarakat merambah menjadi kearifan lokal.

Adanya tradisi-tradisi di masyakat sekitar merupakan bagian dari local wisdom. Di mana hal tersebut termasuk suatu kewajaran. Sebab tujuannya tidak lain adalah sebagai bentuk penghormatan kepada beliau (sesepuh) atas jasanya dalam “membabat alas” dan menyebarkan nilai-nilai positif di masyarakat.

Desa Nyatnyono  menjadi wilayah yang ramai, seperti makam waliyullah lainnya yang selalu padat didatangi oleh peziarah tidak pernah sepi, bahkan hingga malam berganti pagi. Banyak peziarah yang tiba diatas pukul 23.00 WIB malam untuk berziarah dan mandi di sendang. Konon saat-saat seperti itu menjadi terasa sangat khusyuk untuk bermunanjat dan berdoa kepada Tuhan.

Kemudian ada Sendang Kalimah Thoyyibah yang terkenal cukup keramat. Sebab diyakini sendang ini memiliki banyak karomah. Sendang tersebut juga dikatakan oleh warga setempat, mampu untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit, baik jasmani dan rohani, serta dapat membantu mensukseskan “hajat” dari seseorang yang mandi di sendang.

Sama halnya dengan makam, objek wisata sendang ini juga memiliki pengelola. Pengelola Sendang ini pun pernah mengatakan bahwa disini tidak ditarik pungutan atau biaya sepeserpun, hanya “seikhlasnya”. Sehingga apabila ada pengunjung yang hendak mandi dan bertanya berapa tiket masuknya lebih baik langsung masuk tanpa perlu membayar.

Juga warga lokal banyak yang menyediakan persewaan sarung. Ini yang unik, karena apabila mandi di Sendang diharapkan memakai sarung. Meskipun tidak wajib, namun lebih ditekankan untuk tetap mengenakan penutup. Dengan begitu, hal ini cukup berdampak dalam membantu perekonomian warga sekitar, dengan biaya Rp. 1.000,00 sudah bisa meminjam sarung.

Ada lagi destinasi yang menarik di Desa Nyatnyono  ini, yakni Bukit Ngipik. Meskipun berbatasan dengan desa Lerep, dan sebagian wilayahnya masuk desa Lerep, tetapi untuk wilayah atasnya masih ada yang masuk Desa Nyatnyono . Lokasi ini menjadi “surga tersembunyi” Desa Nyatnyono , yang mana terkenal akan perkebunan kopi dan warung diatas bukitnya tersebut.

Suasana dan pemandangan di kala pagi, sore, dan malam menjadi objek potret yang cukup indah. Sebenarnya bisa menarik banyak pelancong. Namun sayangnya belum banyak yang tahu mengenai lokasi ini. Sehingga tidak seramai objek wisata religi makam dan sendang.

Di atas Bukit Ngipik sebenarnya ada beberapa makam keramat yang kerap didatangi oleh para Peziarah. Sekedar informasi, untuk penamaannya mereka disebut peziarah, bukan pendaki. Sebab puncak suroloyo bukan merupakan jalur pendakian, jadi lebih memakai istilah peziarah. Di lokasi sekitar Bukit Ngipik pun kerap dijadikan lokasi untuk camping ground.

Warisan Budaya dan Kearifan Lokal

Potensi desa lainnya berupa produk khas dari desa ini. Diantaranya ada, Kopi Wali, dan Intip. Kopi Wali memiliki empat varian rasa, yakni Arabica, Luwak, Robusta, dan Excelsa. Excelsa menjadi varian yang paling khas dari Desa Nyatnyono, karena kopi ini memiliki rasa dan aroma nangka, hingga banyak yang menyebutnya sebagai kopi nangka.

Produk khas Desa Nyatnyono  ini apabila dikembangkan, baik dari branding, packaging, hingga marketing-nya bukan tidak mungkin akan bersaing dengan kopi-kopi lainnya. Apalagi didorong dengan sumber daya manusianya yang semakin berkompeten bukan tidak mungkin akan tercipta terobosan-terobosan baru untuk kedepannya.

Adapun kekhasan lain dari wilayah di sini ialah tentang kearifan lokal, suatu unsur budaya yang tidak dapat dilihat, tetapi dapat dirasakan. Misalnya saja, mengenai kebiasaan atau tata perilaku masyarakatnya. Warga Desa Nyatnyono terkenal masih memiliki modal sosial yang tinggi, salah satunya dibuktikan dengan masyarakatnya masih aktif gotong-royong dalam kegiatan sosial.

Kegiatan sosial yang marak dilakukan masyarakat sekitar seperti bergotong-royong memperbaiki rumah, pembangunan fasilitas umum, rumah ibadah, dan sebagainya. Kekhasan tersebut diperkaya dengan adanya kelompok relawan Nyawa Wali (Nyatnyono Relawan Warga Peduli). Nyawa Wali cukup banyak berkontribusi di Desa Nyatnyono  maupun luar hingga tingkat Kabupaten.

Beragam kegiatan sosial kemanusiaan dan sosial kebencanaan acapkali digiatkan oleh rekan-rekan relawan. Mulai dari aktif dalam percepatan penanganan Covid-19 hingga pencarian peziarah yang hilang di sekitar Puncak Suroloyo, yang perlu diapresiasi adalah segala kegiatan mereka tidak pernah menggunakan anggaran dari desa maupun lembaga apapun yang mengikat, semua murni dari iuran pengurus.

Dari sekian banyak potensi Desa Nyatnyono  sangat layak apabila dijadikan sebagai desa wisata unggulan. Sebab desa ini memiliki objek wisata religi dan juga rekreasi, seperti halnya Bukit Ngipik. Kultur disana pun juga masih tradisional, meskipun begitu pola pikirnya tidak terbelakang, hanya saja masih menjaga etika dan norma-norma dasar yang masih sangat kental.

Penulis: Abi Priambudi, Mahasiswa Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Walisongo Semarang


Reactions

Post a Comment

0 Comments